JAKARTA (Arrahmah.id) – Insiden kebakaran mesin pesawat Garuda Indonesia dengan kode penerbangan GIA 1105, yang mengangkut 450 jemaah haji asal Kabupaten Gowa, Sulawesi Selatan, telah menimbulkan kekhawatiran besar.
Pesawat tersebut terpaksa melakukan pendaratan darurat setelah mesin pada sayap sebelah kanan terbakar sesaat setelah lepas landas dari Bandara Internasional Sultan Hasanuddin Makassar, Kabupaten Maros, pada Rabu (15/5/2024) lalu.
Meskipun para jemaah akhirnya dapat diterbangkan ke Madinah dengan pesawat pengganti, insiden ini menimbulkan banyak kekhawatiran dan kegelisahan.
Komisi Nasional Haji dan Umrah (Komnas Haji) menyayangkan terjadinya insiden ini dan mendesak Garuda Indonesia untuk bertanggung jawab penuh.
Ketua Komnas Haji, Mustolih Siradj, menegaskan perlunya evaluasi dan inspeksi menyeluruh terhadap semua pesawat yang digunakan Garuda Indonesia untuk penerbangan haji.
“Kementerian Perhubungan harus segera turun tangan dengan melakukan evaluasi dan inspeksi menyeluruh guna memastikan keselamatan dan keamanan ribuan jemaah haji,” ujar Mustolih dalam keterangan tertulisnya, Jumat (17/5/2024), lansir Inilah.com.
Diharapkan, Kementerian Perhubungan melalui Direktorat Jenderal Perhubungan Udara, meningkatkan pengawasan terhadap operasi penerbangan haji di setiap embarkasi.
Langkah ini mencakup penerjunan Inspektur Keamanan Penerbangan yang bertugas memeriksa fisik pesawat sebelum keberangkatan untuk memastikan setiap unit pesawat laik terbang dan aman.
“Setiap pesawat harus dicek secara fisik dan dokumen perawatannya untuk memastikan semuanya dalam kondisi prima,” tegasnya.
Insiden terbakarnya pesawat Garuda membuat banyak pihak, termasuk jemaah dan keluarga mereka, sangat khawatir. Kementerian Agama sebagai penanggung jawab sektor haji juga menunjukkan kegelisahan dan kekecewaannya.
“Keselamatan dan kenyamanan dalam penerbangan adalah faktor yang tidak bisa ditawar-tawar, terutama mengingat panjangnya prosesi haji yang masih harus dijalani,” lanjut Mustolih.
Insiden ini dinilai berpotensi mencederai upaya dan komitmen pemerintah yang telah berjanji untuk meningkatkan layanan terbaik dengan menjamin kenyamanan dan keamanan seluruh prosesi ibadah haji.
Komitmen ini sangat penting, mengingat penyelenggaraan ibadah haji tahun ini merupakan yang terakhir bagi pemerintahan Presiden Jokowi, dengan jumlah jemaah mencapai rekor tertinggi, yakni 241 ribu orang.
Kegagalan terbang atau keterlambatan maskapai membawa jemaah memiliki implikasi luas terhadap persiapan haji, karena akan mengubah rencana dan jadwal terkait penjemputan, penyediaan konsumsi, transportasi, dan akomodasi.
Semua aspek tersebut tidak gratis dan ditanggung oleh jemaah, terutama banyaknya lansia di dalamnya.
Sebagai tanggung jawab profesional, Garuda Indonesia seharusnya tidak cukup hanya meminta maaf kepada publik. Mereka harus berkomitmen melakukan evaluasi menyeluruh dan meningkatkan ketatnya pemeriksaan pesawat.
Selain itu, Garuda harus memberikan kompensasi dan ganti rugi kepada jemaah yang sempat gagal berangkat, sesuai dengan UU Haji, UU Penerbangan, dan UU Perlindungan Konsumen.
(ameera/arrahmah.id)