Oleh : Abu Muas
(Arrahmah.com) – Arti kata “wasit” menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) di antaranya, pertama, penengah, perantara (dagang dan sebagainya). Kedua, penentu, pemimpin (dalam pertandingan sepak bola, bola voli dan sebagainya). Ketiga, pemisah, pelerai, pendamai (antara yang berselisih dan sebagainya).
Membaca dan menyimak arti kata “wasit” menurut KBBI, lantas kita layak berkesimpulan bahwa dalam dunia olah raga, misalnya, netralitas kehadiran “wasit” sangat diperlukan. Ketidaknetralan “wasit” dalam sebuah pertandingan olah raga dapat mengakibatkan petaka yang tidak kita inginkan bersama.
Untuk kita bisa sedikit menggambarkan terjadinya petaka yang bermula dari keputusan “wasit”, layaklah kita membaca sejarah petaka sepakbola yang dilansir akun Facebook Sepak Bola Mania dengan judul: 15 Tragedi Terburuk dalam Sejarah Sepakbola. Salah satu tragedinya dikenal dengan Tragedi Orkney yang terjadi 25 tahun yang lalu, lokasinya di Stadion Oppenheimer, Orkney, Afrika Selatan.
Saat itu digelar pertandingan persahabatan antara kedua tim sepakbola Afrika Selatan Kaizer Chiefs melawan Orlando Pirates yang berubah menjadi petaka saat “wasit” pertandingan mensahkan gol yang tercipta dari tim Chiefs. Bermula dari keputusan “wasit” ini, para suporter Pirates mulai berulah dengan melemparkan kaleng minuman dan buah-buahan kepada suporter Chiefs yang membuat mereka panik dan mencoba kabur menerobos barisan polisi yang menjaga antara tribun penonton dan lapangan. Dari kepanikan tersebut, banyak suporter Chiefs yang terinjak-injak dan bergeletakkan di hampir semua tempat yang menelan korban 42 orang meninggal.
Bila tragedi Orkney bermula dari keputusan “wasit” di lapangan hijau yang mungkin keputusan tersebut dianggap tidak netral, maka tragedi yang sama pun tentunya tidak kita harapkan bersama terjadi di ranah politik dalam kehidupan berbangsa dan bernegara kita.
Kasus Ahok yang sedang menjadi berita hangat di berbagai media tentu kehadiran netralitas “wasit” dipertanyakan. Akankah yang bertindak sebagai “wasit” dalam hal ini penegak hukum negeri ini dapat bertindak netral? Penulis sengaja menggunakan kata “netral” dengan menghindari kata “adil”, karena “adil” “tidak akan pernah” terpenuhi jika kita masih menggunakan aturan dan hukum produk manusia, bukan aturan Allah yang digunakannya. Aturan dan hukum produk manusia tentu tidak lepas dari unsur kepentingan dari si pembuat aturan, dalam hal ini manusianya.
Publik negeri ini menunggu tindakan “wasit” yang cepat, bijak dan netral dalam menjalankan tugasnya sesuai koridor hukum yang berlaku demi tegaknya hukum yang sering digembar-gemborkan sebagai panglima di negeri ini. Kini, tiba saatnya netralitas “wasit” dipertanyakan sampai kapan akan dapat terwujud?
(*/arrahmah.com)