LONDON (Arrahmah.com) – Yvonne Ridley, seorang wartawati asal Inggris, membagikan pengalamannya yang menakjubkan dalam menemukan kebenaran agama Islam.
Ridley mengaku bahwa banyak orang yang telah salah dalam memandang agama ini karena berbagai propaganda. Dirinya bahkan tidak terkejut saat banyak media yang bereaksi histeris atas pertimbangannya menjadi seorang Muslim.
“Seorang jurnalis juga menuduh saya menderita Stockholm Syndrome, karena pernah diculik oleh Taliban selama 10 hari,” ujar Ridley, dilansir Islam Web, pada Sabtu (19/8).
Ridley menceritakan, pada awalnya ia berkenalan dengan Islam secara tidak terduga. Saat itu, ia harus berada dalam tahanan Taliban dengan tuduhan memasuki Afghanistan secara ilegal.
Suatu hari, selama penahanan tersebut, Ridley dikunjungi oleh seorang ulama yang bertanya kepadanya pendapat tentang Islam dan apakah ingin menjadi seorang Muslim. Saat itu, ia mengaku sangat ketakutan.
“Selama lima hari saya berhasil menghindari topik agama di negara itu. Jika saya memberikan jawaban yang salah, saya telah meyakinkan diri saya sendiri akan dilempari batu sampai mati,” kata Ridley.
Setelah berpikir dengan hati-hati, Ridley berterima kasih atas tawaran ulama tersebut. Ulama itu menurutnya tidak bersikap memaksa dan mengatakan sulit membuat keputusan karena dirinya sedang berada dalam tahanan.
Namun, dalam hati Ridley saat itu, ia berjanji akan mempelajari Islam jika dibebaskan dan kembali ke Inggris, tepatnya tempat ia menetap di Ibu Kota London.
Beberapa hari kemudian atas dasar kemanusiaan, ia dibebaskan dengan aman dan tanpa satu lukapun atas perintah dari Mullah Omar, pemimpin Taliban. Ridley mengaku para penculik memperlakukan dirinya dengan sopan dan hormat.
Sebagai gantinya, ia menetapi janji untuk mulai mempelajari Islam.
“Ini seharusnya seperti studi akademis, tetapi ketika menelaah tiap halamannya saya menjadi lebih tertarik dan terkesan dengan apa yang saya baca,” kata Ridley.
Untuk lebih mendalami agama Islam, Redley meminta nasihat dan saran dari beberapa akademisi Islam terkemuka, salah satunya Zaki Badawi. Ia juga diberi beberapa buku oleh Sheikh Abu Hamza AI-Masri yang ditemuinya setelah berbagi platform di debat Oxford Union.
Ridley merasa beruntung karena mendapatkan dukungan dan pengertian dari saudara dan saudari Muslim lainnya. Dia mengaku tidak ada satupun dari mereka yang memaksanya untuk menjadi seorang Muslim.
Meski tidak ada paksaan untuk menjadi Muslim, namun Ridley harus menghadapi tekanan dari beberapa teman dan jurnalis, yang tidak suka dia memeluk agama Islam. Ridley mengatakan bahwa mereka merasa tidak nyaman dengannya bukan karena sikap atau perbuatan buruk, namun hanya karena agama yang dianutnya saat ini.
“Anda akan mengira saya telah membuat perjanjian dengan iblis atau ingin menjadi penyihir agung di Ku Klux Klan,” ujar Ridley tentang pandangan orang-orang di sekitarnya.
Ridley juga mengatakan tak sedikit yang menduga dirinya telah dicuci otak. Pada kenyataannya banyak perempuan Muslim yang berpendidikan dan cerdas, bahkan menyadari peran politik.
“Al-Qur’an telah memperjelas semua Muslim, pria dan wanita sama-sama memiliki nilai, spiritualitas dan tanggung jawab,” kata Ridley.
Ridley yang bekerja sebagai wartawan Sunday Express, surat kabar terbitan Inggris, pada September 2001 lalu diselundupkan dari Pakistan ke perbatasan Afghanistan untuk melakukan tugas jurnalistik. Saat itu, perempuan kelahiran tahun 1959 ini mencoba menyusup ke Afghanistan secara ilegal, tanpa paspor maupun visa.
