(Arrahmah.com) – Maka ayah mereka pergi meninggalkan anak-anaknya dan mulai menangisi Yusuf dan saudaranya sampai matanya buta karena rasa sedih yang mendalam, lalu anak-anak mereka berkata, “Demi Allah, kamu senantiasa mengingat Yusuf, sehingga kamu mengidapkan penyakit yang berat atau termasuk orang-orang yang binasa”.
Yakni sehingga badannya semakin kurus dan kekuatannnya semakin lemah.
Ya’qub menjawab, “Sesungguhnya hanya kepada Allah aku mengadukan kesusahan dan kesedihanku, dan aku mengetahui dari Allah apa yang kamu tidak mengetahuinya.”
Maka Nabi Ya’qub meminta mereka mencari Yusuf dan saudaranya, ia menyadari sebagai seorang mukmin bahwa dirinya tidak boleh berputus asa dari rahmat Allah. Selanjutnya anak-anaknya pergi menuju Mesir pada kesekian kalinya untuk mencari saudara mereka dan mencari sebagian makanan dengan membawa barang-barang yang kurang berharga. Ketika mereka masuk ke (tempat) Yusuf, mereka berkata, “Wahai al-Aziz! Kami dan keluarga kami telah ditimpa kesengsaraan dan kami datang membawa barang-barang yang tidak berharga, maka sempurnakanlah sukatan untuk kami, dan bersedekahlah kepada Kami, sesungguhnya Allah memberi balasan kepada orang-orang yang bersedekah.”
Yusuf Memberitahukan Jati Dirinya
Lalu Yusuf menimpali kata-kata mereka secara tiba-tiba dengan ucapan ini, “Apakah kamu mengetahui (kejelekan) apa yang telah kamu lakukan terhadap Yusuf dan saudaranya ketika kamu tidak mengetahui (akibat) perbuatanmu itu?”.
Mereka pun balik menjawab, “Mereka berkata, “Apakah kamu ini benar-benar Yusuf?”.
Yusuf menjawab, “Akulah Yusuf dan ini saudaraku. Sesungguhnya Allah telah melimpahkan karunia-Nya kepada kami. Sesungguhnya barang siapa yang bertakwa dan bersabar, maka sesungguhnya Allah tidak menyia-nyiakan pahala orang-orang yang berbuat baik.”
Maka saudara-saudaranya pun meminta maaf kepadanya dan mengakui kesalahannya, lalu Yusuf memaafkannya dan memintakan ampunan kepada Allah untuk mereka, lalu Yusuf bertanya kepada mereka tentang ayahnya. Dari berita yang disampaikan, Yusuf mengetahui bahwa ayahnya telah buta matanya karena kesedihannya atas kehilangan Yusuf, lalu Yusuf berkata kepada mereka, “Pergilah kamu dengan membawa baju gamisku ini, lalu letakkanlah dia ke wajah ayahku, nanti ia akan melihat kembali; dan bawalah keluargamu semuanya kepadaku.”
Kemudian mereka membawa gamisnya dan keluar dari Mesir menuju kampung mereka di Palestina. Di tengah perjalanan, sebelum kafilah itu datang, Nabi Ya’qub telah merasakan wangi Nabi Yusuf, ia berkata, “Sesungguhnya aku mencium wangi Yusuf, sekiranya kamu tidak menuduhku lemah akal (tentu kamu membenarkan aku)“.
Keluarganya berkata, “Demi Allah, sesungguhnya kamu masih dalam kekeliruanmu yang dahulu.”
Pertemuan Yusuf dengan Ayahnya
Setelah berlalu beberapa hari, saudara-saudara Yusuf kembali kepada ayahnya dan memberitahukan kabar gembira tentang saudara mereka Yusuf, lalu mereka mengeluarkan gamis Yusuf dan meletakkan ke wajah ayahnya, maka penglihatannya pun kembali normal.
Ketika itu, saudara-saudara Yusuf meminta kepada ayahnya agar memintakan ampunan untuk mereka kepada Allah, maka Nabi Ya’qub menjanjikan akan memintakan ampunan untuk mereka nanti di waktu sahur, karena waktu tersebut lebih mustajab.
Selanjutnya Ya’qub beserta anak-anaknya (Bani Israil) pergi meninggalkan Palestina menuju Mesir, dan saat mereka masuk ke negeri Mesir, maka mereka disambut dengan sambutan yang besar. Yusuf juga memuliakan kedua orang tuanya dan menempatkannya di kursinya. Ketika itu, Ya’qub dan istrinya beserta sebelas anaknya tidak sanggup menahan dirinya untuk sujud sebagai penghormatan kepada Yusuf, dan ingatlah Yusuf akan mimpinya terdahulu ketika ia masih kecil; dan bahwa matahari dan bulan adalah ibu dan bapaknya, sedangkan sebelas bintang adalah saudara-saudaranya. Yusuf berkata, “Wahai ayahku Inilah ta’bir mimpiku yang dahulu itu; sesungguhnya Tuhanku telah menjadikannya suatu kenyataan. dan sesungguhnya Tuhanku telah berbuat baik kepadaku, ketika Dia membebaskan aku dari rumah penjara dan ketika membawa kamu dari dusun padang pasir, setelah setan merusakkan (hubungan) antaraku dan saudara-saudaraku. Sesungguhnya Tuhanku Maha Lembut terhadap apa yang Dia kehendaki. Sesungguhnya Dialah yang Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana. (QS. Yusuf: 100)
Ketika Nabi Yusuf memegang pemerintahan Mesir, maka Yusuf menggunakan kesempatan itu untuk mengajak rakyatnya menyembah Allah dan setelah selesai urusannya dan ia merasa bahwa hidupnya tidak lama, ia pun berkata sambil mengakui nikmat Allah, menyukurinya dan berdoa agar tetap di atas Islam sampai akhir hayat, Yusuf berkata, ” Wahai Tuhanku, sesungguhnya Engkau telah menganugerahkan kepadaku sebagian kekuasaan dan telah mengajarkan kepadaku sebahagian takwil mimpi. (Wahai Tuhan) Pencipta langit dan bumi, Engkaulah pelindungku di dunia dan di akhirat, wafatkanlah aku dalam keadaan muslim dan gabungkanlah aku dengan orang yang saleh.” (QS. Yusuf: 101)
Dalam Shahih Bukhari dan Shahih Muslim disebutkan, bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah ditanya tentang orang yang paling mulia? Beliau menjawab, “Yaitu orang yang paling bertakwa.” Maka para sahabat berkata, “Bukan ini maksud pertanyaan kami?” Beliau pun bersabda, “Yaitu Yusuf seorang Nabi Allah putera Nabi Allah putera Nabi Allah putera kekasih Allah.”
Kisah Nabi Yusuf ini secara panjang lebar disebutkan Allah dalam surah Yusuf.
Selesai dengan pertolongan Allah dan taufiq-Nya, wa shallallahu ‘alaa nabiyyinaa Muhammad wa ‘alaa aalihi wa shahbihi wa sallam.
Oleh: Marwan bin Musa/KisahMuslim.com
Maraaji’:
Al Qur’anul Karim
Hidayatul Insan bitafsiril Qur’an (Abu Yahya Marwan)
Mausu’ah Al Usrah Al Muslimah (dari situs www.islam.aljayyash.net)
Shahih Qashashil Anbiya’ (Ibnu Katsir, takhrij Syaikh Salim Al Hilaaliy)
dll.
(*/Arrahmah.com)