(Arrahmah.id) – Amma ba’du
ALHAMDULILLAH, segala ungkapan puji bagi Allah yang telah mengutus para Nabi sebagai Da’i dan memberi petunjuk kebenaran, mengutus para Rasul sebagai pemberi peringatan dan kabar gembira, dan nenjadikan mereka sebagai cahaya dan sinar yang menerangi alam semesta.
Shalawat dan salam semoga senantiasa tercurah kepada hamba Allah dan rasul-Nya, Muhammad Saw, yang diutus Allah dengan membawa petunjuk dan agama yang diridhai-Nya, serta menjadikan beliau sebagai uswah hasanah dan penutup para Nabi.
Marilah kita bertakwa kepada Allah dengan sebenar-benarnya.
Negeri yang Berkah
Ma’asyiral Muslimin Rahimakumullah
Tahun 2024 menjadi tahun politik yang penuh dinamika. Pada awal tahun, tepatnya 14 Februari, rakyat Indonesia memilih Presiden, Wakil Presiden, serta para anggota legislatif. Dan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) serentak untuk pemilihan gubernur dan wakil gubernur, bupati dan wakil bupati, serta wali kota dan wakil wali kota telah dilaksanakan pada 27 November 2024.
Lalu apa harapan kita setelah presiden baru, dan kepala daerah baru seluruh Indonesia terpilih? Tentu saja kita menginginkan Indonesia menjadi negara yang lebih maju, lebih sejahtera, dan lebih bermartabat dari sebelumnya.
Kita ingin kehidupan rakyat Indonesia tidak mengalami paradoks yang semakin tajam, seperti dicitrakan Presiden Prabowo Subianto. Negara kaya raya tapi rakyatnya menderita, hutang luar negeri gila-gilaan. Rakyatnya miskin tapi pungutan pajak dinaikkan. Warga pribumi digusur, konglomerat china hidup foya-foya. Ingin jadi politisi shalih tapi prilakunya bejat dan meninggalkan shalat. Ingin hidup sejahtera namun lapangan pekerjaan tidak tersedia. Para menteri negara hidup dengan harta berlimpah tapi masih juga korupsi. Kerjanya sebagai polisi tapi ditangkap karena konsumsi narkoba dan backing judi online. Dan berbagai paradok lainnya.
Untuk itu, perhatikanlah firman Allah ini.
وَلَوْ اَنَّ اَهْلَ الْقُرٰٓى اٰمَنُوْا وَاتَّقَوْا لَفَتَحْنَا عَلَيْهِمْ بَرَكٰتٍ مِّنَ السَّمَاۤءِ وَالْاَرْضِ وَلٰكِنْ كَذَّبُوْا فَاَخَذْنٰهُمْ بِمَا كَانُوْا يَكْسِبُوْنَ
Sekiranya penduduk berbagai negeri mau beriman dan taat kepada Allah, niscaya Kami akan bukakan pintu-pintu berkah kepada mereka dari langit dan dari bumi. Akan tetapi karena penduduk negeri-negeri itu mendustakan agama Kami, maka Kami timpakan adzab kepada mereka akibat dari dosa-dosa mereka. (QS Al-A’raf (7) : 96)
Ayat ini menyampaikan pesan bahwa, apabila rakyat suatu negara beriman dan bertakwa kepada Allah, niscaya Allah Yang Maha Rahman dan Rahim akan membuka pintu berkah dari langit dan bumi. Maksudnya, negeri itu akan mendapatkan kebaikan dan rezeki yang melimpah, baik dalam bentuk material maupun spiritual. Ini mengajarkan bahwa keimanan dan ketakwaan kepada Allah akan membawa kebaikan dan keberkahan bagi kehidupan manusia.
Iman dan takwa adalah dua konsep penting dan prinsipil dalam Islam. Iman artinya, percaya kepada rukun iman yang enam, yaitu: percaya kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, para rasul-Nya, hari kiamat, dan qada’ serta qadar. Sementara takwa adalah kesadaran dan kepatuhan untuk menjalankan perintah Allah dan menjauhi larangan-Nya dalam kehidupan sehari-hari. Keduanya adalah landasan bagi seorang Muslim dalam berhubungan dengan Allah dan sesama manusia (hablun minallah wa hablun minannas).
