JAKARTA (Arrahmah.com) – Komisioner Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) Siane Indriani mengungkapkan, terdapat indikasi tentang kriminalisasi terhadap ulama. Hal itu didapat setelah pihaknya berkomunikasi dengan 20 orang ulama termasuk KH Ma’ruf Amin dan Habib Rizieq Syihab.
“Karena ada hal-hal yang sifatnya sangat dipaksakan,” ujar Siane usai melakukan pertemuan dengan Sekretaris Menteri Politik Hukum dan Keamanan (Semeko Polhukam) Letjen TNI Yayat Sudrajat, di kantor Kemenko Polhukam, Jakarta, Jumat (9/6/2017), dikutip Swamedium.
Siane juga mengatakan, Komnas HAM meminta pemerintah ikut bertanggung jawab atas kegaduhan akibat kriminalisasi terhadap ulama. Pihaknya juga mendesak pemerintah melakukan rekonsiliasi terhadap ulama-ulama yang merasa dikriminalisasi.
“Jadi memang dilakukan rekonsilisasi tidak hanya penyelesaikan secara hukum saja,” ujarnya.
Oleh karena itu, Komnas HAM mengharapkan rekonsiliasi bisa dilakukan dalam waktu dekat.
“Komnas HAM ingatkan bahwa saat ini suasana sudah semakin tidak kondusif,” peannya.
Lebih jauh Siane mengungkapkan, sebanyak 20 ulama pun telah memberikan keterangannya, termasuk Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) Ma’ruf Amin serta Habib Rizieq.
“Ada 20 orang lebih yang sudah kami minta komentar pendapat dan sudah investigasi, ada kasus ini polisi terlalu aktif tapi kasus lain malah tak aktif sama sekali, seperti Novel. Ada seperti yang namanya seolah ketidakadilan yang mereka rasakan,” jelas di kantor Kemenko Polhukam, Jakarta, Jumat (9/6).
Siane menjelaskan, dalam keterangannya, Ma’ruf mengalami penyadapan dan seharusnya dapat diproses secara hukum.
“Jadi Pak Ma’ruf mengalami proses ketika memberikan kesaksian. Kemudian ada penyadapan. Itu seharusnya diproses hukum. Tapi sekarang gak,” ujarnya.
Sementara itu, terkait proses penyelidikan Komnas HAM terhadap Habib Rizieq, Siane mengatakan Komnas HAM memiliki mekanisme tersendiri untuk melakukan pemeriksaan. Sedangkan, terkait laporan adanya dugaan kriminalisasi terhadap para ulama, Komnas HAM belum mengeluarkan rekomendasi. Siane mengatakan, diharapkan adanya rekonsiliasi antara pemerintah dengan presidium alumni 212.
“Rekonsiliasi, tak hanya penyelesaian hukum semata tapi ada penyelesaian kritis dan resperative justice. Itu yang dipentingkan daripada sekadar hukum yang kemudian malah membuat mereka merasa ada diskriminasi,” jelasnya dikutip Republika.
(azm/arrahmah.com)