(Arrahmah.com) – Nama lengkap sahabat yang mulia ini adalah Sa’ad bin Malik bin Uhaib bin Abdu Manaf bin Zuhrah bin Kilab bin Murrah bin Ka’ab bin Luay. Marganya adalah Bani Zuhrah. Sukunya adalah Quraisy. Nama pendek dan nama populernya adalah Sa’ad bin Abi Waqash. Nama panggilannya adalah Abu Ishaq. Jadi ia adalah Abu Ishaq Sa’ad bin Abi Waqash Az-Zuhri Al-Qurasyi.
Nasab Sa’ad bin Abi Waqash bertemu dengan nasab Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa salam pada Kilab bin Murrah. Sa’ad bin Abi Waqash masih terhitung paman Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa salam dari jalur ibu beliau, dimana ibu beliau Aminah binti Wahb juga berasal dari keluarga Zuhrah bin Kilab.
Sa’ad bin Abi Waqash radhiyallahu ‘anhu adalah salah seorang dari delapan orang yang pertama kali masuk Islam di awal dakwah (as-sabiqun al-awwalun). Ia adalah sahabat yang pertama kali melepaskan anak panah dalam pertempuran melawan kaum musyrikin Quraisy, yaitu pada tahun 1 H saat ia bersama dalam pasukan Ubaidah bin Harits bin Muthalib.
Sa’ad bin Abi Waqash ikut perang Badar, Uhud, Khandaq dan peperangan-peperangan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa salam setelahnya. Ia juga ikut dalam peristiwa Bai’at Ridhwan menjelang terjadinya perjanjian Hudaibiyah. Dalam perang Uhud ia membela Nabi Shallallahu ‘alaihi wa salam mati-matian sampai beliau memujinya. Dalam peristiwa penaklukan kota Makkah ia termasuk salah satu dari tiga pemegang panji muhajirin. Dalam perang Khaibar ia bersama Ali bin Abi Thalib menaklukkan sebuah benteng.
Ia salah seorang dari sepuluh orang yang diberi kabar gembira dengan surga oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa salam (al-mubasyarun bil jannah). Ia salah seorang dari enam orang ahlu syura yang ditunjuk oleh Umar bin Khathab radhiyallahu ‘anhu untuk memilih khalifah baru sepeninggal beliau.
Sa’ad bin Abi Waqash radhiyallahu ‘anhu dikenal luas sebagai seorang yang ahli memanah dan seorang yang doanya sangat terkabul. Pada masa khalifah Umar bin Khathab radhiyallahu ‘anhu ia memimpin pasukan Islam dalam penaklukan Imperium Persia, khususnya dalam perang besar Qadisiyah, penalukan ibukota Persia yaitu Madain dan perang Jalula’. Ia pula yang pertama kali membangun kota Kufah di negeri Irak.
Kisah jihad dan doa Sa’ad bin Abi Waqash radhiyallahu ‘anhu sangat masyhur dan sering didengar oleh kaum muslimin.
Namun ada sifat utama Sa’ad bin Abi Waqash radhiyallahu ‘anhu lainnya yang juga penting untuk diketahui oleh kaum muslimin. Sifat tersebut adalah kedermawan dan kegemaran Sa’ad bin Abi Waqash radhiyallahu ‘anhu dalam berinfak fi sabilillah.
Sa’ad bin Abi Waqash radhiyallahu ‘anhu adalah seorang sahabat yang kaya raya. Sampai masa pelaksanaan haji Wada’ tahun 10 H ia hanya memiliki seorang anak perempuan. Saat itu ia sakit berat di kota Makkah dan mengira kematiannya sudah dekat, maka ia pernah berkonsultasi kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa salam untuk mewasiatkan sebagian besar hartanya untuk kepentingan jihad fi sabilillah.
Sa’ad bin Abi Waqash radhiyallahu ‘anhu bercerita: “Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa salam menjenguk saya pada saat haji Wada’ karena saya mengalami sakit parah yang saya rasakan sudah dekat dengan kematian saya. Maka saya berkata kepada beliau:
يَا رَسُولَ اللَّهِ بَلَغَ بِي مِنْ الْوَجَعِ مَا تَرَى وَأَنَا ذُو مَالٍ وَلَا يَرِثُنِي إِلَّا ابْنَةٌ لِي وَاحِدَةٌ أَفَأَتَصَدَّقُ بِثُلُثَيْ مَالِي
“Wahai Rasulullah, sakit saya telah sampai pada taraf yang Anda lihat, sementara saya adalah orang yang banyak harta namun ahli waris saya hanyalah seorang anak perempuan. Apakah saya boleh mensedekahkan dua pertiga harta saya?”
Beliau menjawab: “Jangan!”
Saya bertanya lagi:
أَفَأَتَصَدَّقُ بِشَطْرِهِ
“Apakah saya boleh mensedekahkan setengah harta saya?”
Beliau menjawab: “Jangan!”
Saya bertanya lagi: “
فَالثُّلُثِ
“Apakah saya boleh mensedekahkan sepertiga harta saya?”
Beliau menjawab:
الثُّلُثُ وَالثُّلُثُ كَثِيرٌ إِنَّكَ أَنْ تَذَرَ وَرَثَتَكَ أَغْنِيَاءَ خَيْرٌ مِنْ أَنْ تَذَرَهُمْ عَالَةً يَتَكَفَّفُونَ النَّاسَ وَلَسْتَ تُنْفِقُ نَفَقَةً تَبْتَغِي بِهَا وَجْهَ اللَّهِ إِلَّا أُجِرْتَ بِهَا حَتَّى اللُّقْمَةُ تَجْعَلُهَا فِي فِي امْرَأَتِكَ
“Ya, kalau sepertiga boleh, namun sepertiga itu juga sudah jumlah yang banyak. Engkau meninggalkan ahli warismu dalam keadaan kaya itu lebih baik daripada engkau meninggalkan mereka dalam keadaan orang miskin yang menggantungkan hidupnya pada masyarakat. Tidaklah engkau menginfakkan hartamu untuk mencari wajah Allah melainkan engkau akan mendapatkan pahalanya, sampai sesuap makanan yang engkau masukkan ke mulut istrimu.” (HR. Bukhari no. 6373 dan Muslim no. 1628)
Allah Ta’ala ternyata berkehendak lain. Sa’ad bin Abi Waqash sembuh dari sakit berat yang ia alami tersebut. Allah Ta’ala panjangkan usian Sa’ad bin Abi Waqash 40 tahun, sehingga ia baru meninggal pada tahun 55 H. Allah Ta’ala juga mengaruniakan banyak harta dan anak kepada Sa’ad bin Abi Waqash.
Sifat kedermawanan Sa’ad bin Abi Waqash tidak berkurang sedikit pun sepanjang hidupnya. Kegemarannya berinfak sama sekali juga tidak membuatnya bangkrut dan jatuh miskin.
Putrinya, Aisyah binti Sa’ad bin Abi Waqash, bercerita: “Ayahku mengirimkan zakat hartanya kepada gubernur Marwan [bin Al-Hakam Al-Umawi] sebesar 5000 dinar. Pada hari ia wafat, ia meninggalkan warisan sebesar 250.000 dinar.” (Adz-Dzahabi, Siyar A’lam An-Nubala’, 1/123)
Semoga kisah kedermawanan sahabat yang mulia ini bisa ditiru oleh kaum muslimin hari ini. Wallahu a’lam bish-shawab.
(muhib al majdi/arrahmah.com)