(Arrahmah.com) – Diriwayatkan dari Atha’ ia berkata bahwa Abu Muslim al-Khaulani apabila ia pulang ke rumah dari masjid, ia bertakbir di depan pintu rumahnya, lalu isterinya pun bertakbir. Jika ia berada di halaman rumahnya ia bertakbir pula, maka isterinya pun menjawab takbirnya.
Pada suatu malam ia bepergian kemudian setibanya di rumah ia bertakbir, namun tidak seorang pun yang menjawab. Biasanya apabila ia masuk ke rumah, isterinya segera mengambilkan sorban dan sandal kemudian menghidangkan makanan untuk beliau.
Setelah ia masuk rumah, ternyata ruangan gelap, tidak ada lampu di dalamnya. Sementara itu ia temukan isterinya sedang duduk termenung di dalam rumah, menundukkan kepala sambil memainkan sebatang kayu lalu Abu Muslim bertanya, “Ada apa denganmu?”
Isterinya menjawab, “Engkau memiliki kedudukan di sisi Mu’awiyah namun kita tidak memiliki pembantu, kalau saja engkau mau meminta pembantu kepadanya, tentu beliau akan membantu kita dan pasti memberi.”
Abu Muslim menimpali, “Ya Allah siapa saja yang telah merusak isteriku maka butakanlah matanya.”
Sebelumnya, ada seorang wanita mendatangi isteri Abu Muslim, ia sempat berkata, “Suamimu mempunyai posisi menguntungkan di mata Mu’awiyah, alangkah bahagianya kamu sekiranya kamu berbicara kepada suami agar dia meminta seorang pembantu kepada Mu’awiyah, pasti ia akan memenuhi permintaanmu.”
Ketika wanita (penghasut) tadi sedang duduk di rumahnya, tiba-tiba ia tidak bisa melihat. Ia bertanya, “Mengapa lampu kalian padam?” Orang-orang menjawab, “Tidak!” Maka sadarlah ia akan dosanya.
Kemudian ia menemui Abu Muslim sambil menangis, ia mohon agar Abu Muslim berkenan untuk berdoa kepada Allah demi kesembuhan matanya. Abu Muslim pun merasa kasihan kepadanya, lalu beliau mendoakan untuk kesembuhannya dan Allah mengembalikan penglihatannya.
Dinukil dari Al-Hilyah, 2/130
(fath/alsofwah.or.id/arrahmah.com)