CHRISTCHRUCH (Arrahmah.com) – “Saya selamat karena berpura-pura mati,” kata Mustafa Boztaş, seorang pria Turki yang selamat dari serangan brutal, meskipun dia mengalami cedera pada kakinya.
Boztaş hanyalah satu dari beberapa puluh saksi mata yang selamat dari serangan brutal teroris yang terjadi di sebuah masjid di kota Christchurch, Selandia Baru pada Jum’at (15/3/2019). Sebuah serangan yang menewaskan 49 orang dengan puluhan lainnya luka-luka.
“Segala sesuatu terjadi secara tiba-tiba saat imam sedang menyampaikan khutbah,” kata Boztaş kepada TRT HABER Turki.
“Saya tiarap di lantai dan saya melihat teroris tersebut mendekati saya. Dia menembak kaki saya dan saya pura-pura mati,” katanya. Dia juga menambahkan bahwa meskipun begitu dekat, dia tidak bisa melihat wajah sang teroris.
Setelah ditembak, Boztaş melihat bahwa ada sebuah jendela terbuka di dekatnya dan dengan cepat menggunakannya untuk melarikan diri dari masjid, menyelamatkan dirinya.
Menurut Boztaş, dibutuhkan sekitar 20 menit bagi pasukan keamanan untuk mencapai masjid setelah serangan berlangsung dan dia adalah salah satu dari beberapa orang terakhir yang mereka tanyai karena masjid sangat ramai.
Saksi lain, Len Peneha, mengatakan dia mendengar rentetan tembakan setelah seorang pria berpakaian hitam memasuki Masjid Al Noor.
Orang-orang mulai berhamburan dengan penuh ketakutan, mereka berusaha melarikan diri, kata Peneha kepada Associated Press. “Saya melihat jenazah berserakan di mana-mana,” kata Peneha, yang masuk ke masjid untuk membantu para korban dan mengatakan bahwa dia melihat pria bersenjata itu sebelum petugas keamanan tiba.
Satu hal yang dikatakan oleh semua saksi mata adalah bahwa sebelum insiden itu terjadi, tidak ada tanda sama sekali bahwa serangan itu akan terjadi dan menewaskan puluhan orang hanya dalam hitungan menit.
“Semuanya begitu hening ketika khotbah dimulai,” kata Ramzan, saksi lain, “Bahkan karena begitu heningnya, Anda dapat mendengar sebuah pin yang jatuh,” katanya menggambarkan keheningan sebelum serangan brutal terjadi.
Sebagai seorang pria yang menggunakan kursi roda, Ramzan tidak mampu untuk melarikan diri dari tempat kejadian. “Saya bisa mendengar teriakan dan tangisan, saya melihat beberapa orang diterjang peluru dan kemudian tewas. Beberapa orang berhasil melarikan diri, tapi saya di kursi roda, jadi saya tidak bisa ke mana-mana,” katanya.
Penembakan, yang berlangsung sekitar enam menit, dimulai di ruang utama masjid. “Saya berada di ruang samping, jadi saya tidak melihat siapa yang menembak tetapi saya melihat beberapa orang berlari ke ruangan di mana saya berada. Saya melihat beberapa orang berlumuran darah dan beberapa orang pincang,” kata Ramzan, menyadari bahwa sesuatu yang serius sedang terjadi.
Ramzan tidak bisa pergi sampai penembakan berakhir. Ketika suara tembakan berhenti, dia mendorong mendorong kursi rodanya ke ruang utama masjid dan mencoba menemukan istrinya sambil membantu orang lain.
“Di sebelah kanan, saya melihat lebih dari 20 orang yang tergeletak, beberapa sudah tewas, namun ada yang masih menjerit. Di sebelah kiri ada 10 orang atau lebih, beberapa dari mereka juga sudah tewas,” katanya, dia juga menambahkan bahwa terdapat “ratusan” selongsong peluru yang berserakan di lantai.
Farid Ahmed, saksi mata lain, cukup beruntung karena bisa bersembunyi di bawah bangku di dalam masjid dan berhasil melarikan diri dari tembakan teroris. Ahmed mengatakan kepada Guardian bahwa penembak pergi ke semua ruangan yang ada di dalam masjid dan “menembaki semua orang”.
“Orang-orang bergegas berlari keluar dan sang teroris memberondong mereka dengan tembakan, jadi, saya tahu saya tidak punya peluang,” katanya. “Ada bangku dan saya berusaha berlindung di bawahnya meskipun hanya sebagian tubuh saya yang tertutupi. Saya kemudian berpura-pura menghentikan napas,” kata Ahmad, menunjukkan bahwa ia berpura-pura mati seperti halnya Boztaş.
“Teroris tersebut mengisi ulang peluru sebanyak tujuh kali. Dor, Dor, Dor, dan ketika suara tembakan berhenti maka dia akan mengganti peluru lagi,” kata Ahmad.
Penembakan yang dilakukan teroris secara beruntun dan tidak pandang bulu adalah topik lain yang disetujui para saksi mata.
Berbicara kepada Stuff.co, Ahmad Al-Mahmoud mengatakan bahwa ketika penembak datang dan menembak semua orang di masjid, orang-orang berusaha membuka pintu yang tertutup dan menghancurkan jendela.
“Kami berusaha membuat semua orang lari dari ruangan itu karena kami tidak bisa mengeluarkan semua orang melalui satu pintu,” katanya, dia menambahkan bahwa karena penyerang mengenakan helm, mereka tidak dapat melihat wajahnya dengan benar.
“Ada setidaknya lebih dari 50 peluru atau mungkin mencapai ratusan,” tambahnya.
Mohan Ibrahim adalah saksi mata lain yang sangat terkejut dengan serangan itu. “Masih ada satu teman saya di dalam. Saya berusaha menelepon teman-teman saya tetapi banyak dari mereka yang belum saya ketahui kabarnya. Saya khawatir akan kondisi teman-teman saya,” kata Ibrahim kepada New Zealand Herald tepat setelah insiden itu.
Ibrahim bukan satu-satunya yang kehilangan jejak orang-orang yang dicintainya setelah serangan itu. Saksi lain mengatakan kepada saluran TVNZ bahwa sejak penembakan itu terjadi dia belum melihat istrinya, yang juga berada di masjid.
Ada juga anak-anak yang berada di dalam masjid saat kejadian mengerikan itu berlangsung.
Seorang pria mengatakan kepada CNN bahwa dia melihat seorang pria bersama “putrinya yang berusia skitar 3 atau 4 tahun” yang tertembak di punggungnya.
“Pria itu berteriak, berusaha membawa anaknya ke rumah sakit, namun ambulans tidak bisa masuk ke lokasi hingga kondisi dinyatakan aman, jadi saya berinisiatif untuk membawa mereka dan pria lain yang tertembak di kakinya dengan truk saya ke rumah sakit,” ungkapnya. (Rafa/arrahmah.com)