BANDUNG (Arrahmah.com) – Komisi IX DPR mendesak Pemerintah RI dalam hal ini Menteri Kesehatan Endang Rahayu Sedyaningsih menolak bantuan tiga juga dosis vaksin flu H1N1 dari WHO karena disinyalir strainnya saat ini tidak cocok lagi untuk dipakai menangani virus tersebut di Indonesia.
“Vaksin itu dikhawatirkan tidak sesuai untuk menangani virus itu karena strainnya tidak cocok untuk penanganan virus flu itu di Indonesia, Komisi IX DPR meminta supaya pemerintah menolak bantuan vaksin itu,” kata anggota Komisi IX DPR Subagyo Partodihardjo di sela-sela kunjungan kerjanya ke PT Bio Farma Bandung, Rabu (24/2).
Subagyo menyebutkan, rencananya WHO akan mengirimkan vaksin H1N1 sebanyak tiga juta dosis itu pada Maret 2010 mendatang. Tapi dengan alasan vaksin itu tidak akan cocok di Indonesia, jelas menurut dia tidak akan banyak gunanya bila dipakai di Indonesia.
Ia menyebutkan, boleh saja vaksin itu masih baru dan tersegel karena memang produk baru, namun bila strain dan spesifikasinya tidak cocok dengan jenis virus H1N1 yang ada di Indonesia, jelas akan mubazir.
DPR sendiri, kata dia belum tahu pertimbangan WHO memberikan bantuan vaksin sebayak itu ke Indonesia. Selain itu pihaknya juga belum mendapat penjelasan rinci terkait bantuan vaksin itu ke Indonesia.
“Virus itu setiap tahunnya berkembang, sehingga harus ditangani oleh strain yang sama tidak bisa menggunakan strain yang berbeda. Bisa saja vaksin itu cocok untuk setahun lalu namun tak akan cocok untuk tahun ini,” katanya.
Namun demikian, Subagyo tidak menyebutkan asal pabrikan vaksin yang didistribusikan melalui WHO itu.
Hal senada juga diungkapkan oleh Komisi IX DPR lainnya yakni Rieke Diah Pitaloka dan Surya Chandra Surapaty. Keduanya menyatakan, kendari sifatnya bantuan namun vaksin itu harus sesuai dengan kebutuhan di dalam negeri.
“Vaksin yang tidak cocok bisa membahayakan, jadi jelas harus mempertimbangkan kecocokan vaksin itu. Jangan dipaksakan masuk, kalau memang tidak akan efektif dipergunakan,” kata Rieke.
Pada kesempatan itu, Rieke Pitaloka juga mendesak agar ada revisi peraturan Menkes (Permenkes) No.1010/ Menkes/ Per/ XI/ 2008 terkait perizinan peredaran obat maupun vaksin oleh Balai Pengawan Obat dan Makanan.
Selama ini aturan registrasi oleh Balai POM hanya dikenakan untuk peredaran obat maupun vaksin yang bukan merupakan bantuan, sedangkan obat dan vaksin bantuan tak diperlukan ijin dan registrasi Balai POM.
“Meskipun sifatnya bantua, tetap harus ada ijin dari Badan POM. Semua obat yang masuk harus melalui pemeriksaan otoritas yang ada, kami akan mengusulkan perubahan Permenkes itu,” kata Rieke.
Sementara itu kunjungan Tim Komisi IX DPR ke PT Bio Farma dalam rangka membahas Riset Biomedis dan Kejrasama Internasional yang selama ini dilakukan oleh PT Bio Farma. Pimpinan Tim Komisi IX DPR, Surya Chandra menyebutkan kerjasama internasional terkait riset biomedis merupakan tuntutan yang tidak bisa dihindarkan lagi.
“Riset bio medis ke depan jelas akan memegang peranan penting, termasuk dalam kerjasama internasional. Namun harus dilakukan dengan azas kesetaraan dan menguntungkan, jangan sampai kerjasama itu disalahkan oleh negara lain,” kata Surya Chandra.
Ia menyebutkan, payung hukum kerjasama riset biomedis saat ini baru dalam bentuk peraturan menteri. Kendati demikian kerjasama riset bio medis yang telah dilakukan oleh pemerintah Indonesia saat ini bisa diteruskan.
“Kerjasama riset bio medis harus dilakukan antara pemerintah dengan pemerintah, tidak bisa pemerintah dengan LSM. Perlu ada kesetaraan di dalamnya, kalau perlu memegang kendalinya,” kata Surya Chandra. (antara/arrahmah.com)