Ridley kemudian tertangkap di sebelah timur Kota Jalalabad. Penyamarannya terungkap ketika ia jatuh dari seekor keledai persis di depan seorang tentara Taliban dan kameranya jatuh. Saat ditangkap, Ridley tengah mengenakan burqa , sejenis busana Muslimah tradisional Afghanistan.
Ketakutanpun mulai merayapi Ridley, ia mulai diinterogasi selama 10 hari tanpa diperbolehkan menggunakan telepon ataupun menghubungi anak perempuannya yang sedang berulang tahun ke-9.
Selama menjalani proses interogasi, Ridley mengaku tidak menyetujui apa yang dilakukan oleh kaum Taliban ataupun apa yang mereka percayai sebagai ‘kebenaran’. Awalnya, bagi Ridley, Taliban sama seperti yang digambarkan media massa Eropa maupun Amerika bahwa kelompok Islam ini disebut sebagai teroris.
Namun, perlakuan yang diterima Ridley selama menjalani masa penahanan dan interogasi justru mengubah semua pandangannya mengenai orang-orang Taliban. Menurutnya, anggapan umum kaum Taliban yang selama ini digambarkan sebagai monster sangat jauh dari realitas. Ridley menilai bahwa orang-orang Taliban adalah orang-orang yang baik dan mereka sangat ramah.
Pengalaman saat ditangkap pasukan Taliban, justru membuatnya mengenal Islam lebih dalam. Dengan bersentuhan langsung dengan kelompok Taliban, Ridley merasakan suatu keganjilan terhadap apa yang di tuduhkan media masa terhadap Taliban. Ridley menyebut kelompok yang oleh banyak negara dicap sebagai teroris ini sebagai keluarga terbesar dan terbaik di dunia.
Dalam jumpa pers yang digelar di Peshwar seusai pembebasannya, Ridley menuturkan bahwa selama dirinya ditahan, secara fisik ia tak pernah diperlakukan dengan buruk oleh Taliban. Bahkan, perlakuan yang diterimanya tergolong cukup istimewa.
Di dalam tahanan, Ridley dipisahkan dengan penghuni lainnya, termasuk para tahanan wanita. Selain itu, secara khusus, ruang tahanannya telah dibersihkan dari segala gangguan kecoa dan kalajengking.
Atas pengakuan Ridley ini, banyak pihak bahwa dia terkena Sindrom Stockholm, di mana sandera malah kemudian memihak penyandera. Tetapi Ridley membantahnya.
Begitu kembali ke Inggris, Ridley membaca Alquran melalui terjemahannya. Ia mencoba memahami pengalaman yang baru dilewatinya.
Setelah membaca Al-Qur’an, hatinya luluh dan takjub. Ia benar-benar takjub karena tak ada satu pun yang berubah dari isi Al-Qur’an ini, baik titik-titinya maupun yang lainnya sejak 1.400 tahun yang lalu.
Ketika mempelajari Islam, Ridley sangat mengagumi hak-hak yang diberikan Islam pada kaum perempuan dan inilah yang paling membuat dirinya tertarik pada Islam. Dalam buku yang ia tulis setelah pembebasannya, Ridley menceritakan bahwa dirinya juga sempat menemui Dr Zaki Badawi, ketua Islamic Centre London, dan berdiskusi dengannya seputar ajaran Islam.
Dari sinilah Ridley memutuskan untuk memilih Islam sebagai keyakinan barunya. Proses keislaman Ridley ini terjadi pada tahun 2003 silam. Mengenai pilihannya ini, Ridley mengungkapkan bahwa dirinya telah bergabung dengan apa yang ia anggap sebagai keluarga terbesar dan terbaik yang ada di dunia ini (Taliban).
Setelah memeluk Islam, Ridley juga memutuskan untuk mengenakan baju Muslim dan jilbab dan masih menjalankan profesinya sebagai seorang wartawan. Dedikasi Ridley sebagai wartawan memang tak diragukan lagi. Ia ini pernah bekerja pada sederet media bergengsi, seperti News of the World, The Daily Mirror, The Sunday Times, The Observer, The Independent, dan Sunday Express.
Redaktur Sunday Express , Martin Townsend, pernah mengungkapkan pendapatnya mengenai Ridley, mengatakan bahwa Ridley adalah seorang jurnalis yang sangat berpengalaman dan berani. Selain itu, Colin Patterson, wakil redaktur dari Sunday Sun, menyebut Ridley sebagai pribadi yang hangat dan bersahabat. (rafa/arrahmah.com)