Seorang Muslim Kosovo yang telah dua kali terlibat perang di Suriah, mengatakan tidaklah sulit untuk mencapai Pristina di Kosovo menuju jantung pertempuran dalam perang yang masih berkecamuk di Suriah.
Yang Anda butuhkan adalah tiket pesawat ke Turki yang tidak memerlukan visa dari Kosovo, ujar mantan guru berusia 30 tahun.
Di sana, relawan menyeberangi perbatasan Turki yang banyak memiliki pori dan bergabung dengan pejuang oposisi.
Seorang mantan guru bahasa Inggris di sebuah sekolah dasar di Kosovo tenggara itu kini memelihara jenggotnya hingga panjang.
Duduk di sebuah kafe dan meminum macchiato, ia terlihat santai meskipun polisi Kosovo berada di dekatnya.
“Banyak orang tahu bahwa saya pernah bertempur di Suriah,” ujar ST yang ingin merahasiakan identitasnya dari media.
Dia mengatakan, ia meminjam uang untuk membeli tiket ke Turki dan telah berjuang di jajaran pejuang oposisi Suriah sebanyak dua kali.
“Pertama kali selama musim dingin tahun 2012 ketika saya berada di sana selama sembilan minggu dan kembali ke rumah selama satu bulan karena alasan keluarga,” ujarnya.
“Kedua kali saya hanya tinggal selama tiga minggu, karena saya mengalami cedera tangan dan tidak punya pilihan lain selain untuk kembali.”
ST mengatakan ia berjuang di utara Aleppo dan di Skahur, di mana menurutnya para pejuang oposisi sangat pemberani.
Dia mengatakan bahwa ia membawa senapan Kalashnikov selama bertempur dan berada di garis depan. “Garis depan antara musuh tidak lebih dari 30-40 meter. Saya selalu berada di garis depan,” tegasnya.
ST menambahkan bahwa ia sangat ingin terjun ke medan Jihad di Suriah setelah menyaksikan rekaman kejahatan perang oleh pasukan rezim Assad yang tersebar di internet. “Saya mulai memimpikan hal itu. Saya tahu bahwa suatu hari saya akan pergi,” ungkapnya.
Alasannya untuk bergabung dalam Jihad di Suriah adalah karena kewajiban agama, bukan karena alasan materi.
Dalam Islam, ketika sekelompok ummat memerlukan bantuan, maka yang lainnya wajib menawarkan materi atau bantuan kemanusiaan atau bergabung dengan mereka dalam pertempuran untuk membela mereka yang terdzolimi, dan ST telah melakukannya.
“Inisiatif ini datang dari video yang saya lihat di internet yang membuat saya sangat prihatin,” ujarnya.
“Al Qur’an dan Hadist menyatakan bahwa satu hari yang dihabiskan untuk berjihad adalah sama dengan 60 tahun ibadah dan Ramadhan,” tambahnya.
ST mengatakan Masjid menjadi tempat pertemuan bagi para relawan menuju zona perang.
“Masjid adalah di mana Anda menemukan orang-orang yang membawa Anda ke Suriah, karena ada banyak pengungsi Suriah di sana,” jelasnya.
Di Suriah, ia berkomunikasi dengan bahasa campuran, Inggris dan Arab.
Ia masih mengingat apa yang terjadi di Sakhur. Selain bertempur, ia pernah mencukur rambutnya dan membeli parfum di sana.
“Saya pernah pergi ke barber shop dan mencukur ramburku,” ujarnya. “Dan aku memerlukan parfum, jadi berhenti di toko parfum dan membelinya satu, bersama dengan komandan saya.”
“Kami merasa ngeri ketika melihat pemilik toko telah diamputasi lengan dan kakinya,” ingatnya.
“Pasukan khusus Assad datang dan mereka memukulinya, memotong lengan dan kakinya,” ujarnya.
ST bukanlah satu-satunya Muslim Kosovo yang terjun ke medan Jihad Suriah.
Vedat Xhymshiti, seorang jurnalis Kosovo yang meliput di Suriah selama beberapa minggu, menemukan banyak Albania di sana.
“Secara umum, seluruh Albania yang saya temui di sana yang telah bergabung dalam perang untuk alasan yang sama, yaitu berjihad,” katanya.
Xhymshiti mengatakan ia menemui 100 sampai 150 pejuang Albania di Suriah.
Alasan ST berbicara kepada media adalah untuk menepis rumor yang dibuat oleh orang yang menyatakan bahwa mereka berperang karena motif uang.
“Pertanyaan tentang apakah Anda dibayar untuk berperang, atau Anda seorang relawan telah memaksa saya untuk berbicara atas nama komunitas Muslim Albania,” ujarnya.
“Saya tidak mengambil uang,” lanjutnya. “Saya telah membaca artikel di surat kabar mengenai tempat-tempat, alamat dan masjid-masjid yang mengorganisir orang dan artikel ini semuanya bohong,” tambahnya.
“Garis depan terbuka lebar untuk siapa saja, dan jika Anda memiliki niat untuk pergi, tidak ada yang bisa menghentikan Anda. Tidak dibutuhkan organisasi semacam itu.” (haninmazaya/arrahmah.com)
*diambil dari balkaninsight.comSeorang Muslim Kosovo yang telah dua kali terlibat perang di Suriah, mengatakan tidaklah sulit untuk mencapai Pristina di Kosovo menuju jantung pertempuran dalam perang yang masih berkecamuk di Suriah.
