Ketika saya menemukan diri saya seorang gay…
Saya lahir dalam sebuah keluarga Muslim yang ta’at. Semua anggota keluarga saya menjaga sholat lima waktu, berpuasa di bulan Ramadhan, dan menjalankan semua ritual dan ajaran Islam. Orangtua saya melaksanakan Hajji pada tahun 1970-an. Ada 14 bersaudara dalam keluarga. Saya yang ke-11 dan anak laki-laki yang terakhir dari 5 saudara laki-laki dan 9 saudari perempuan. Saya dekat dengan saudari-saudari perempuan saya dan ibu saya membandingkan dengan saudara-saudara laki-laki saya. Ayah saya meninggal ketika saya berusia 10 tahun.
Saya merasa tertarik kepada laki-laki ketika saya muda. Mungkin rasa itu berkembang ketika saya berusia 10 tauhn. Pada usia 14 tahun, saya tahu bahwa saya tidak ingin untuk menikah karena saya tidak tertarik kepada wanita. Saya berpikir bagaimana saya akan menghadapi saudara dan saudari saya ketika mereka semua akan menikah dan saya tetap single.
Dunia saya membingungkan seiring dengan saya bertanya pada diri sendiri, ‘mengapa laki-laki menikahi wanita ketika dalam kenyataannya mereka mencintai laki-laki?’. Kemudian saya sadar bahwa hanya saya yang merasa hal itu. Saya tidak pernah dilecehkan oleh siapapun. Saya masih tidak tahu mengapa ini mempengaruhi saya.
Pengalaman Sex Sesama Jenis
Entah bagaimana, waktu berlalu begitu cepat dan saya telah menghadapi kenyataan ini bahwa saya masih melajang selamanya. Untungnya, beberapa saudara dan saudari saya telah menikah ketika saya masih belajar di Amerika Serikat. Ketika saya menyelesaikan gelar saya, saya tinggal di Kuala Lumpur, jauh dari keluarga saya. Oleh karena itu, saya bisa melarikan diri dari pertanyaan pernikahan.
Pengalaman sex sesama jenis (Same Sex Experience – SSE) pertama saya dimulai pada saat hari-hari kuliah. Itu terus berlanjut setelah menyelesaikan studi saya ketika saya menetap kembali di Kuala Lumpur.
Melangkah lebih jauh, karena pekerjaan saya membawa saya ke Timur Tengah. Selama waktu itu, saya masih terus sholat. Terkadang, saya merasa sangat malu untuk menghadap Allah pada saat sholat karena saya baru saja melakukan sex sebelumnya. Terkadang, saya menanti hingga hari berikutnya.
Meskipun karir saya naik, saya merasakan kekacauan dalam hidup saya. Karir saya tidak berjalan semulus yang saya inginkan. Hidup saya kosong dan emosi yang tidak stabil karena saya terus berganti-ganti pasangan. Kemudian, saya membaca sebuah hadits tentang mereka yang melakukan sodomi.
Dua tahun kemudian, saya keluar dari pekerjaan. Saya pikir bahwa itu adalah saat terburuk dalam hidup saya ketika kenyataannya itu adalah saat terbaik yang pernah ada. Saya mulai membaca terjemahan Al-Qur’an. Imam di sebuah Masjid kecil membaca hadits (dari kitab Imam An-Nawawi) setiap pagi setelah sholat Subuh. Saya sekarang menyadari, betapa hadits-hadits ini telah membentuk hidup dan pemikiran saya.
Saya juga membaca biografi Nabi Muhammad (shalallahu ‘alaihi wa sallam) dan biografi 10 sahabat (radhiallahu ‘anhum) yang dijanjikan Jannah. Kisah-kisah ini menggerakkan hati saya.
Meskipun dengan semua itu, saya masih melanjutkan SSE saya, karena kebiasaan buruk susah hilang. Selama masa enam bulan bekerja, Allah mengajari saya bagaimana untuk berserah diri kepada-Nya. Ketika saya lapar, tanpa ada makanan untuk dimakan, Allah mengirimkan orang-orang yang menawari saya untuk makan bersama mereka. Saya tidak meminta kepada Allah untuk ini. Dia (Allah) sangat memahami saya. Saya merasa bahagia.