Dalam konteks bernegara, jika para pemimpin dan masyarakatnya beriman dan bertakwa, melaksanakan syariat Allah; yang bisa dilihat dari kebijakan yang adil, transparan, dan berorientasi pada kesejahteraan rakyat. Seperti penegakan hukum yang tidak pandang bulu, perlindungan terhadap hak asasi manusia, serta pemerataan akses pendidikan dan kesehatan. Sehingga negara bisa menjadi lebih makmur, aman, dan sejahtera, yang merupakan manifestasi dari turunnya berkah Allah Swt.
Banyaknya kasus korupsi dan penegakan hukum yang carut-marut, merajalelanya dekadensi moral, diskriminasi antara yang kaya dan miskin, menunjukkan kurangnya iman dan takwa dalam praktik bernegara. Hal ini bisa menghambat datangnya berkah dan rahmat dari Allah, sebagaimana dijanjikan dalam Al-Quran. Untuk memperbaiki kondisi ini, diperlukan upaya sungguh-sungguh dari semua pihak, mulai dari presiden, gubernur, bupati, walikota, aparat keamanan hingga masyarakat, untuk kembali kepada nilai-nilai keimanan dan ketakwaan. Yaitu berpegang pada Alqur’an dan Sunnah Rasulullah Saw.
Oleh karena itu, bila kita benar-benar menginginkan Indonesia maju negerinya dan sejahtera rakyatnya. Maka pemerintah yang baru terpilih ini harus segera bertindak, membersihkan pemerintahan dari orang-orang yang terbukti menjadi sumber masalah. Bermasalah dari segi hukum, korupsi, judi, prostitusi, pelanggaran HAM, pembunuhan rakyat yang tidak bersalah.
Jika tidak peduli dengan hukum Allah, maka laknat Allah di dunia dan adzab di akhirat sudah menunggu.
Dua Panggilan Ilahy
Ma’asyiral Muslimin Rahimakumullah
Alangkah ruginya, seseorang yang mendapat kehormatan sebagai presiden, gubernur, bupati, walikota, di dunia ini, tapi di akhirat kelak dia tidak masuk surga. Oleh karena itu, tugas pemimpin dan pejabat negara, khususnya yang beragama Islam, selain melaksanakan ayat-ayat konstitusi, yang lebih penting lagi melaksanakan ayat-ayat suci. Mereka memimpin rakyatnya untuk taat kepada Allah, sebagaimana firman-Nya:
اَلَّذِيْنَ اِنْ مَّكَّنّٰهُمْ فِى الْاَرْضِ اَقَامُوا الصَّلٰوةَ وَاٰتَوُا الزَّكٰوةَ وَاَمَرُوْا بِالْمَعْرُوْفِ وَنَهَوْا عَنِ الْمُنْكَرِۗ وَلِلّٰهِ عَاقِبَةُ الْاُمُوْرِ
Orang-orang mukmin adalah orang-orang yang ketika Kami beri kekuasaan di muka bumi, mereka melaksanakan shalat, membayar zakat, menyuruh berbuat ma’ruf dan mencegah kemungkaran. Di akhirat kelak, hanya Allah lah pemberi balasan atas semua amal manusia. (QS Al-Hajj (22) : 41)
Surat Al-Hajj ayat 41 ini menekankan peran penting seorang pemimpin yang beriman. Saat diberi kekuasaan, tugas mereka adalah menjaga dan menegakkan shalat, mengeluarkan zakat, memerintahkan yang ma’ruf (kebaikan), dan mencegah yang munkar (kejahatan). Artinya, seorang pemimpin harus memastikan seluruh rakyat yang dipimpinnya, melaksanakan ibadah yang baik serta mendorong perilaku positif dan melarang perilaku negatif dalam masyarakat. Ini mencerminkan tanggung jawab pemimpin dalam membangun masyarakat yang adil, sejahtera, dan bermoral tinggi.
