JABALIA (Arrahmah.id) – Militer ‘Israel’ mengumumkan pada Ahad malam (20/10/2024) tewasnya komandan Brigade 401, Kolonel Ihsan Daqsa, dan luka serius pada perwira lainnya dalam pertempuran di Jabalia dengan Brigade al-Qassam, sayap militer Gerakan Perlawanan Islam (Hamas).
Media ‘Israel’ melaporkan bahwa Daqsa adalah perwira militer berpangkat tertinggi yang tewas dalam perang yang dilancarkan ‘Israel’ di Jalur Gaza sejak 7 Oktober.
Meskipun Daqsa memegang pangkat militer tertinggi di antara tentara ‘Israel’ yang tewas di Jalur Gaza, sejumlah kolonel tentara pendudukan telah tewas di Gaza sebelum dia dalam beberapa bulan terakhir.
⚡️🚨 Israeli Colonel Ihsan Daqsa, a Druze, killed when a Tiger armored vehicle was blown up along with his team, who had come to receive intelligence information in the field in Jabalia. He was responsible for operations in Jabalia.
Colonel Ihsan Daqsa, who was killed today in… pic.twitter.com/t8HxLXUdwo
— Middle East Observer (@ME_Observer_) October 20, 2024
Genosida Jabalia
Tentara ‘Israel’ telah mencoba menyerang Jabalia dua kali sebelumnya dan gagal. Pada 9 Oktober, ‘Israel’ melakukan upaya paling keras untuk merebut Jabalia guna memaksa penduduk di seluruh wilayah itu untuk memilih antara mati kelaparan, mati di bawah berat bom ‘Israel’ atau menerima pembersihan etnis di selatan.
Brigade 401 Daqsa hanyalah satu dari beberapa brigade yang telah ditugaskan untuk operasi ini. Kolonel ‘Israel’ yang sangat terkenal itu berada di Jabalia untuk menilai kemajuan pertempuran.
Daqsa dan kompinya – komandan tertinggi dari Divisi ke-162 dan Batalyon ke-52 – mengunjungi beberapa bagian wilayah yang mereka anggap paling aman. Tentu saja mereka salah. Perlawanan Palestina terus menunjukkan bahwa tidak ada tempat yang aman bagi militer ‘Israel’ di Gaza.
Mereka yang mendampingi Daqsa dalam misinya juga terluka, beberapa diyakini dalam kondisi kritis.
Tidak Ada Keamanan Bagi Penjajah
Sebagian pihak di ‘Israel’ menduga atau mungkin berharap, bahwa pembunuhan Sinwar akan menjadi awal dari berakhirnya perlawanan di Gaza. Namun, pengumuman ini menunjukkan bahwa yang terjadi adalah sebaliknya.
Perlawanan Gaza tidak didorong oleh semangat seorang pemimpin saja, tetapi oleh dinamika perlawanan itu sendiri sebagai respons langsung terhadap penindasan ‘Israel’ di seluruh Palestina.
Namun perlu dicatat juga bahwa model perlawanan yang sedang berlangsung di Gaza tidak mengikuti hierarki seperti piramida. Sebaliknya, perlawanan ini berada dalam struktur militer yang terdesentralisasi di mana keputusan dibuat oleh komandan lokal di lapangan, dan jika diperlukan, oleh kelompok kecil pejuang yang dapat terdiri dari tiga orang.
Beberapa analis Palestina mengatakan bahwa pembunuhan Daqsa merupakan respons perlawanan terhadap pembunuhan Sinwar. Namun, bagi para pejuang Palestina di jalan-jalan Jabalia, membunuh seorang kolonel tinggi atau seorang prajurit rendahan yang melakukan penyerangan merupakan bagian dari perang berkepanjangan yang hanya dapat berakhir dengan mundurnya para penjajah. (zarahamala/arrahmah.id)