JAKARTA (Arrahmah.com) – “IFJ dan Ketua AJI ngibul” pernyataan yang mereka klaim bahwa media di Indonesia sudah mengelola isu terorisme dengan baik itu berlebihan bahkan cenderung mendramatisir.
Hal itu disampaikan Direktur CIIA (The Community of Ideological Islamic Analyst) Harits Abu Ulya kepada arrahmah.com, Selasa (29/1/2013) Jakarta.
“Apa ukuran AJI bisa meredam aksi terorisme? Pernahkah dilakukan riset yang bisa dipertanggungjawabkan korelasi pemberitaan dalam isu terorisme dengan tingkat kuantiti aksi terorisme?” Katanya.
Lanjut Harits, justru kalau intens memonitoring pemberitaan, baik oleh media cetak,online maupun elektronik tentang terorisme tampak sekali tidak proporsional dan tidak bersikap kritis.
Justru media telah banyak melanggar kaidah-kaidah jurnalistik dalam pemberitaan. Media telah menjadi corong propaganda dari war on terrorism yang dikumandangkan Barat.
“Media telah melakukan pengadilan secara sepihak terhadap orang-orang yang baru terduga teroris.Media sering tendensius mengkaitan aksi terorisme dengan simbol-simbol Islam,”tegasnya.
Kata Harits, media justru mengabaikan fakta sosial kultur masyarakat Indonesia yang mayoritas muslim, dengan mencekoki opini dan propaganda yang menyudutkan Islam sebagai biang terorisme.
“Bahkan, media menjadi alat mindset control untuk membangun persepsi kolektif bahwa teroris adalah kelompok yang memiliki visi politik berbeda dengan kepentingan Barat,” tuturnya.
Mendikreditkan Islam
Harits melihat justru media banyak berperan menjadi provokator dan stimulan aksi kekerasan dan teror di Indonesia. Media mempertontonkan sebuah arogansi penegak hukum, media tidak pernah membeber secara kritis apakah tindakan-tindakan tersebut proporsional atau bahkan berupaya menggali latar belakang secara komprehensif apa yang melatarbelakangi fenomena “terorism” dilevel global maupun lokal.Tapi, media sudah terjerembab dalam kubangan mindset liberal yang searus dengan proyek Barat.
“Jadi pujian-pujian diatas adalah politis dan skenario Barat untuk mengikat paradigma para jurnalis di Indonesia agar seirama dan segendang dengan visi Barat,” paparnya.
Selama 10 tahun terakhir, menurutnya media menyajikan berita “terorisme” dengan kemasan yang sangat tidak etis dan bombastis. Condong menari diatas penderitaan dan ketersinggungan umat Islam, tanpa pernah mau melakukan koreksi jika ada kesalahan.
“Media menurut saya sebagian besar benar-benar telah berhasil mendiskreditkan Islam dan umatnya, dan ini adalah kejahatan sistemik media. Baik dengan latar belakang ekonomi maupun politik yang jadi paradigma penyajian beritanya. Jadi IFJ dan AJI tukang ngibul,” pungkas Harits.
Seperti diberitakan sebelumnya, Federasi Jurnalis Internasional (IFJ) mengklaim Aliansi Jurnalis Independen (AJI) berhasil menangani isu terorisme di Tanah Air. Cara AJI dan media di Indonesia mengelola isu terorisme secara proporsional yang dianggap ampuh meredam aksi terorisme.. Ia mengklaim media telah menyediakan porsi yang cukup untuk korban terorisme. (bilal/arrahmah.com)