MALI (Arrahmah.com) – Arab Azawad mengadakan sebuah konferensi di Nbeiket Lahouach, Mauritania untuk mendiskusikan situasi wilayah Azawad yang baru menjadi negara Islam itu.
Konferensi tersebut dilakukan selama tiga hari sejak hari Senin (4/6/2012) di sebelah tenggara Mauritania dengan tujuan untuk memecahkan “masalah” yang di Mali Utara yang dikuasai oleh Mujahidin.
Ahmad Elkori, juru bicara konferensi tersebut mengatakan bahwa 95 persen dari mereka yang hadir demi sebuah Mempersatukan Mali dan Sekulerisme.
Terkait konferensi itu, Ossie Sheikh, asisten Amir Ansar Al-Din Iyad Ag Ghaly berkomentar tentang konferensi tersebut bahwa “sangat berhati-hati dari tangan-tangan tersembunyi yang menargetkan persatuan rakyat kami,” dikutip Sahara Media. Dia juga mengatakan bahwa ia harap konferensi tersebut akan menjadi positif dan bahwa hal itu bertujuan untuk menyatukan rakyat.
“Persatuan rakyat hanya akan berada dibawah agama Islam,” katanya.
Sementara menurut Abu Daud, seorang Mujahid Arab dari Jama’ah Tauhid wal Jihad, konferensi tersebut memiliki tujuan lain. “Konferensi ini yang diadakan setiap saat dan kemudian tidak menjawab kebutuhan rakyat dan mereka tidak berbicara atas nama itu, dan mereka yang menyelenggarakannya dari negara lain dan mereka bukan dari rakyat negeri ini, dan mereka memiliki alasan-alasan lain,” ujar Abu Daud.
“Mereka yang memerintah di Azawad sekarang tidak membutuhkan konferensi ini,” tambahnya. Abu Daud menekankan bahwa “para penguasa di Azawad bersepakat dalam penerapan Syari’at Allah, dan konferensi tersebut tentu tidak mendukung Syari’at Islam melainkan mungkin menjadi kendala.”
Mujahidin memperhatikan bahwa diantara mereka adalah para agen untuk memerangi Mujahidin dan terlihat tidak menghasilkan apapun melainkan mungkin berbahaya bagi Mujahidin dan kaum Muslimin pada umumnya.
Selain itu juga ada seruan untuk mempersenjatai para pemuda Azawad untuk mengusir Mujahidin Ansar Al-Din dari Timbuktu, terkait hal ini Abu Daud mengatakan, “ini yang kami takutkan, bahwa mereka mengatakan bahwa mereka ingin memerangi mujahidin atau yang lain menginginkan mereka melakukan hal demikian, atau mereka dipaksa oleh orang dari negara-negara tetangga atas nama untuk memerangi mujahidin dan bertindak dengan opini dan konsultasinya, sementara mereka tetap menjauh dari peluru mujahidin.” Abu Daud menekankan, ” jika orang-orang itu telah memiliki kemampuan untuk memerangi mujahidin, mereka tidak akan dikalahkan oleh tentara Mali dan melarikan diri ke Mauritania dan Aljazair.”
Konferensi yang diadakan oleh orang-orang sekuler Mali itu disinyalir menginginkan ‘persatuan’ dibawah bendera negara murtad untuk memerangi Mujahidin menyusul deklarasi Negara Islam Azawad. Namun jika demikian, mujahidin mengatakan bahwa mujahidin akan memerangi mereka, karena mujahidin memerangi siapa saja yang memerangi Syari’at Allah Subhanahu wa Ta’ala, tidak peduli siapa mereka.
“Mujahidin memerangi siapa yang memerangi Syari’at Allah Subhanahu wa Ta’ala, tidak peduli warna kulit atau nama atau lokasinya, dari Azawad atau Arab atau non-Arab atau lainnya, yang datang untuk memerangi kami, kami akan memeranginya dan kami akan melawan dengan segala kekuatan hingga kami terbunuh atau menang, tidak ada pilihan di hadapan kami kecuali itu,” tegas Abu Daud.
Abu Daud, mewakili Mujahidin lainnya, memberikan nasehat kepada kaum Arab di Nbeiket Lahouach, “kami menasehati kalian karena Allah Ta’ala untuk bertaubat kepada Allah dan kembali ke negara kalian dan menerapkan Syari’at Allah pada diri mereka sendiri dan keluarga mereka, itu lebih baik bagi mereka dari memerangi mujahidin dan berperang melawan Islam dan kaum Muslimin.” (siraaj/arrahmah.com)