JAKARTA (Arrahmah.com) – Wakil Ketua Umum Partai Gerindra Fadli Zon dilaporkan ke Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) DPR akibat cuitannya beberapa hari lalu.
“Hari ini, Senin, 29 November 2021 saya selaku warga negara Indonesia telah melakukan pengaduan dugaan Pelanggaran Kode Etik terhadap Fadli Zon selaku anggota DPR RI, kepada Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) DPR RI, dan telah diterima pengaduan tersebut oleh sekretariat sekitar pukul 11.05 WIB,” kata mantan politikus Partai Keadilan dan Persatuan Indonesia (PKPI), Teddy Gusnaidi, Senin (29/11/2021), lansir IDN Times.
Teddy melaporkan Fadli Zon karena mencuit di akun Twitter-nya, @fadlizon, soal UU Cipta Kerja.
Dalam cuitannya, Fadli Zon mengatakan UU Cipta Kerja harusnya batal karena bertentangan dengan konstitusi dan banyak masalah sejak awal proses.
“Terlalu banyak ‘invisible hand’. Kalau diperbaiki dalam dua tahun artinya tidak bisa digunakan yang belum diperbaiki,” lanjut Fadli Zon, Sabtu (27/11/2021).
Menurut Teddy, sebagai anggota DPR, Fadli Zon seharusnya menghormati UU Cipta Kerja yang merupakan produk DPR. Fadli, sambungnya, seharusnya tidak membuat framing dengan menuding seolah-olah UU Cipta Kerja hasil legislasi tersebut adalah negatif atau buruk.
“Pernyataan tersebut menurut saya itu sangat berbahaya, kenapa? Karena proses demokrasi, proses legislasi dituding telah dikotori dengan ‘Invisible Hand’. Ini akan berakibat atau berdampak, menimbulkan adanya ketidakpercayaan masyarakat kepada DPR dalam setiap pembuatan undang-undang. Oleh sebab saya meminta kepada MKD DPR untuk memanggil Fadli Zon guna untuk membuktikan ucapannya tersebut siapa orang yang dimaksud Invisible Hand itu?” ungkapnya.
“Ini seolah-olah menuduh pemerintah dan DPR membuat undang-undang titipan, terlebih ini dapat dikategorikan merendahkan, menghina lembaga DPR RI itu sendiri,” lanjutnya.
Teddy juga menilai, statement Fadli Zon bisa memperkeruh keadaan. Menurutnya, statement Fadli Zon di media sosial adalah sebuah pelanggaran.
“Terakhir saya menganggap dan menduga statement Fadli Zon ini sebagai bentuk ketidakpercayaan kepada putusan MK (Mahkamah Konstitusi), padahal MK dalam putusannya masih menyatakan UU Cipta Kerja ini masih berlaku sampai masa perbaiki dua tahun,” pungkasnya.
(ameera/arrahmah.com)