JAKARTA (Arrahmah.com) – Komisi Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) mengatakan, polisi banyak melakukan pelanggaran atas hukum acara pidana Indonesia saat melakukan operasi penangkapan tersangka teroris.
Hal ini diungkap dalam rapat kerja dengan Komisi III DPR hari Kamis (10/6) di Jakarta.
Ketua Komnas HAM, Ifdal Kasim, mengatakan, pelanggaran yang dilakukan antara lain tersangka tidak diberi hak menjawab sangkaan terhadap mereka dan tidak dapat mempergunakan hak didampingi pengacara.
Ifdal Kasim menyebut, pada tahun 2010, dari Januari hingga Mei, setiap operasi polisi menangkap tersangka teroris selalu diwarnai pelanggaran.
“Mulai dari penyergapan di Aceh, Bekasi hingga Jakarta, banyak tindakan polisi yang melampau kewenangan mereka,” ujarnya kepada BBC Indonesia.
“Yang dilakukan oleh Densus 88, mengeksekusi secara langsung tersangka teroris , jelas pelanggaran asas penegakan hukum.
“Mereka langsung ditembak tanpa ada peringatan, tanpa ada –sebetulnya– keadaan yang mengharuskan polisi menembak secara langsung”.
Rekomendasi
Dalam rapat dengar pendapat di Gedung DPR/MPR, Komnas HAM memaparkan rekomendasi yang dibuat berdasarkan hasil penelitian badan tersebut.
“Kami telah menyampaikan hasil pengamatan operasi di Aceh ke polisi dan meminta polisi melakukan pemeriksaan internal atas operasi itu. Masalahnya, banyak rekomendasi Komnas tidak mendapat respons yang cepat,” ujar Ifdal Kasim.
“Kami meminta agar ada jalur hotline antara Komnas dan polisi sehingga kita bisa mengintervensi proses yang sedang berjalan, misalnya operasi pemberantasan teroris.”
“Kami meminta agar akses bagi keluarga tersangka, dan juga Komnas HAM untuk mendampingi mereka, dibuka,” ujarnya. [bbc/hdytlh/arrahmah.com]