(Arrahmah.com) – Seorang wanita muslimah menjenguk suaminya di penjara rezim Nushairiyah Suriah. Ia tidak mengeluhkan sulitnya penghidupan dirinya dan anak-anaknya selama suaminya berada dalam penjara. Justru ia menghibur suaminya dengan kata-kata indah yang akan senantiasa dicatat dengan tinta emas sejarah.
Wanita muslimah yang gagah berani itu menenangkan hati dan pikiran suaminya. Ia mengatakan kepada suaminya,
لاَ تَحْزَنْ وَ لاَ تُفَكِّرْ فِيَّ وَ لاَ فِي أَهْلِكَ وَ لاَ فِي مَالِكَ وَ لاَ فيِ وَلَدِكَ ..وَ لَكِنْ فَكِّرْ فِي دِينِكَ وَ وَاجِبِكَ وَ دَعْوَتِكَ .. فَإِنَّا وَ اللهِ لاَ نَطْلُبُ مِنْكَ شَيْئًا يَخُصُّنَا .. وَ إِنَّمَا نَطْلُبُكَ فِي ْالمَوْقِفِ السَّلِيمِ اْلكَرِيمِ الَّذِي يُبَيِّضُ وَجْهَكَ .. وَ يُرْضِي رَبَّكَ اْلكَرِيمَ .. يَوْمَ تَقِفُ بَيْنَ يَدَيْهِ حَيْثُمَا كُنْتَ وَ أَيْنَمَا كُنْتَ ..أَمَّا نَحْنُ فَاللهُ مَعَنَا .. وَ يَكْتُبُ لَنَا الْخَيْرَ .. وَ هُوَ أَعْلَمُ وَ أَدْرَي سُبْحَانَهُ وَ أَحْكَمُ
“Janganlah bersedih dan janganlah memikirkan aku, keluargamu, hartamu maupun anakmu. Tapi pikirkanlah agamamu, kewajibanmu dan dakwahmu!”
Demi Allah, kami tidak meminta darimu sesuatu yang spesial untuk kami. Kami hanya meminta darimu sikap yang lurus dan mulia… kapan saja dan di mana saja engkau berada…sikap yang akan membuat wajahmu bersinar terang dan membuat Rabbmu Yang Maha Mulia ridha….pada hari engkau berdiri di hadapan-Nya.
Adapun kami, maka Allah bersama kami dan Allah menetapkan kebaikan untuk kami. Allah subhanahu wa ta’ala lebih tahu, lebih mengerti dan lebih bijaksana.”
Allahu akbar, subhanallah, maa syaa Allah….
Untaian nasehat yang sangat indah dan penuh hikmah. Nasehat yang singkat namun akan senantiasa dikenang, tidak saja oleh sang suami, namun juga oleh tinta emas sejarah. Sebuah nasehat yang menggambarkan jati diri muslimah, sebagai seorang istri shalihah dan ibu murabbiyah (pendidik).
Nasehat wanita muslimah itu telah berlalu sejak lebih dari 30 tahun yang lalu. Namun gemanya senantiasa terngiang dalam relung hati suaminya yang paling dalam. Begitu dalamnya makna nasehat itu, sehingga mampu membuat sang suami dan siapa pun yang memiliki nurani akan menitikkan air matanya, setiap kali mengingat-ingat nasehatnya.
Tahukah Anda, siapa gerangan sang wanita muslimah itu dan siapa pula suami yang ia jenguk di penjara rezim Nushairiyah Suriah?
Nama wanita muslimah yang hebat itu adalah Banan binti Ali Ath-Thanthawi. Sang ayah, syaikh Ali Ath-Thanthawi tentu tidak asing lagi bagi para aktivis Islam di seluruh penjuru dunia. Beliau adalah seorang ulama Al-Azhar, juru dakwah, wartawan senior, sastrawan dan dosen di sejumlah perguruan tinggi di Suriah, Mesir dan Timur Tengah.
Syaikh Ali Ath-Thanthawi adalah seorang ulama rabbani yang dikenal luas dengan ketekunanannya dalam berdakwah dan menulis. Jiwa keulamaan bersatu dengan jiwa wartawan dan sastrawan dalam diri beliau. Keindahan bahasa dan sastranya diakui oleh seluruh dunia. Karya-karyanya menjadi buruan para pembaca. Puluhan ribu mahasiswa dan mahasiswi pernah belajar kepadanya. Dan lebih dari itu semua, beliau adalah seorang sosok suami yang shalih dan ayah yang shalih. Istri dan anak-anaknya menjadi tauladan masyarakat muslim di Suriah dan dunia Arab.