Berserah diri kepada Allah adalah titik balik dalam hidup saya. Membaca terjemahan Al-Qur’an telah mengubah persepsi saya dalam berpikir dan melihat dunia ini. Saya membaca buku Road to Mecca karangan Muhammad Assad. Saya merasa sepenuhnya seperti seorang Muslim yang baru. Namun meskipun dengan semua itu, saya masih melakukan SSE.
Kata-kata dari Nabi Luth (‘alaihisalam) kepada ummatnya membuat saya merenung. “Hai kaumku, inilah puteri-puteriku, mereka lebih suci bagimu,” (Huud: 78)
Saya tersenyum sinis, karena saya tahu ummat itu tidak tertarik kepada wanita, bagaiamana dia menawarkan putri-putrinya? Tetapi lagi-lagi, ini adalah perkataan seorang Nabi (yang difirmankan oleh Allah dalam Al-Qur’an – pen), pasti ada kebenaran padanya.
Maret lalu, ketika saya membaca Al-Qur’an setelah sholat Subuh, saya berdo’a dalam hati bahwa semoga Allah memberikan saya seorang pasangan wanita. Saya ingin mengakhiri semua ini. Saya lelah dengan hidup saya. Saya merasa seperti setiap kali saya mendaki tangga untuk mencapai tingkat keimanan yang lebih tinggi, saya jatuh ketika saya melakukan SSE.
Menikah (Solusi)
Dengan menikah, saya dapat menyalurkan hasrat seksual saya sesuai dengan Islam. Dalam satu minggu, Allah mengirim seseorang yang ingin mengenalkan saya kepada tantenya. (Saya bergumam dalam hati: Seorang tante?). Saya bilang, “Ok, jika saya memiliki waktu.”
Kemudian wanita itu dibawa kepada saya pada malam yang sama. Tidak ada percakapan yang banyak kecuali yang dia katakan bahwa perjalanan favoritnya adalah dari rumahnya ke Masjid. Itu adalah kalimat terakhir yang kami bicarakan sebelum saya menundanya untuk ke Masjid untuk sholat ‘Ashar.
Setelah pertemuan pertama, kami berhubungan satu sama lain melalui sms. Dia bertanya kepada saya bahwa ‘Mengapa Saya tidak menikah?’. Saya sedikit terkejut dan menjawab dengan berbagai alasan. Saya benci untuk memberitahukan bahwa kenyataannya saya tidak menikah karena saya homosexual. Setelah sepekan ber-sms-an, saya bertanya kepadanya apakah OK untuk memberitahu ibu saya tentang kami dan saya bahwa saya menemukan seseorang yang tepat. Dia katakan “OK”.
Dalam waktu tiga bulan, kami menikah dalam resepsi yang kecil. Allah memberi saya seorang istri (Alhamdulillah). Dia memenuhi 9 dari 10 daftar syarat saya. Saya memberitahukan kepadanya bahwa satu dari yang dia tidak penuhi adalah bahwa dia seorang wanita, bukan seorang laki-laki. Dia tersenyum…
Allah memberikan saya kualitas pada dirinya seolah-olah saya menjabarkan daftar syarat saya.
Allah sangat memahami saya dengan baik dan mengetahui apa yang membuat saya bahagia. Selama tiga bulan dimana saya mengenalnya (sebelum menikah), saya tidak merasa tertarik padahnya, saya tidak merasa bergairah, begitupun juga dia pada saya. Saya berserah diri hanya kepada Allah dan saya membaca Al-Qur’an yang Dia yang Menaburi perasaan cinta itu.
Saya berdo’a kepada Allah untuk memenuhi kami dengan cinta dan membuat saya merasa bergairah bersamanya. Benarlah, Allah mengabulkan permohonan saya.
Selama proses mengenal istri saya, saya bergabung dengan grup di Yahoo, Straight Struggle, yang berbasis di UK, untuk Muslim yang menghadapi Ketertarikan Sesama Jenis (Same Sex Attraction – SSA) di seluruh dunia. Saya berbagi tentang pengalaman hidup saya di grup itu. Saya bahagia, saya membuka jalan dan mendorong beberapa orang untuk mengambil langkah pertama untuk menikah dan melawan ketakutan akan malam pertama pernikahan.
Insya Allah, sedikit kontribusi saya semoga akan membimbing banyak keberhasilan heterosexual (ketertarikan terhadap lawan jenis sesuai fitrah manusia -pen) di masa depan, Aamin.
Diterjemahkan dari Onislam, “When I found out I Am a Gay”, 31 Mei 2012
(siraaj/arrahmah.com)