HAIFA (Arrahmah.com) – Dua orang ibu Palestina harus mendekam di tahanan isolasi “Israel” dan tidak diberi akses perawatan medis, ungkap keluarga mereka dan seorang aktivis hak asasi manusia.
Setelah hampir empat pekan berada dalam tahanan isolasi “Israel”, akhirnya Muna Naddaf seorang aktivis dari Asosiasi Tahanan Addamer dan Asosiasi Hak Asasi Manusia berhasil menjenguk kedua tahanan tersebut di Penjara Al-Jalameh dekat kota Haifa pekan lalu.
“Sel yang ditempati oleh kedua tahanan tersebut sangat tidak layak bagi kehidupan manusia,” ujar Naddaf kepada Anadolu Agency pada Kamis (9/7/2020).
Fadwa Hamadah (34), ditangkap oleh pasukan “Israel” pada Agustus 2017 karena dituduh berusaha menikam tentara “Israel”. Fadwa dijatuhi hukuman 10 tahun penjara.
Jihan Hashemah (36), ditangkap oleh pasukan “Israel” pada tahun 2016 di dekat pos pemeriksaan militer Qalandia di utara Yerusalem dengan tuduhan serupa. Dia dijatuhi hukuman empat tahun penjara.
Pada awal Juni lalu, pihak berwenang di Penjara Damon yang terletak di kota Haifa memindahkan keduanya ke sel isolasi di Penjara Al-Jalameh setelah terjadi insiden dengan penjaga penjara.
“Kamera pengintai di pasang di sel isolasi tempat Fadwa dan Jihan ditahan, hal tersebut tentu melanggar privasi kedua tahanan tersebut,” kata Naddaf.
“Kamera tersebut dapat memperlihatkan gambar keduanya saat ingin ke toilet atau mandi, karena kamar mandi sel tidak dipisahkan dengan pintu,” terangnya lebih lanjut.
Menurut Naddaf, kedua ibu tersebut tidak diperkenankan mengenakan pakaian baru dalam masa isolasi mereka.
“Mereka telah menghabiskan lebih dari 20 hari dengan pakaian yang sama,” ujar Naddaf.
Para tahanan juga mengeluhkan karena dilarang menggunakan peralatan elektronik dan diberikan makanan yang tidak layak.
“Dalam Undang-Undang disebutkan bahwa isolasi maksimal dilakukan selama 14 hari, untuk kemudian diberi keringanan selama satu pekan, namun hal tersebut tidak berlaku bagi Fadwa dan Jihan,” kata Naddaf.
“Mereka telah menjalankan isolasi sejak 8 Juni, berarti mereka tidak mendapatkan hak mereka untuk pergi ke halaman penjara, berjemur dan menghirup udara di luar sel selama 25 hari,” imbuhnya.
Secara terpisah, keluarga kedua tahanan menyatakan tentang keprihatinan atas kondisi kesehatan orang yang mereka cintai .
“Fadwa menderita hipertensi sejak ditangkap,” ujar suami Fadwa, Monther Hamadah kepada Anadolu Agency. “Otoritas penjara ‘Israel’ belum memberikan obat apapun kepadanya karena ia diisolasi.”
Fadwa adalah ibu dari lima orang anak, di mana anak bungsunya baru berusia tiga tahun.
“Mereka merindukan ibu mereka setiap hari,” ujar Hamadah. “Aku tidak tahu harus menjawab bagaimana saat mereka menanyakannya. Mereka tidak tahu berapa lama ibu mereka harus berada di penjara. Mereka juga tidak dapat mengunjunginya sejak wabah corona merebak pada Maret lalu.”
Putri bungsu Fadwa, Maryam, hanya bisa mengenali ibunya lewat foto.
Hamadah mengatakan bahwa Maryam diizinkan oleh otoritas penjara “Israel” untuk mengjunungi ibunya setelah ia berusia dua tahun.
Jihan, yang merupakan ibu dari tiga orang anak, menderita beberapa penyakit kronis seperti hiperlipidemia, masalah pada kelenjar tiroid, dan cedera setelah ia ditembak oleh tentara “Israel”, ungkap ibunya.
“Salah seorang anak perempuan Jihan, yang bernama Farah, cacat dan membutuhkan perawatan khusus,” kata ibu Jihan, Hashemah, yang terakhir kali mengunjungi putrinya pada Januari lalu.
Naddaf mengatakan bahwa asosiasinya telah meminta kepada pihak administrasi penjara untuk memberi perawatan kepada kedua tahanan tersebut dan juga meminta agar isolasi mereka diakhiri.
“Berbaur dengan tahanan wanita lainnya sangat penting untuk kesehatan fisik dan psikologis mereka,” ujar Naddaf.
“Saat ini mereka keduanya menderita tekanan psikologis yang parah karena merindukan anak-anak mereka dan khawatir akan kondisi mereka,” imbuhnya.
Menurut sumber resmi Palestina, ada lebih dari 5.500 warga Palestina yang kini mendekam di penjara-penjara yang tersebar di seluruh “Israel”. (rafa/arrahmah.com)