(Arrahmah.id) – Ini merupakan kisah nyata yang dikirimkan oleh Ummu Aisha ke redaksi kami, dengan sedikit perubahan penulisan tanpa menghilangkan inti dari pesan yang ingin disampaikan.
Malam itu, tgl 23 november 2020, aku duduk berhadapan dengan suamiku di dalam kamar rawat inap RSPI. Suamiku sedang kehilangan ingatannya. Beliau sulit untuk melakukan hal-hal yg biasa dilakukan. Seakan otaknya tidak mampu mengirimkan perintah untuk mengerakkan anggota tubuhnya. Bahkan dia tidak mampu melakukan shalat walaupun sudah di contohkan atau dalam posisi sebagai makmum. Semua hafalan Qur’annya lenyap tak berbekas. Bahkan untuk mengucapkan lafaz pendek semacam hamdalah pun tidak bisa.
Hatiku sedikit tersayat menghadapi kenyataan di hadapanku saat itu. Apalagi dokter mengatakan secara medis memang ada sumbatan leukosit di sela-sela rongga otak suamiku yang bisa membuat ingatannya melemah, namun masalah dia tidak mau shalat itu adalah masalah non medis yang perlu dibantu secara spiritual.
Aku menangis diam-diam dalam hati, aku harus tegar dan bersikap biasa saja di depan dia agar memberikan nutrisi batin baginya untuk melawan penyakitnya.
Dua hari yang lalu, dokter memanggilku di tengah malam yang sangat kritis. Suamiku baru saja dipindah dari ruang IGD menuju ruang rawat inap VVIP di rumah sakit itu.
Dokter meminta suster memanggil anakku untuk hadir sebagai saksi pertemuan tersebut namun sempat aku cegah. “Tolong jangan panggil anak saya dok, saya tau apa yang akan dokter sampikan dan saya yakin anak saya tidak siap mendengarnya.”
Hal yang pertama yang dokter sampaikan adalah “Ibu, jika ada utang bapak segera dibayarkan malam ini juga” dalam hati aku heran dari mana dokter tau aku dan suami punya utang. Terus terang pada saat itu aku tidak tahu persis berapa utang perusahaan ataupun utang suamiku.
Aku terpana dan bertanya “Ada apa sebenarnya dok? Bagaimana dengan kondisi sakit suami saya?” Dan dokterpun menjelaskan bahwa suamiku mengidap sakit keras yg diidap 1: 10.000 orang dan penyakit ini sangat langka dan sangat ganas, LEUKIMIA AKUT stadium akhir level terganas. Salah satu orang indonesia yang pernah mengidap penyakit serupa adalah ibu Ani Yudhoyono.
Suster bersegera memberikan sekotak tisu kepadaku berjaga-jaga jika air mataku tumpah tidak terkendali.
Aku kuatkan hati dan aku bertanya kembali ke dokter “Berapa persen kans hidup suami saya dok?” Dan dokter menjelaskan dengan layar komputer dan mengatakan bahwa kans hidupnya menurut hitungan medis hanyalah 20%
Aku menahan tangis dan mengatakan “Bagi saya kematian hanyalah perpisahan sementara dan saya berharap kita semua masih bisa bertemu kelak di jannahNYA”
Setelah menanda tangani berita acara, aku kembali ke ruang rawat dan berusaha bersikap tenang di hadapan anak-anak dan suamiku.
Qadarullah sejak saat itu selama 48 jam suamiku tidak bisa tidur dan bersiap-siap seakan sudah sakratul maut namun akhirnya Allah memanjangkan umur suamiku
Kembali ke kisah dimana saat itu aku masih memandangi wajahnya yang hilang ingatan.
Suamiku walau hilang ingatan kelihatan sehat dan segar. Beliau adalah atlet sepeda ratusan kilometer dan atlet berkuda endurance di alam bebas yang bisa tahan berkuda selama lebih dari 4 jam.
Siapa yang menyangka penyakit ini datang dengan sangat tiba-tiba. Sungguh Allah telah menunjukkan kekuasaanya atas diri Manusia. Bahkan kita sendiripun bukan pemilik dari anggota tubuh kita, semua hanya titipanNYA
Aku dan anakku nomor 2 sedang sibuk menghibur suamiku dengan memutarkan video mengenai kisah nabi Ayub dimana nabi Ayub diberikan ujian yang sangat berat secara bersamaan. Seluruh harta bendanya habis dalam waktu 3 hari 3 malam, ke-12 anaknya wafat dan nabi Ayub menderita sakit keras menahun. Suamiku sangat terhibur dan berbesar hati dengan inspirasi kisah nabi Ayub tersebut.
Tiba-tiba ada telfon masuk dari anakku yang bungsu dan terdengar isak tangis yang sengaja ditahan “Mama kita harus pergi dari rumah kita dalam waktu 5 hari, ini preman suruhan bank berhasil meyakinkan polisi dan seluruh warga sekitar bahwa kita bukan pemilik rumah ini lagi bahkan pengacara kita pun menganjurkan kita untuk mengalah.”
Saat itu ada sedikit rasa kaget dan kecewa menyelip dalam hatiku tapi aku sudah lama bersiap akan terjadinya takdir ini karena aku meyakini semua adalah titipanNYA dan takdir Allah semua adalah yang terbaik.
