JAKARTA (Arrahmah.com) – Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (HAM) lewat Wakil Ketuanya Siane Indriani meminta aparat Densus88 Mabes Polri menghentikan praktik penculikan secara paksa tertuduh/terfitnah terorisme. Dirinya khawatir aparat melakukan salah tangkap.
“Komnas HAM kembali mengecam praktek-praktek penangkapan semena-mena dan tanpa surat pemberitahuan pada keluarga terhadap 2 warga Poso atas nama Farid Makruf dan Ahmad Wahyono beberapa waktu lalu,” kata Siane, Selasa (16/12/2014).
Dia mengisahkan, Farid tidak pulang sejak 8 Desember 2014 sejak berjualan di pasar Tinombo Poso. Ada saksi yang melihat Farid disergap dan dimasukkan ke mobil beserta motornya secara kasar hingga satu sendal jepitnya tertinggal. Hingga kini isteri dan 3 anaknya yang masih kecil sering menangis mencari kabar dimana Farid berada, karena tanpa ada surat penangkapan maupun pemberitahuan. Baru belakangan katanya ada kabar ditangkap Densus, padahal bukan masuk dalam DPO.
Sementara Ahmad Wahyono ditangkap di jl. Pulau Seram 10. Desember 2014 juga tanpa surat pemberitahuan.
“Atas dua kejadian ini Komnas HAM mengecam keras aksi-aksi brutal Densus terus menerus dilakukan. Praktek2 ini sama dengan penghilangan orang secara paksa,” kata Siane.
“Selama ini sudah ratusan orang ditangkap tanpa pemberitahuan dan sebagian besar mengalami penyiksaan dan lebih dari 110 orng ditembak mati sebelum menjalani proses hukum,” ungkapnya.
Menurutnya tuduhan terlibat dalam aksie terorisme dipakai sebagai alasan untuk menyiksa dan menculik orang karena dengan dalih berbahaya. Cara-cara semacam ini, imbuh Siane, seharusnya diakhiri karena melanggar Hukum dan melanggar HAM.
“Densus dan BNPT seharusnya stop cara kekerasan atas nama terorisme, karena ada banyak fakta yang ternyata salah tangkap dan tidak bisa dibuktikan krn sudah telanjur tewas dalam penangkapan tanpa perlawanan,” tegasnya. (azm/arrahmah.com)