JAKARTA (Arrahmah.com) – Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) menyarankan negara agar membantu Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) untuk menjernihkan pertanyaan-pertanyaan publik mengenai identitasnya.
Pasalnya, jatidiri Jokowi masih terus dipersoalkan secara terus-menerus. Misalnya, dimana Jokowi lahir dan dibesarkan? Siapa orang tua Jokowi sesungguhnya? Lantas apakah ada hubungan Jokowi dengan PKI?
“Negara sejatinya membantu Jokowi dengan membentuk tim independen,” kata Komisioner Komnas HAM, Natalius Pigai, Kamis (5/1/2015).
Komentar Natalius ini menanggapi proses hukum terhadap penulis buku “Jokowi Undercover” Bambang Tri Mulyono.
Tim independen yang dimaksud Natalius terdiri dari berbagai ahli termasuk pihak universitas, ahli sejarah, pihak kesehatan, kepolisian, kejaksaan, dan komunitas intelijen, untuk melakukan klarifikasi secara resmi untuk mengembalikan citra Jokowi dan keluarganya secara resmi.
“Tim ini bertugas menelusuri fakta sejarah, mengumpulkan dokumen termasuk data rahasia negara sebagai data sekunder, pengambilan data primer, melakukan penyelidikan ilmiah (scientivic investigation) melalui tes DNA. Dan hasilnya bisa dibukukan serta diumumkan ke publik secara resmi,” ujar Natalius.
Menurutnya, di saat proses berlangsung Jokowi harus ditempatkan sebagai warga negara Indonesia yang diduga difitnah.
“Di negara-negara maju proses penyelidikan semacam ini terhadap seorang presiden atau pemimpin negara adalah hal yang lazim dan bukan luar biasa,” tambah Natalius.
Terakhir, sebut Natalius, pemerintah sebaiknya membantu keluarga Jokowi agar menjaga nama baik, wibawa, serta harkat dan martabat Kepala Negara tetap lestari di masa yang mendatang, dikutip Rmol.co.
Untuk diketahui, pada diskusi buku ‘Jokowi Undercover’ yang berlangsung di pendopo Kecamatan Muntilan, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah, Senin (19/12/2016) pukul 20.30-24.25 WIB. berbuntut panjang, karena dalam isi buku tersebut banyak menyerang pribadi Jokowi. Salah satunya, Bambang Tri, penulis buku itu menyebut Jokowi sebagai keluarga Partai Komunis Indonesia (PKI).
Usai diskusi, isi buku selanjutnya menyebar ke mana-mana bahkan hingga menjadi pesan berantai.
Polisi bertindak, penyelidikan pun diawal dari Polda Jawa Tengah.Selanjutnya dilakukan penyelidikan dan pemanggilan pada Bambang untuk dilakukan BAP.
Saat pemanggilan pertama, Bambang tidak hadir tanpa alasan. Lalu dilakukan panggilan kedua, dan dijemput paksa dari kediamannya di Blora untuk selanjutnya diperiksa di Polsek Tunjungan Blora sebagai saksi.
Hasil pemeriksaan dari analisis penyidik, keterangan Bambang tidak mendasar hanya berdasarkan pada informasi yang beredar dan sumbernya tidak bisa dipertanggung jawabkan.
(azm/dbs/arrahmah.com)