Masih melekat ingatan teduhnya rumah seluas 1000 m2 di tengah area Kemang Jakarta dimana kami memiliki kolam renang sendiri dan juga leluasa untuk berkebun, beternak dan belajar memanah di halaman belakang rumah. Rumah yang penuh kenangan manis dan getir silih berganti.
Aku bergegas keluar ruang rawat agar suamiku tidak curiga dan di luar aku katakan kepada anakku “sayang, jangan lupa ucapkan innalillahi wa inna lillahi rojiun dan Alhamdulillah ala kuli haal. Semua ini hanya kenikmatan dunia dan Allah masih memberikan kita kesempatan untuk bersama papa itu jauh lebih berharga” aku terus menguatkan anak-anakku. Aku yakin itulah saat Tauhid kami sekeluarga dipertanyakan Allah.
Akupun tersungkur di lantai dan bersujud dan berdoa “Ya Allah jadikanlah ini puncak dari ujian yang engkau berikan kepadaku dan kepada keluargaku. Janganlan engkau berikan ujian yang lebih berat yang kami tidak mungkin menanggungnya lagi.”
Sebenarnya rumah kami ini diagunkan di bank syariah yang berkantor pusat di slipi, Jakarta Barat. Dibeli bersama dengan sistem musyarakah mutanaqisah dan di paruh agun untuk pinjaman modal kerja bisnis kami yang membesar. Dan kami sangat menyesal sudah tenggelam dalam dosa riba. Walaupun ini adalah bank syariah namun dalam prakteknya banyak terjadi pelanggaran syariah.
Sejak beberapa tahun yang lalu mereka sudah beberapa kali minta pengosongan tapi kami bertahan karena kami minta kejelasan hak kami atas selisih penjualan.
Ketika kami terburu-buru ke RS mengantar suamiku itulah, mereka ternyata sudah menunggu saat itu dan mencoba masuk.
Bahkan suatu malam mereka menggedor pagar dimana anakku yang perempuan hanya berdua di dalam rumah, bayangkan betapa horornya bagi mereka. Kami sudah lama tidak memiliki pembantu. Jadi praktis rumah kosong sama sekali dan kami menitipkan kunci ke anak pak RT yang biasa membersihkan taman.
Keesokan harinya, secara tiba-tiba kami kedatangan tamu tak terduga yaitu sahabat lama suami yang akhir-akhir ini jarang berkomunikasi. Aku sangat kaget dari mana mereka mendapat kabar? Rupanya itulah petolongan Allah.
Secara tidak sengaja aku menyinggung kondisi kami yang saat ini tidak memiliki tempat tinggal. Sangat mengejutkan ketika mereka menawarkan hotel dekat RS. ALLAHU AKBAR!! Sesuai janji Allah, setiap satu kesulitan Allah akan turunkan dua kemudahan.
Sore hari saya mendapatkan pesan melalui whatsapp bahwa mereka tidak jadi booking kamar hotel namun sebagai gantinya mereka sudah menyediakan sebuah apartemen lux di kawasan pondok indah dan sudah dibayar lunas semua untuk jangka waktu 2 bulan.
Dan akupun berdoa dalam hati “MasyaAllah terima kasih ya Allah dan mohon berikanlah harta yang berkah dan keluarga sakinah mawaddah wa rahmah bagi sahabat kami itu. Aamiin”
Besoknya entah mengapa Allah memberikan kesempatan padaku untuk menyampaikan kasus disitanya rumah kami oleh bank syariah tersebut kepada suamiku.
Suamiku sejak pagi terus-terusan bertanya, “aku merasa hidup dalam mimpi, apakah semua ini real? Aku lihat kamar ini bukan kamarku tapi aku lihat semuanya nyata, lantai plafon dan suster yg masuk membawa namaku semuanya nyata, dan aku lihat ada perlengkapan sikat gigiku diujung sana. Jadi ini semua kenyataaan kan ya?”
Aku memandang wajahnya lekat-lekat dan mengatakan “sayang, semua ini nyata. Tau ga kenapa kamu ada di RS ini? Itu karena ada kelainan dengan darah kamu, kami bawa kamu ke RS ketika kamu jatuh di kamar mandi di rumah. Allah tuh lagi sayang banget sama kamu, kamu dikasih kesempatan untuk menggugurkan dosa dengan datangnya sakit di setiap bagian tubuhmu ini. Dan semoga Allah memberikan derajat yang lebih tinggi untukmu. Dan benar kita tidak sedang bermimpi, bahkan kita tidak akan pernah kembali ke rumah kita karena rumah sudah di ambil bank.”
Suamiku memandangi aku seakan tidak percaya, lalu tiba-tiba dia berteriak “Allahu Akbar, Alhamdulillah akhirnya aku bebas utang. Aku mau shalat dan sujud syukur.”
Dia yang tadinya tidak bisa dan tidak mau shalat tiba-tiba melakukan tayamum, dan shalat sambil duduk. Juga dia mengeraskan bacaannya. Subhanallah ternyata dia langsung kembali hafal surat-surat panjang.
Ya Allah sesungguhnya bagi manusia kehilangan rumah adalah cobaan tapi ternyata ini adalah “obat” dari langit yang engkau turunkan untuk suamiku. Tak bisa dibayangkan jika suamiku masih belum bisa shalat menjelang ajalnya. Akupun ikut sujud syukur dengan derai air mata haru tanpa henti.
(haninmazaya/arrahmah.id)