Kondisi keimanan dan ketakwaan umat Islam saat ini sungguh memprihatinkan. Mayoritas umat Islam di Indonesia tidak rutin melaksanakan shalat wajib lima waktu. Hal ini terungkap dalam survei Indonesia muslim report 2019, menunjukan hanya 38,9% umat Islam Indonesia yang rutin shalat 5 waktu. Dari jumlah itu yang selalu shalat berjamaah ke masjid hanya 2% sementara yang tidak shalat sama sekali terdapat 0,4%. Artinya, 6 dari 10 orang Islam masih bolong-bolong shalatnya.
Kondisi memprihatinkan ini, tentu saja menjadi PR besar buat semua pihak. Semua punya peran, tidak peduli apakah dia muslim tradisional, muslim modernis, ataupun muslim fundamentalis. Para Para muballigh, ustadz, kyai, jangan sibuk bicara soal fiqhud dakwah yang memecah belah umat.
Kewajiban yang sama juga melekat pada para pejabat dan pimpinan negara, tidak hanya mengajak tapi juga mencontohkan pada rakyat supaya rajin beribadah. Para pejabat pemerintah pusat maupun daerah jangan acuh tak acuh, jangan membuat kebijakan yang meresahkan dan membuat generasi muda ogah shalat. Dalam hal ini, jangan bebani rakyat dengan berbagai pungutan pajak, yang membuat mereka beralih pada prilaku maksiat dan mungkarat, seperti pergaulan asusila, judol, pinjol, miras, prostitusi online dan sebagainya.
Sejarawan muslim Ibnu Khaldun mengatakan: “Sebuah negara akan hancur adalah semakin besar dan beragam jenis pajak yang dipungut ke rakyatnya.”
Maka bijaklah dalam membuat peraturan maupun kebijakan.
Ingat, sebagai kepala negara maupun pejabat pemerintah, Anda memimpin dan mengurus kepentingan 280 juta lebih rakyat Indonesia yang mayoritas beragama Islam. Populasi penduduk yang sangat besar, yang akan terkena dampak sosial, ekonomi, dan politik dari setiap tindakan, kebijakan, atau ucapan yang Anda keluarkan.
Bila ternyata pengaruh peraturan atau kebijakan yang dikeluarkan pemerintah membawa akibat buruk, berdosa, maka dosa 280 juta rakyat Indonesia, ditambah dosa pribadi, niscaya akan menjadi tanggung jawab para pemimpin negara.
Sebaliknya, apabila kebijakan pemerintah melahirkan masyarakat yang marhamah, maju negerinya dan sejahtera rakyatnya, keadilan terjamin bagi seluruh rakyat Indonesia. Maka tidak hanya kewajiban shalat yang jalan, tapi juga bisa membawa dampak positif di masyarakat. Sebab di antara fungsi shalat adalah tanha anil fakhsyai wal munkar (mencegah perbuatan keji dan mungkar).
Apabila dilaksanakan secara benar dan ikhlas, sesungguhnya shalat juga mengajarkan kedisiplinan, ketenangan pikiran, dan koneksi spiritual yang positif.
Meningkatkan jumlah umat Islam yang rutin shalat bisa mejadi langkah bersama untuk memperbaiki kualitas diri dan masyarakat. Ibadah shalat dapat membentuk karakter kinerja maupun karakter moral. Ibadah shalat dan amar bil ma’ruf wannahyi anil mungkar, dapat memotivasi masyarakat untuk kerja keras, produktif, visioner, peduli pada nasib sesama, siap melawan korupsi, dan menjaga harmonisasi sosial. Ini semua akan tercatat sebagai investasi amal shalih untuk eksistensi negara yang adil dan beradab.
Ketahuilah, hidup kita di dunia ini hanya menunggu dua panggilan penting. Yaitu, panggilan shalat dan panggilan kematian. Saat adzan berkumandang, itu pertanda dari Allah untuk menghadap kepada-Nya, berhenti sejenak dari kesibukan dunia. Lalu ada panggilan terakhir, saat kita berpulang ke hadhiral Allah selamanya. Dua panggilan ini tidak bisa kita hindari, hanya bisa dipersiapkan. Sudahkah kita mempersiapkan diri? Maka jadikan setiap langkah menuju sajadah sebagai persiapan kita menunggu panggilan terakhir.
Yogyakarta, Jum’at 6/12/2024
(ameera/arrahmah.id)