Banan binti Ali Ath-Thanthawi adalah salah seorang putrid syaikh Ali Ath-Thanthawi. Ia diasuh dan dididik oleh seorang ayah yang shalih dan ibu yang shalihah. Banan Ath-Thanthawi dilahirkan pada tahun 1941 M di Damaskus, ibukota Suriah. Sebagai seorang ulama rabbani, syaikh Ali Ath-Thanthawi gigih menentang kezaliman dan kekafiran rezim Nushairiyah Suriah. Akibatnya, beliau dan seluruh keluarganya menghabiskan sebagian besar umurnya di luar Suriah, sebagai buronan politik rezim Nushairiyah Hafizh Asad.
Banan binti Ali Ath-Thanthawi menikah dengan syaikh Isham Al-Athar, seorang ulama, juru dakwah, pemikir Islam dan mantan muraqib ‘aam (pengawas umum) kelompok Ikhwanul Muslimin.
Banan binti Ali Ath-Thanthawi gugur sebagai syahid oleh operasi khusus Dinas Intelijen Suriah atas perintah langsung dari sang presiden dan jagal Nushairiyah, Hafizh Asad.
Syaikh Isham Al-Athar dalam sebuah wawancara eksklusif dengan sebuah stasiun TV mengisahkan bagaimana Dinas Intelijen Suriah membunuh istrinya.
“Pada hari itu, pukul 09.30 dari hari Selasa, 17 Mei 1981 M, pintu kamar apartemen terbuka. Mereka menyerbu masuk melalui kamar tetangga. Mereka telah tinggal begitu lama di gedung depan apartemen untuk mengawasinya. Mereka menangkap tetangga kamar apartemen dan mengancamnya agar membiarkan pintu kamar apartemen. Sebab tetangga wanita ini tinggal sendirian, semoga Allah merahmatinya.
Ketika pada hari itu istri saya membuka pintu kamar, maka mereka langsung menembakkan lima peluru ke arahnya. Satu peluru di keningnya, satu peluru di lehernya, dua peluru di dadanya dan sebuah peluru di perutnya.Tentu saja ia tidak mengira akan mendapat serangan itu.”
Syaikh Isham Al-Athar tak kuasa menahan air matanya saat mengisahkan detik-detik pembunuhan yang keji dan pengecut itu.
“Semoga Allah merahmatinya, “kata wartawan TV dengan mata berkaca-kaca.
Seorang ulama rabbani dari Mesir yang dikenal lantang menyuarakan kebenaran dan melawan kebatilan, syaikh Abdul Hamid Kisyk, memberikan komentar tersendiri atas pembunuhan biadab yang dilakukan dinas intelijen Suriah terhadap putri salah seorang kawan karibnya tersebut.
Dalam sebuah khutbah Jum’at di Mesir, ulama Al-Azhar itu dengan lantang menyuarakan:
“Apa yang dilakukan oleh rezim Suriah? Rezim Suriah mengirimkan dinas intelijennya ke Jerman Barat, maka mereka menyerang rumah seorang wanita muslimah yang mulia, yang meramaikan rumahnya dengan ibadah kepada Rabbnya dan shalat kepada-Nya; seorang wanita muslimah Suriah, yang berhijrah menyelamatkan diri dari kebiadaban rezim Hafizh Asad ke Jerman Barat, untuk tinggal bersama suaminya, sang mujahid Isham Al-Athar.
Lalu apa yang dilakukan oleh rezim Asad dan dinas intelijennya yang biadab? Ia mengirimkan dinas intelijennya ke Jerman Barat, maka mereka menyerbu rumah wanita yang mulia ini saat ia tengah membaca dengan tartil kitab suci Rabbnya. Maka mereka pun membunuhnya.
Sebuah tindakan yang tidak layak dengan kemuliaan kaum laki-laki. Sebuah tindakan yang semuanya adalah kekejian dan kerendahan. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa salam telah mengajarkan kepada pasukan Islam yang berperang adab-adab yang harus dijaga dalam peperangan.
Beliau bersabda: “Janganlah kalian membunuh anak-anak, janganlah kalian membunuh wanita, janganlah kalian membunuh orang tua renta, dan kalian akan menjumpai orang-orang yang menghabiskan usianya dengan beribadah dalam biara maka janganlah kalian membunuh mereka!”
