JAKARTA (Arrahmah.com) – Saat menyampaikan sambutannya dalam Pengajian Politik Islam di Masjid Agung Al Azhar, Jakarta Selatan, Ahad (29/9/2013), mantan Kepala Staf Kostrad (Kakostrad) Mayjen (Purn) Kivlan Zen mengakui, Ketua Dewan Pembina Partai Gerindra Prabowo Subianto yang pernah menjabat Pangkostrad itu dulu pernah dekat dengan Islam. Tetapi kini Prabowo hanya menjadikan Islam sebagai alat.
“Prabowo dulu dekat dengan Islam karena ditekan LB Moerdani, tapi sekarang dia jadikan Islam sebagai alat,” kata jenderal kelahiran Aceh itu saat menyampaikan sambutan politik dalam Pengajian Politik Islam di Masjid Agung Al Azhar, Jakarta Selatan, Ahad (29/9/2013), seperti diberitakan oleh Suara-Islam.com.
Kivlan yang kini menjadi Caleg dari Partai Persatuan Pembangunan (PPP) itu bercerita mengenai rencana sejumlah perwira ABRI (sekarang TNI) sejak tahun 1968 yang menginginkan kelompok pro Islam yang memimpin negara ini. Rencana ini, kata Kivlan, sudah disusun sejak 1968.
Kivlan menyebut periode 1993-1998 adalah “ijo royo-royo”. Islamophobia terhadap Islam mulai berkurang. Panglima ABRI dijabat oleh Feisal Tanjung. Bersamaan dengan itu orang-orang yang pro terhadap Islam mulai naik posisinya.”Kita menang selama lima tahun,” ungkapnya. “Tapi reformasi 1998 akhirnya menghancurkan semua,” lanjutnya.
Untuk melanjutkan perjuangannya, Kivlan mengaku kini menjadi calon anggota legislatif. Partai yang dipilih adalah PPP. “Partai ini bersejarah,” katanya.
12 kelompok anti Islam kuasai DPR
Menarik untuk disimak, Kivlan Zen juga mengungkapkan, saat ini ada dua belas kelompok anti Islam yang menguasai DPR. Tanpa merinci kedua belas kelompok itu, Kivlan menyebut mereka-mereka inilah yang pada akhirnya menguasai aset negara ini dan mengeluarkan Undang-undang yang berbahaya bagi umat Islam. Padahal jumlah mereka minoritas. “Barangsiapa kuasai DPR dia akan kuasai negara,” tegas Kivlan.
Sebelumnya, Kivlan juga menyampaikan keprihatinannya mengenai kondisi politik umat Islam. Menurut Kivlan, partai-partai Islam kini kalah dari lawan-lawannya. Jika pada awal berdirinya negara ini suara partai Islam mencapai 57 persen, kini hanya tinggal 2 persen saja.”Dulu kekuatan kita di atas, sekarang surut,” ungkap Caleg PPP ini.
Akibat suara partai Islam yang menurun itulah akhirnya terjadi banyak perubahan dalam konstitusi negara. UUD 1945 diamandemen sebanyak empat kali yang memasukkan unsur persamaan hak dan hak asasi manusia. “Saat reformasi, UUD 1945 berubah batang tubuhnya,” kata Kivlan.
“Murdaya Pho, Alvin Lie, ikut disitu. Membetuk UUD berdasarkan persamaan hak,” lanjutnya. Hasilnya, lanjut Kivlan, satu golongan yang non-pribumi asli (cina), akhirnya memegang aset 80 persen. Sedangkan umat Islam memegang sisanya. “Umat Islam mayoritas tapi cuma pegang aset 20 persen. Karena diberi kesempatan bertarung yang sama,” ungkapnya.
(azmuttaqin/suaraislam/arrahmah.com)