Oleh Lia April
Pendidik Generasi
Keluarga merupakan satuan unit terkecil yang ada dalam masyarakat. Keluarga muslim yang sakinah, mawaddah dan warahmah adalah dambaan dari setiap keluarga yang ada. Di dalamnya terdapat curahan kasih sayang, saling menjaga dan menyayangi diantara sesama anggota keluarga.
Namun, sungguh miris dan ironis melihat fenomena yang banyak terjadi di keluarga saat ini, termasuk di dalamnya adalah keluarga Muslim. Keluarga yang seharusnya menjadi tempat teraman dan ternyaman justru malah sebaliknya. Seperti peristiwa yang terjadi di Jl Sepakat RT 46 Kelurahan Baru Tengah, Kecamatan Balikpapan Barat. Jumat (23/8/2024) sekitar pukul 21.13 Wita, seorang anak yang bernama AR tega membunuh ibu kandungnya yang bernama Hj RK secara keji dengan cara menebaskan parang ke leher sang ibu. (www.procal.co)
Adapula peristiwa yang terjadi di Kota Pontianak yang menimpa seorang bocah berusia enam tahun berinisial ANA di Gang Purnama Agung VII, Blok G3, Jalan Purnama, Kecamatan Pontianak Selatan, Kamis (23/8) malam. Korban ditemukan dalam kondisi yang mengenaskan terbungkus dalam karung. Bocah malang ini sempat dilaporkan hilang sejak pekan lalu dan ternyata pelakunya adalah ibu tirinya sendiri. (daerah.sindonews.com)
Begitu pula yang terjadi di Desa Kasugengan Kidul Kecamatan Depok Kabupaten Cirebon pada jum’at, 23 Agustus 2024 lalu. Seorang anak berinisial K (22) tega menghabisi nyawa ayah kandungnya, yaitu Jana (52). Namun tidak hanya sampai disitu, K juga melakukan penganiayaan kepada adik perempuannya yang bernama Aam. (www.metrotvnews.com)
Penerapan sistem sekularisme dan kapitalisme saat ini telah menjadi biang masalah dan akar pemasalahan mengapa fenomena ini marak terjadi. Seorang anak tega menghilangkan nyawa orang tuanya begitu pun sebaliknya seorang ibu tega membunuh anaknya, atau seorang kakak yang tega menganiaya adiknya.
Sekularisme, telah menjauhkan seseorang dari agamanya karena sistem ini memisahkan agama dari kehidupan. Agama disisihkan, sehingga dalam berbuat cenderung mengedepankan emosi tanpa berpikir panjang. Alhasil perbuatan yang terjadi adalah menyimpang yang tidak sesuai dengan Al Quran dan tuntunan syariat.
Kapitalisme berpandangan bahwa tolok ukur kebahagiaan hanya berdasarkan kepada materi dan diciptakan oleh materi. Karena tolok ukur inilah menyebabkan kasih sayang dan hubungan yang terjalin antara orang tua kepada anak maupun sebaliknya hanya berdasarkan atas materi dan manfaat saja. Sehingga, ketika tidak terpuaskan maka terjadilah kekerasan dan penganiayaan.
Penerapan sekularisme dan kapitalisme di setiap lini kehidupan telah menjadikan rusak dan rapuhnya bangunan keluarga. Sehingga bukan perkara yang mudah untuk setiap keluarga agar bisa menjaga kewarasan dalam tatanan kehidupan keluarganya agar berjalan sesuai dengan syariat dan tuntunan dari Allah Swt.
Islam adalah agama yang sempurna. Di dalamnya mengatur tentang akidah, ibadah, akhlak, pakaian, muamalat, sanksi (uqubat) dan lain sebagainya. Salah satunya adalah mengatur tentang keluarga.
Lantas bagaimana Islam menjaga keluarga muslim agar bangunannya tetap kokoh dan terjaga kewarasannya di tengah gempuran sekularisme-kapitalisme sehingga menjadi keluarga yang sakinah, mawaddah dan warahmah?
Islam akan menanamkan akidah sebagai benteng dalam keluarga sehingga keimanan dari setiap diri anggota keluarga dapat terwujud. Akidah ini pula yang bisa membentuk seseorang berkepribadian islami memiliki pola pikir dan pola sikap yang islami. Keimanan ini tercipta dengan memahami dan meyakini bahwa Allah Swt. adalah Al Khaliq (Sang Pencipta) sekaligus Al Muddabir (Maha Pengatur) artinya bahwa hanya Allahlah yang berhak disembah dan membuat aturan di mana kita selaku manusia selayaknya tunduk dan patuh kepada aturan-Nya. Keimanan ini akan menjaga diri setiap anggota keluarga dari hal yang rusak dan merusak.
Keimanan ini akan menciptakan ketakwaan yang menjadi benteng dan landasan dalam membangun keluarga. Sehingga ketika ada permasalahan yang timbul maka solusinya akan dikembalikan kepada Islam. Sebagaimana firman Allah Swt:
وَمَنْ يَتَّقِ اللَّهَ يَجْعَلْ لَهُ مِنْ أَمْرِهِ يُسْرًا
“Barang siapa bertakwa kepada Allah, niscaya dipermudah urusannya.” (QS At–Thalaq: 4)
Dengan adanya ketakwaan maka akan timbul kesadaran akan hubungannya dengan Allah Swt. (Idrak Shillah Billah). Bersandar hanya kepada Allah dengan mengaitkan segala perbuatan yang dilakukan sehingga menjadikan halal dan haram sebagai standar dalam berbuat. Hal ini pulalah yang menjadikan setiap anggota keluarga selalu terikat dengan hukum syariat. Karena Allah Swt. mengetahui mana yang baik dan yang buruk untuk makhluknya.
Firman Allah Swt yang artinya:
“Bisa jadi kalian tidak menyukai sesuatu, padahal sesuatu itu baik bagi kalian dan bisa jadi kalian menyukai sesuatu padahal sesuatu itu buruk bagi kalian. Allah mengetahui, sedangkan kalian tidak mengetahui.” (QS Al-Baqarah: 216)
Selain itu memiliki pemahaman pemikiran yang lurus dalam Islam yang lurus yang diperoleh dengan mempelajari tsaqofah Islam serta senatiasa saling amar makruf nahi mungkar diantara sesama anggota keluarga. Saling menasihati, mendukung, dan membantu sama lain.
Negara pun tidak luput peranannya dalam menjaga dan membangun akidah umat baik individu maupun masyarakat. Karena dalam Islam negara adalah raa’in (pengurus) yang berperan efektif dalam menjaga fungsi dan peran keluarga. Sebagaimana sabda Rasulullah Saw:
“Imam/Khalifah adalah pengurus dan ia bertanggungjawab terhadap rakyat yang diurusnya.” (HR. Muslim dan Ahmad)
Negara wajib membantu rakyatnya agar bisa hidup tenang, aman dan damai dalam suasana keimanan. Sehingga keluarga sakinah pun dapat tercipta. Dan ketika individu, masyarakat dan negara saling bekerjasama satu sama lain dalam menerapkan syariat secara sempurna maka kokohnya bangunan keluarga muslim akan terwujud.
Wallahua’lam bis shawwab