GAZA (Arrahmah.com) – Khader Khader hanya memiliki waktu kurang dari satu menit untuk mengosongkan rumahnya.
Hari Jum’at, saat jarum jam menunjukkan pukul 7 pagi, pria berusia 55 tahun itu sedang tidur di lantai bawah bersama dengan lima anak-anaknya. Tiba-tiba ia mendengar suara tetangganya yang berteriak, “Dr Khader, evakuasi! Mereka akan membom rumah saya!”
Mendengar teriakan itu, Muhammad, anak Khader yang berusia 7 tahun menyelipkan jari-jari mungilnya ke dalam kantong celana ayahnya dan membeku, tidak bisa bergerak. Cepat-cepat orang bangun dari tempat tidur, dan berlari keluar dari villa kuning. Villa dimana Khader bisa membangunnya setelah menabung selama bertahun-tahun, dan baru pindah ke rumah itu dua tahun yang lalu. Mereka berlarian keluar saat mendengar ledakan rudal “Israel”.
“Kami berlari ke mana saja yang kami bisa, menjauh dari rumah agar tidak terluka atau terbunuh,” kenang Khader, suaranya gemetar.
Mereka berdesakan dalam mobil dan berhasil mencapai ujung jalan sebelum rudal kedua, yang ditembakkan dari sebuah F-16 “Israel”, menghantam wilayah itu. Rumah Khader bukanlah target, akan tetapi rumah tetangganya.
“Anak-anak saya mengalami trauma dari pemboman itu – apa salah mereka sehingga menerima semua ini?” kata Khader, seorang profesor linguistik yang dihormati.
Anak-anak Khader, yang berusia antara 7 dan 16 tahun, belum mau pulang untuk melihat kondisi rumah mereka yang mengalami kerusakan.
“Trauma ini begitu besar, sehingga mereka takut untuk kembali ke rumah mereka, di mana kami melarikan diri dengan sebuah keajaiban,” tambahnya.
Khader tak bisa menyelamatkan satupun harta bendanya, kartu identitas sekalipun. Dalam kondisi shock, serangan rudal Israel kembali menyerang area tempat tinggalnya. Anak-anak tetangga berteriak dan berlari ketakutan, membawa apapun yang bisa mereka bawa.
Bagaimanapun, Khader dan keluarganya masih beruntung. Sebuah rumah di Rafah, selatan Gaza, digempur rudal Israel. Keluarga Ghannam tak menerima peringatan apapun. Lima orang tewas dalam tidurnya, 16 lainnya luka.
– See more at: http://news.liputan6.com/read/2077519/tak-ada-tempat-berlindung-keajaiban-yang-selamatkan-warga-gaza#sthash.13BT1ymY.dpuf
Keluarga Khader masih lebih beruntung, karena di waktu yang bersamaan dengan pengeboman rumah keluarga itu, rumah keluarga Ghannam di Rafah, di Gaza selatan, juga dihantam oleh rudal brutal “Israel”. Keluarga itu tidak mendapatkan peringatan sebelumnya bahwa akan ada pengeboman, hal ini menyebabkan lima orang meninggal saat mereka masih tidur, sementara 16 lainnya luka-luka.
Perdana menteri “Israel” Benjamin Netanyahu mengatakan pada hari Rabu: “Hamas akan membayar harga yang mahal atas penembakan terhadap warga sipil “Israel”.
Pernyataan Netanyahu membingungkan, karena selama ini pihak “Israel” sendiri yang mengklaim bahwa tidak ada korban jatuh dari warga sipil “Israel”.
Di Twitter, tentara “Israel” mencoba untuk membela diri atas operasi brutalnya itu, dan menuduh Hamas menyembunyikan roket dan senjata lainnya di “rumah, masjid, rumah sakit, dan sekolah” dan beroperasi “jauh di dalam daerah pemukiman“.
Pihak militer telah mengatakan bahwa mereka telah melakukan upaya untuk meminimalkan korban sipil, namun ia mengatakan bahwa rumah itu bisa dianggap sebagai target militer yang sah.
Namun PBB mengatakan bahwa bahkan jika rumah itu sedang digunakan untuk tujuan militer, setiap serangan harus proporsional, memberikan keuntungan militer yang pasti dalam keadaan yang berlaku pada saat itu, dan tindakan pencegahan terhadap jatuhnya warga sipil harus diambil.
Jaber Wishah, wakil direktur Pusat Hak Asasi Manusia Palestina (PCHR) di Kota Gaza, mengatakan bahwa “Israel” telah melakukan “hukuman penghancuran” rumah-rumah Palestina di Gaza. “Rumah-rumah tersebut – bahkan jika mereka milik anggota Hamas atau aggota Jihad Islam -, rumah-rumah itu harus dipertimbangkan sebagai obyek-obyek sipil dimana mereka tidak teribat dalam operasi militer,” katanya.
“Setiap rumah di Gaza berada dalam lingkaran target,” kata Wishah. “Tidak ada tempat yang aman di Gaza sekarang. Setiap rumah bisa menjadi target, baik secara langsung maupun tidak langsung terkena dampak.“
Kembali ke Kota Gaza pada Jum’at pagi, Khader pulang ke rumahnya untuk memantau kerusakan. Tetangganya juga keluar untuk memeriksa puing-puing rumah mereka yang hancur. “Ini seperti telah terjadi tsunami,” kata seorang wartawan di tempat kejadian.
Hanya rangka rumah yang masih berdiri; harta milik pribadi keluarga itu hancur, perabotan rusak, pecahan peluru berhaburan di lantai setiap kamar, dan tidak satupun pintu atau jendela yang utuh. Buku-buku koleksi pribadinya, foto, dan surat-surat juga hilang.
Khader tidak berhasil menyelamatkan apapun dari rumahnya itu, bahkan kartu pengenalnya sekalipun. Saat ia memeriksa kerusakan rumahnya, masih dalam keadaan shock, serangan udara “Israel” menghantam rumah lain di dekatnya. Bocah-bocah dari rumah sebelah berteriak sambil berlari, di mana mereka mengumpulkan pakaian dan mainannya.
“Dari semua ini, tidak ada yang bisa saya gunakan,” kata Khader, saat ia memeriksa di sekitar rumahnya. “Kerugian ini terlalu besar.” ungkapnya sedih.
(ameera/arrahmah.com)