Yang Anda butuhkan adalah tiket pesawat ke Turki yang tidak memerlukan visa dari Kosovo, ujar mantan guru berusia 30 tahun.
Di sana, relawan menyeberangi perbatasan Turki yang banyak memiliki pori dan bergabung dengan pejuang oposisi.
Seorang mantan guru bahasa Inggris di sebuah sekolah dasar di Kosovo tenggara itu kini memelihara jenggotnya hingga panjang.
Duduk di sebuah kafe dan meminum macchiato, ia terlihat santai meskipun polisi Kosovo berada di dekatnya.
“Banyak orang tahu bahwa saya pernah bertempur di Suriah,” ujar ST yang ingin merahasiakan identitasnya dari media.
Dia mengatakan, ia meminjam uang untuk membeli tiket ke Turki dan telah berjuang di jajaran pejuang oposisi Suriah sebanyak dua kali.
“Pertama kali selama musim dingin tahun 2012 ketika saya berada di sana selama sembilan minggu dan kembali ke rumah selama satu bulan karena alasan keluarga,” ujarnya.
“Kedua kali saya hanya tinggal selama tiga minggu, karena saya mengalami cedera tangan dan tidak punya pilihan lain selain untuk kembali.”
ST mengatakan ia berjuang di utara Aleppo dan di Skahur, di mana menurutnya para pejuang oposisi sangat pemberani.
Dia mengatakan bahwa ia membawa senapan Kalashnikov selama bertempur dan berada di garis depan. “Garis depan antara musuh tidak lebih dari 30-40 meter. Saya selalu berada di garis depan,” tegasnya.
ST menambahkan bahwa ia sangat ingin terjun ke medan Jihad di Suriah setelah menyaksikan rekaman kejahatan perang oleh pasukan rezim Assad yang tersebar di internet. “Saya mulai memimpikan hal itu. Saya tahu bahwa suatu hari saya akan pergi,” ungkapnya.
Alasannya untuk bergabung dalam Jihad di Suriah adalah karena kewajiban agama, bukan karena alasan materi.
Dalam Islam, ketika sekelompok ummat memerlukan bantuan, maka yang lainnya wajib menawarkan materi atau bantuan kemanusiaan atau bergabung dengan mereka dalam pertempuran untuk membela mereka yang terdzolimi, dan ST telah melakukannya.
“Inisiatif ini datang dari video yang saya lihat di internet yang membuat saya sangat prihatin,” ujarnya.
“Al Qur’an dan Hadist menyatakan bahwa satu hari yang dihabiskan untuk berjihad adalah sama dengan 60 tahun ibadah dan Ramadhan,” tambahnya.
ST mengatakan Masjid menjadi tempat pertemuan bagi para relawan menuju zona perang.
“Masjid adalah di mana Anda menemukan orang-orang yang membawa Anda ke Suriah, karena ada banyak pengungsi Suriah di sana,” jelasnya.
Di Suriah, ia berkomunikasi dengan bahasa campuran, Inggris dan Arab.
Ia masih mengingat apa yang terjadi di Sakhur. Selain bertempur, ia pernah mencukur rambutnya dan membeli parfum di sana.
“Saya pernah pergi ke barber shop dan mencukur ramburku,” ujarnya. “Dan aku memerlukan parfum, jadi berhenti di toko parfum dan membelinya satu, bersama dengan komandan saya.”
“Kami merasa ngeri ketika melihat pemilik toko telah diamputasi lengan dan kakinya,” ingatnya.
“Pasukan khusus Assad datang dan mereka memukulinya, memotong lengan dan kakinya,” ujarnya.
ST bukanlah satu-satunya Muslim Kosovo yang terjun ke medan Jihad Suriah.
Vedat Xhymshiti, seorang jurnalis Kosovo yang meliput di Suriah selama beberapa minggu, menemukan banyak Albania di sana.
“Secara umum, seluruh Albania yang saya temui di sana yang telah bergabung dalam perang untuk alasan yang sama, yaitu berjihad,” katanya.
Xhymshiti mengatakan ia menemui 100 sampai 150 pejuang Albania di Suriah.
Alasan ST berbicara kepada media adalah untuk menepis rumor yang dibuat oleh orang yang menyatakan bahwa mereka berperang karena motif uang.
“Pertanyaan tentang apakah Anda dibayar untuk berperang, atau Anda seorang relawan telah memaksa saya untuk berbicara atas nama komunitas Muslim Albania,” ujarnya.
“Saya tidak mengambil uang,” lanjutnya. “Saya telah membaca artikel di surat kabar mengenai tempat-tempat, alamat dan masjid-masjid yang mengorganisir orang dan artikel ini semuanya bohong,” tambahnya.
“Garis depan terbuka lebar untuk siapa saja, dan jika Anda memiliki niat untuk pergi, tidak ada yang bisa menghentikan Anda. Tidak dibutuhkan organisasi semacam itu.” (haninmazaya/arrahmah.com)
*diambil dari balkaninsight.com