(Arrahmah.com) – Di antara poin Perjanjian Hudaibiyah adalah siapa yang ingin bergabung menjadi sekutu kaum muslimin, maka ia ias bergabung. Siapa yang ingin menjadi sekutu Quraisy, maka ia juga dipersilahkan untuk bersama mereka. Kabilah Khuza’ah menjadi sekutu Rasulullah ﷺ. Sedangkan seteru mereka, bani Bakr bergabung dengan kafir Quraisy.
Sejak dulu, perang dan sengketa selalu terjadi antara dua kabilah ini. Perjanjian damai ini dimanfaatkan oleh bani Bakr untuk membalas dendam terhadap orang-orang Khuza’ah. Mereka pun melakukan penyerangan mendadak di malam hari. Mereka bunuh orang-orang Khuza’ah. Parahnya, pengingkaran poin perjanjian itu didukung oleh Quraisy. Mereka membantu sekutu mereka dengan menyiapkan senjata dan pasukan untuk memerangi sekutu Rasulullah ﷺ. Segera setelah pengkhianatan itu, Amr bin Salim al-Khuza’I berangkat menuju Madinah. Ia mengabarkan kepada Nabi ﷺ tentang pengkhianatan Quraisy dan sekutunya (al-Iktifa bima Tadhammanahu min Maghazi Rasulullah wa ats-Tsalatsati al-Khulafa oleh Sulaiman al-Kula’i: 2/177).
Orang-orang Quraisy segera bergerak melangkah. Mereka mengirim Au Sufyan ke Madinah untuk memperbarui perjanjian mereka dengan kaum muslimin. Namun apa yang mereka lakukan sudah tidak bermanfaat. Rasulullah ﷺ telah memerintahkan kaum muslimin untuk menyiapkan pasukan menuju Mekah.
Pada tanggal 20 Ramadhan 8 H, pasukan kaum muslimin berangkat dari Madinah menuju Mekah. Rasulullah ﷺ memimpin pasukan besar yang berjumlah 10.000 sahabat. Dan Abu Dzar al-Ghifari ditugasi menjadi pengganti beliau di Madinah. Sesampainya di daerah Juhfah, Rasulullah ﷺ berjumpa dengan pamannya, al-Abbas bin Abdul Muthalib, ia hijrah keluar Mekah sebagai seorang muslim. Kemudian al-Abbas mengendari bighal putih milik Rasulullah ﷺ. Ia mencari salah seorang Quraisy agar meminta jaminan keamanan kepada Rasulullah ﷺ sebelum beliau memasuki Mekah.
Di saat bersamaan Abu Sufyan pun sibuk mengendap-endap, mencari tahu perkembangan keadaan. Al-Abbas bertemu dengannya. Lalu ia mengajak Abu Sufyan menemui Rasulullah ﷺ untuk meminta jaminan keamanan. Keduanya pun berangkat menemui Rasulullah ﷺ.
Ketika keduanya berjumpa dengan Rasulullah ﷺ, beliau bersabda, “Celaka engkau Abu Sufyan, bukankah sudah tiba saatnya bagimu untuk mengetahui bahwa tiada ilah (sesembahan) yang berhak disembah selain Allah? Bukankah sudah tiba saatnya bagimu untuk mengetahui bahwa aku adalah utusan Allah?”
Al-Abbas menimpali, “Celaka engkau apabila tidak juga memeluk Islam”.
Kemudian Abu Sufyan mengikrakan syahadat yang jujur. Rasulullah ﷺ pun memuliakannya degan sabda beliau,
من دخل دار أبي سفيان فهو آمن
“Siapa yang masuk ke dalam rumah Abu Sufyan, maka dia aman.” (HR. Muslim, Kitabul Jihad, 1780).
Ketika pasukan kaum muslimin tengah bergerak memasuki Mekah, Rasulullah ﷺ memerintahkan al-Abbas agar membawa Abu Sufyan ke sisi Kota Mekah agar ia melihat tentara-tentara Allah. Kabilah-kabilah kaum muslimin lewat di hdapat Abu Sufyan dan al-Abbas memperkenalkan siapa mereka. Hingga Rasulullah ﷺ lewat bersama batalionnya. Bersama Muhajirin dan Anshar.
Abu Sufyan berkata, “Subhanallah! Tidak ada pasukan manapun yang bisa menang menghadapi mereka”. Kemudian ia bersegera menuju kaumnya, lalu berteriak, “Wahai orang-orang Quraisy, ini Muhammad. Ia telah datang kepada kalian dengan pasukan yang tidak akan sanggup kalian lawan”. Mendengar hal itu, orang-orang pun kocar-kacir. Mereka berlarian ke rumah-rumah mereka dan ke masjid (Uyunil Atsar fi Funun al-maghazi wa asy-Syamail wa as-siyar, 2/188).
Rasulullah ﷺ masuk Kota Mekah dengan penuh ketawadhuan, merendahkan dirinya kepoada Allah ﷻ yang telah memuliakan beliau dengan membebaskan Kota Mekah. Beliau telah membagi pasukannya ke dalam beberapa brigade, mengepung Kota Mekah dari segala sisi.
