BISHKEK (Arrahmah.com) – Sejumlah pakar Kirgistan berpendapat bahwa pemerintahnya tidak berbuat cukup banyak dalam memerangi ekstrimisme Islam, dan bahwa masih banyak penangkapan yang harus dilakukan terhadap anggota organisasi radikal, termasuk imam masjid.
Baru-baru ini polisi di Wilayah Jalal-Abad di Kirgistan selatan menangkap anggota Hizbut Tahrir, sebuah partai Islam internasional yang aktivitasnya dilarang di Kirgistan. Mereka yang ditangkap termasuk imam masjid setempat.
Sebelumnya, pemerintah mengklaim bahwa seorang imam masjid di selatan kota Osh telah terlibat dalam merekrut pemuda untuk mengikuti pelatihan jihad, dan salah satu imam tewas dalam operasi keamanan di kota itu karena ia dicurigai sebagai anggota sebuah kelompok yang diklaim merencanakan serangkaian serangan teror di Kirgistan.
“Di sini sebagian besar imam masjid diangkat dari antara orang-orang yang telah dididik di luar negeri, namun tidak ada yang bertanya di mana mereka dididik dan apa yang mereka pelajari,” salah seorang yang mengklaim dirinya pakar Islam, Tologon Keldibayev, menyatakan kepada wartawan.
“Di jalan-jalan, kita sering melihat anggota gerakan Jamaah Tabligh, dan tidak ada yang bertanya-tanya apa yang sedang mereka sampaikan.”
Meskipun Kirgistan adalah negara sekuler, “pendekatan negara diperlukan dalam situasi ini – jika tidak, situasi akan semakin buruk,” lanjut Keldibayev.
“Situasi lebih sulit karena penduduk memiliki pengetahuan agama yang sangat sedikit. Orang tidak dapat dengan sendirinya membedakan Islam tradisional dan gerakan-gerakan radikal,” katanya.
“Orang-orang datang ke masjid dengan harapan tinggi, tetapi para khatib adalah mereka yang berasal dari gerakan keagamaan radikal,” katanya. (althaf/arrahmah.com)