JAKARTA (Arrahmah.com) – Beginilah kalau akidah dan agama tidak dijadikan standar dalam berfikir dan berbuat. Menanggapi maraknya pemerkosaan yang terjadi di dalam angkutan umum, Gubernur DKI Jakarta Fauzi Bowo (yang akrab dipanggil Foke) menyarankan agar para wanita tidak mengenakan rok mini. Saran tersebut bukannya direnungkan tetapi malah dikecam oleh Komisioner Komisi Nasional Anti-Kekerasan Terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) Neng Dara Affiah.
Dalam pernyataannya, Foke–demikian Gubernur DKI Jakarta ini biasa disapa–menyarankan agar mereka berhati-hati sekaligus melakukan upaya pencegahan saat menggunakan jasa angkutan.
“Bayangkan saja kalau orang naik mikrolet duduknya pakai rok mini, kan agak gerah juga. Sama kayak orang naik motor, pakai celana pendek ketat lagi, itu yang di belakangnya bisa goyang-goyang,” katanya sembari bercanda.
Pencegahan yang dimaksud dalam imbauan Foke pada dasarnbya adalah agar para wanita tidak menggunakan pakaian “mengundang” dan perhiasan yang berlebihan. Namun bagi Dara pernyataan Foke tersebut merupakan kekerasan verbal bagi perempuan. Secara ngawur Dar aberkilah bahwa dalam teori apa pun cara berpakaian bukan menjadi faktor penyebab kekerasan dalam perempuan.
Dara dengan sok kritisnya mencermati dua pernyataan dua pejabat publik yang meurunya cukup mendiskreditkan perempuan. Pertama, salah seorang bupati di daerah Aceh juga pernah melontarkan pernyataan bahwa perempuan yang tidak memakai jilbab pantas diperkosa. Lalu yang kedua, pernyataan Foke yang menyatakan perempuan yang memakai rok mini rentan terhadap permerkosaan.
Menurut dia, pernyataan semacam ini sangat tak layak keluar dari mulut seorang pejabat publik. “Dia harus minta maaf ke publik. Meskipun katanya dia sudah meminta maaf,” kata dia pada Sabtu (17/9/2011).
Lebih lanjut, Dara serta merta berpendapat bahwa pelecehan atau pemerkosaan terhadap perempuan di mana pun berada khususnya di dalam angkutan umum terjadi karena cara pandang sejumlah masyarakat yang salah. Masih banyak yang menempatkan perempuan sebagai makhluk kelas bawah yang layak dijadikan obyek seksual.
“Pakaian itu bukan faktor pemicu, terbukti perempuan yang jadi korban pemerkosaan berpakaian tertutup, misalnya TKW di luar negeri. Sebaliknya ada banyak perempuan pakai rok mini seperti di Bali, setransparan apa pun dia aman-aman saja dari pelecehan,” klaimnya.
Dara malah balik menyerang dengan mengungkapkan bahwa Foke sebaiknya lebih fokus membenahi pemerintahannya dalam hal keamanan di angkutan umum, daripada sibuk menyalahkan perempuan dan kemudian meminta maaf.
“Justru yang dilakukan Foke seharusnya berjanji memberi jaminan keamanan kepada publik khususnya perempuan,” ujarnya.
Ia pun berharap ke depan instrumen hukum bisa segera memberi sanksi hukum yang tegas terhadap pelaku kejahatan ini. Dengan begitu menimbulkan efek jera kepada para pelaku pelecehan seksual dan pemerkosaan.
Beginilah ketika kesombongan sudah menutupi akal dan pikiran. Pada dasarnya terlepas dari marak atau tidaknya kasus pemerkosaan, menutup aurat adalah sesuatu yang wajib bagi wanita Muslimah. Bahkan Allah Ta’ala dalam firmannya menegaskan bahwa menutup aurat bagi Muslimah selain wajib adalah agar mereka mudah dikenali (sebagai bagian dari Muslim) dan juga agar mereka tidak diganggu.
“Hai Nabi, katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu dan isteri-isteri orang mukmin: ‘Hendaklah mereka mengulurkan* seluruh tubuh mereka.’ Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak di ganggu. Dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. ” (Q.S Al-Ahzab: 59). Wallohua’lam. (dns/arrahmah.com)