Jangan membunuh anak kecil, wanita, orang tua renta dan pendeta dalam biara. Namun kita berada di zaman di mana bangsa Arab mengalami kehinaan. Mereka tidak malu membunuhi kaum muslimin. Mereka tidak malu membunuhi orang-orang yang bertauhid.
Hafizh Asad mengirim dinas intelijennya ke Jerman untuk membunuh seorang wanita mulia yang tidak melakukan kejahatan apapun. Mereka membunuhnya, padahal ia tengah membaca dengan tartil kitab suci Rabbnya. Mereka membunuhnya, padahal ia tengah bersimpuh di hadapan Rabbnya.
Ia adalah istri seorang mujahid, istri seorang juru dakwah besar Islam di Jerman. Mereka menyerbu rumahnya. Mereka tidak menaruh belas kasihan kepada kewanitaannya, mereka tidak menghormati kehormatannya dan mereka tidak mengagungkan kitab suci Rabbnya. Mereka membunuhnya. Mereka membunuhnya.”
Sebuah khutbah yang sangat mengharukan dari ulama rabbani yang tak pernah gentar menentang kekafiran dan kezaliman rezim Jamal Abdul Nashir, Anwar Sadat dan Husni Laa Mubarak.
Saat suaminya mengalami kelumpuhan di penjara akibat beratnya siksaan dan buruknya pelayanan kesehatan, Banan Ath-Thanthawi dengan setia membesarkan hati suaminya. Ia memberikan untaian nasehat yang sangat melegakan hati suaminya:
لاَ تَحْزَنْ يَا عِصَامُ وَ لاَ تَأْسَ
يَرْفَعُ اللهُ مَنْ يَبْتَلِيهِ
إِنْ عَجَزْتَ عَنِ السَّيْرِ سِرْتَ بِأَقْدَامِنَا
وَإِنْ عَجَزْتَ عَنِ الْكِتَابَةِ كَتَبْتَ بِأَيْدِينَا
وَاللهُ مَعَكَ اللهُ اللهُ مَعَكَ
وَلَنْ يَتْرُكَكَ وَلَنْ يُضِيعَ مَا أَنْتَ فِيهِ
“Janganlah engkau sedih, wahai Isham, jangan pula putus asa!
Allah akan mengangkat derajat orang yang diujinya
Jika engkau tak mampu berjalan (dengan kaki-kakimu), engkau bisa berjalan dengan kaki-kaki kami
Jika engkau tak mampu lagi menulis (dengan tanganmu), engkau bisa menulis dengan tangan-tangan kami
Allah senantiasa bersamamu, Allahu senantiasa bersamamu
Allah sekali-kali tidak akan meninggalkanmu dan sekali-kali tidak akan menelantarkan keadaanmu.”
Setelah hijrah ke Jerman Barat, Banan Ath-Thanthawi mendirikan sebuah organisasi dakwah Islam. Ia giat menulis artikel, memberikan ceramah dan mengadakan kegiatan-kegiatan dakwah di Jerman. Ia memiliki keberanian yang sangat luar biasa, yang akan mengingatkan generasi umat Islam zaman ini akan keberanian dan perjuangan para mujahidah muslimah generasi shahabat.
Dinas Intelijen Suriah membunuh Banan Ath-Thanthawi di rumahnya di kota Achen, Jerman Barat pada tanggal 17 Maret 1981 M. Jenazahnya dimakamkan pada tanggal 20 Maret 1981 M. Dalam acara pemakaman jenazah sang istri tercinta, syaikh Isham Al-Athar menegaskan walau dilanda kesedihan yang luar biasa, beliau berjanji akan melanjutkan perjuangan dan tidak akan menyerahkan dirinya kepada rezim Nushairiyah Hafizh Asad.
Wawancara khusus syaikh Isham Al-Athar dengan stasiun TV ini sendiri dilakukan pada 20 Mei 2011 M, mengenang 30 tahun gugurnya sang istri, mujahidah dan juru dakwah Islam yang lantang menyuarakan kebenaran.
Kini telah 31 tahun berlalu dari gugurnya sang muslimah mujahidah. Namun semangat, keberanian dan ketulusannya dalam membela kaum muslimin dan melawan kezaliman rezim Nushairiyah Suriah akan senantiasa diwarisi oleh umat Islam Suriah secara khusus dan umat Islam seluruh dunia secara umum. Semoga Allah menerima amalnya dan menempatkannya dalam surga Firdaus yang tertinggi.
(muhib almajdi/arrahmah.com)