HARASTA (Arrahmah.com) – Puluhan keluarga di kota Harasta telah tinggal di tempat penampungan selama 26 hari untuk melarikan diri dari bombardir yang terus menerus diluncurkan oleh pasukan rezim Nushairiyah pimpinan Bashar Asad dan sekutunya Rusia. Anak-anak tidak lagi pergi ke sekolah dan semua sekolah ditutup karena situasi yang memburuk di mana banyak keluarga menderita kondisi kesehatan yang buruk akibat kurangnya pencahayaan, air dan listrik.
Untuk melarikan diri dari maut, warga Harasta di Ghautah Timur tinggal di tempat penampungan. Tempat penampungan tersebut adalah ruang bawah tanah yang dirancang di bagian bawah bangunan untuk mempertahankan kehidupan mereka. Ruang bawah tanah ini tidak dilengkapi dengan baik agar sesuai dengan keadaan darurat saat pemadaman terus terjadi dan bombardir seakan tidak pernah berhenti, lansir Zaman Alwasl pada Ahad (21/1/2018).
Salah satu wanita yang tinggal di tempat penampungan melahirkan bayi dalam kondisi terburuk. Tim penyelamat yang bekerja di kota tersebut memastikan kelahirannya di rumah sakit di luar kota, namun setelah dilahirkan, sang ibu dan bayinya kembali ke tempat penampungan, tinggal bersama keluarganya yang lain dalam kondisi dingin dan gelap.
Penduduk kota benar-benar kehilangan hak mereka untuk berjalan-jalan diluar bahkan hanya untuk menghirup udara. Tidak ada satu rumah pun yang selamat dari penembakan. Ini memaksa jam malam di kota dan sebagian besar layanan telah ditutup.
Banyak anggota keluarga yang tinggal di ruang bawah tanah dengan sedikit makanan dan sulit untuk membawa makanan masuk. Kebanyakan dari mereka menunggu organisasi bantuan atau seseorang yang mau mengambil resiko dan pergi ke tempat terdekat dimana makanan tersedia.
Husam Al-Bayrouti, kepala Dewan Lokal di Harasta mengatakan kepada Zaman Alwasl bahwa Rezim Suriah dan sekutunya memulai “sebuah kampanye militer yang sengit pada akhir tahun lalu, memaksa orang-orang untuk menggunakan ruang bawah tanah untuk menghindari pemboman yang terus-menerus”.
“Kampanye militer yang dimulai akhir tahun lalu, rezim Suriah dan sekutunya sangat fokus di kota tersebut,” ujar Bayrouti.
Al-Bayrouti menegaskan bahwa ruang bawan tanah hanya memberikan perlindungan parsial bagi warga sipil, sementara menyebabkan banyak masalah kesehatan, yang baru-baru ini muncul pada perempuan dan anak-anak karena kurangnya layanan yang memadai seperti air dan sinar matahari.
Dia menjelaskan bahwa waktu yang dihabiskan oleh warga sipil di ruang bawah tanah dan kurangnya gerak, tidak ada yang bisa dikerjakan, menyebabkan kemunduran kondisi sosial dan kehidupan, sebagian besar keluarga menghabiskan 24 jam di dalam ruang bawah tanah.
Bencana kemanusiaan di kota Harasta dan kota-kota lain di Ghautah Timur disebabkan oleh lebih dari 255 serangan yang dilakukan oleh pasukan rezim Suriah dan sekutunya Rusia. Lebih dari 245 warga sipil di Ghautah Timur telah tewassejak 29 Desember 2017 hingga 17 Januari 2018. Ratusan peluru artileri dan mortir juga menggempur wilayah tersebut sehingga bencana kemanusiaan meningkat dari hari ke hari dengan pemboman dan blokade yang terus berlanjut. (haninmazaya/arrahmah.com)