JAKARTA (Arrahmah.id) – Dirjen Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan (PPKL) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Sigit Reliantoro menilai cara cepat untuk mengurangi polusi udara di Jakarta adalah dengan turunnya hujan.
Sigit menyadari jika tak ada yang bisa memastikan kapan hujan turun. Sambil berseloroh dia pun meminta agar bersama-sama berdoa supaya hujan segera turun.
“Boleh enggak kita berdoa bersama hujan turun? Kalau angin enggak terlalu berpengaruh,” kata Sigit seperti ditayangkan dalam Youtube Kementerian LHK, Ahad (13/8/2023), seperti dilaporkan CNN Indonesia.
“Tapi kalau yang paling berpengaruh adalah hujan karena dia akan membilas udara yang ada di Jakarta. Nah, yang paling efektif adalah hujan itu,” lanjutnya.
Namun demikian, Sigit mengingatkan tidak ada solusi yang instan untuk mengatasi permasalahan tersebut. Sebab, permasalahan udara bukan baru kali ini saja ada.
“Jadi sebetulnya karena ini sudah terakumulasi lama juga maka effort-nya tidak ada yang instan,” ujarnya.
Mengutip riset Vital Strategis, Sigit membeberkan beberapa upaya untuk mengurangi pencemaran udara di Jakarta. Beberapa di antaranya pengadaan kendaraan operasional listrik, pengetatan standar emisi menjadi Euro4, pengadaan bus listrik Transjakarta dan uji emisi kendaraan.
Lalu, peralihan dari angkutan pribadi ke angkutan umum, konversi ke kompor listrik, pengendalian debu dari konstruksi dan pelarangan pembakaran sampah terbuka.
“Kita melihat sebagian sudah dikerjakan. Kemarin Pak Pj Gubernur DKI sudah komitmen menambah 100 kendaraan Tj dengan listrik,” ujarnya.
“Sebetulnya yang penting juga karena dari analisis [pencemaran udara paling banyak] dari transportasi, maka yang kita dorong untuk jangka pendek ini adalah uji emisi berkala,” lanjutnya.
Sebelumnya, kualitas udara di Ibu Kota Jakarta kembali menduduki posisi pertama sebagai kota dengan udara terburuk di dunia, Ahad (13/8) pagi.
Berdasarkan data situs pemantau kualitas udara IQAir pada pukul 06.00 WIB, indeks kualitas udara (AQI) di Jakarta berada di angka 170 atau masuk dalam kategori tidak sehat dengan polusi udara PM2.5.
Situs pemantau kualitas udara dengan waktu terkini tersebut mencatatkan Jakarta sebagai kota dengan udara terburuk di dunia.
Isu kualitas udara buruk di Jakarta bukan barang baru. Pada 2019 lalu, 32 warga yang didampingi Tim Advokasi Gerakan Ibu kota melakukan gugatan class action atas pencemaran udara di Jakarta.
Para tergugat dalam perkara ini adalah Presiden Joko Widodo, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Menteri Dalam Negeri, Menteri Kesehatan, dan Gubernur DKI Jakarta yang saat itu masih dijabat oleh Anies Baswedan.
Tahun 2021, PN Jakarta Pusat menyatakan para tergugat dinyatakan melanggar Pasal UU 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.
Namun, para tergugat melakukan banding ke Pengadilan Tinggi Jakarta. Hasilnya, warga kembali menang. Upaya banding kembali dilakukan pemerintah. Hingga saat ini perkara masih berproses di MA. (haninmazaya/arrahmah.id)