Kasih Sayang Rasulullah ﷺ Terhadap Musuh
Pasukan Islam memasuki Kota Mekah dan tidak ada kabilah Quraisy yang mampu menghadang mereka. Kemudian Rasulullah ﷺ dan para sahabatnya masuk ke dalam Masjid al-Haram. Beliau pun mencium Hajar Aswad. Saat itu kondisi Ka’bah begitu mengenaskan, setidaknya ada 360 berhala di sekelilingnya. Beliau pun menghancurkan Tuhan-Tuhan selain Allah tersebut. Beliau membaca firman Allah ﷻ,
جَاءَ الْحَقُّ وَزَهَقَ الْبَاطِلُ إِنَّ الْبَاطِلَ كَانَ زَهُوقًا
Yang benar telah datang dan yang batil telah lenyap”. Sesungguhnya yang batil itu adalah sesuatu yang pasti lenyap.” (Qs. Al-Isra’: 81)
جَاءَ الْحَقُّ وَمَا يُبْدِئُ الْبَاطِلُ وَمَا يُعِيدُ
“Kebenaran telah datang dan yang batil itu tidak akan memulai dan tidak (pula) akan mengulangi.” (Qs. Saba’: 49).
Berhala-berhala itu hancur lebur di hadapan beliau. Setelah itu, barulah beliau melaksanakan thawaf.
Kemudian Nabi ﷺ memanggil Utsman bin Thalhah dan menyerahkan kunci Ka’bah kepadanya. Beliau meminta Utsman agar membuka Ka’bah, lalu beliau memasukinya. Nabi ﷺ melihat gambar-gambar di dalamnya. Segera gambar tersebut beliau hapus. Kemudian melaksanakan shalat di dalam Ka’bah. Setelah itu Nabi ﷺ keluar menjumpai kerumunan orang-orang Quraisy yang menunggu putusan beliau.
Dengan memegangi pinggiran pintu Ka’bah, beliau bersabda:
“لا إِله إِلاَّ الله وحدَّه لا شريكَ له، لَهُ المُلْكُ وله الحمدُ وهو على كَلِّ شَيْءٍ قديرٌ، صَدَقَ وَعْدَه ونَصرَ عَبْدَه وهَزمَ الأحزابَ وحْدَه
“Wahai orang Quraisy, sesungguhnya Allah telah menghilangkan kesombongan jahiliyah dan pengagungan terhadap nenek moyang. Manusia dari Adam dan Adam dari tanah.”
يَا أَيُّهَا النَّاسُ إِنَّا خَلَقْنَاكُمْ مِنْ ذَكَرٍ وَأُنْثَى وَجَعَلْنَاكُمْ شُعُوبًا وَقَبَائِلَ لِتَعَارَفُوا إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِنْدَ اللَّهِ أَتْقَاكُمْ إِنَّ اللَّهَ عَلِيمٌ خَبِيرٌ
“Wahai orang Quraisy, apa yang kalian bayangankan tentang apa yang akan aku lakukan terhadap kalian?”
Merekapun menjawab, “Saudara yang mulia, anak dari saudara yang mulia.”
Beliau bersabda, “Aku sampaikan kepada kalian sebagaimana perkataan Yusuf kepada saudaranya:
لاَ تَثْرِيبَ عَلَيْكُمُ الْيَوْمَ
‘Pada hari ini tidak ada cercaan atas kalian. Allah mengampuni kalian. Dia Maha penyayang.’ Pergilah kalian! Sesungguhnya kalian telah bebas!” (as-Sirah an-Nabawiyah oleh Ibnu Hisyam, 5/74).
Beliau maafkan banyak orang yang telah menyakiti beliau, kecuali 9 orang tokoh mereka. Nabi ﷺ memerintahkan agar kesembilan orang tersebut dihukum mati apabila ditemukan. Walaupun mereka berlindung di balik tirai Ka’bah.
Setelah itu beliau kembalikan kunci Ka’bah kepada Utsman bin Thalhah. Lalu beliau perintahkan Bilal naik ke atas Ka’bah untuk mengumandangkan adzan
Khutbah Fathu Mekah
Di hari kedua, Rasulullah ﷺ berkhutbah:
“Sesungguhnya kota ini, Allah telah memuliakannya pada hari penciptaan langit dan bumi. Ia adalah kota suci dengan dasar kemuliaan yang Allah tetapkan sampai hari Kiamat. Tidak halal bagi orang sebelumku (berperang di dalamnya), ataupun orang sesudahku, demikian juga atas diriku, kecuali hanya sementara waktu. Tidak boleh diburu hewan-hewannya. Tidak boleh dicabut durinya. Tidak boleh menebang pepohonanya. Dan tidak boleh diambil barang temuannya, kecuali bagi mereka yang hendak mengumumkannya.” (HR. al-Bukhari, Kitab al-Maghazi, 4059).
Kemudian laki-laki dan wanita-wanita Mekah membaiat Rasulullah ﷺ, berjanji menaati beliau. Beliau menetap di Mekah selama 19 hari. Mengajarkan Islam. Membimbing manusia dan menghancurkan berhala.
Sumber: islamstory.com
Oleh Nurfitri Hadi (@nfhadi07)
(fath/kisahmuslim/arrahmah.com)