Oleh Irfan S. Awwas
(Arrahmah.com) –
إنَّ الحَمْدَ لِله نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ ، وَنَعُوْذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَسَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا ، مَنْ يَهْدِهِ الله ُفَلا مُضِلَّ لَهُ ، وَمَنْ يُضْلِلْ فَلا هَادِيَ لَهُ ، وَأشْهَدُ أنْ لا إلهَ إلا الله ُوَحْدَهُ لا شَريْكَ لَهُ وَأشْهَدُ أنَّ مُحَمَّداً عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ . اَللَّهُمّ صَلّ وَسَلّمْ عَلى سيدنا مُحَمّدٍ وَعَلى آلِهِ وِأَصْحَابِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدّيْن. قَالَ اللهُ تَعَالَى فِى الْقُرْآنِ الْكَرِيْمِ: يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللهَ وَقُولُوا قَوْلاً سَدِيداً يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَمَنْ يُطِعِ اللهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزاً عَظِيماً. اَمَّا بَعْدُ: فَيَاعِبَادَ اللهِ : اُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِي بِتَقْوَ اللهِ وَطَاعَتِهِ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُوْنَ.
Ma’asyiral Muslimin Rahimakumullah
اللهُ أَكْبَرُ ، اللهُ أَكْبَرُ ، اللهُ أَكْبَرُ ، وللهِ الحَمْدُ ُ
Marilah kita bersyukur kepada Allah Swt, yang telah menunjukkan jalan Islam kepada kita, dan menurunkan syari’at-Nya sebagai rahmatan lil alamin. Sebagai agama dan jalan hidup, Islam merupakan pilihan terbaik yang telah dirintis oleh para Nabi dan Rasul-Nya, dan diikuti oleh manusia yang mendapat karunia Ilahy.
Shalawat dan salam semoga dilimpahkan Allah kepada Muhammad Rasulullah Saw., manusia pilihan yang menjadi juru bicara Ilahiy untuk menjelaskan kehendak Allah; tentang bagaimana seharusnya manusia menjalani kehidupannya di dunia secara benar dan berfaedah, sehingga memperoleh kebahagiaan di dunia dan di akhirat.
Sesungguhnya Rasulullah Saw telah membimbing kita dan memberi petunjuk untuk kemaslahatan hidup kita di dunia dan akhirat. Karena itu, kita ridha menjadikan Islam sebagai agama dan Muhammad sebagai Rasul-Nya. Semoga Allah menjadikan kita hamba-Nya yang berhak mendapatkan kenikmatan. Karena itu, marilah kita meningkatkan taqwa dan berkata jujur, sebagaimana seruan Allah:
“Wahai orang-orang beriman, taatlah kepada Allah dan berkatalah dengan perkataan yang benar. Dengan begitu, niscaya semua yang kalian lakukan hasilnya akan menjadi baik dan dosa-dosa kalian akan diampuni Allah. Siapa saja yang taat kepada Allah dan Rasul-Nya, sungguh dia memperoleh kemenangan yang sangat besar.” (Qs. Al-Ahzab, 33:70-71)
Pendidikan Keshalihan
Ma’asyiral Muslimin Rahimakumullah
الله أكبر ، الله أكبر ، الله أكبر ولله الحمد
Pada hari yang penuh barakah ini, tanggal 10 Dzulhijjah 1438 H bertepatan dengan 1 September 2017 M, berjuta-juta kaum Muslimin dari segala penjuru dunia terhampar di padang ‘Arafah, menunaikan ibadah haji, rukun Islam yang ke lima. Lebih dari dua juta hamba Allah mengalir syahdu menggemakan takbir dan tahmid, memuji kebesaran Allah, berziarah menuju tempat-tempat suci dan bersejarah seraya mengenang histori abadi khalilullah, kekasih Allah, Nabi Ibrahim dan puteranya Ismail As.
Inilah hari Idul Adha, hari besar keimanan dan kemanusiaan, yang diangkat dari sejarah dan kisah Nabi Ibrahim As dan puteranya Ismail As. Ditandai dengan syiar penyembelihan hewan qurban, untuk mengenang peristiwa pengorbanan Nabi Ibrahim setelah beliau menerima wahyu llahy melalui mimpi, yang memerintahkan supaya beliau menyembelih puteranya Ismail.
Idul Adha adalah hari besar Islam, untuk mengingatkan kita pada sosok seorang suami, Ibrahim As yang rela diperintah menyembelih anaknya demi imannya pada Allah. Juga tentang Hajar, seorang istri shalihah yang taat pada perintah suami demi taatnya pada Allah Swt. Kemudian tentang Ismail yang merelakan diri untuk disembelih oleh ayahnya karena yakin bahwa perintah Allah pasti yang baik dan benar.
Nabi Ibrahim, seorang yang sangat lembut hati lagi penyantun. Ia senantiasa menyempurnakan janji, taat pada Allah, dan istiqamah. Ia sangat beradab dengan adab yang diajarkan Allah kepadanya. Hal ini tercermin saat beliau memohon dan berdo’a kepada Allah, agar mendapat keturunan yang shalih:
رَبِّ هَبْ لِي مِنَ الصَّالِحِينَ
Ibrahim berdo’a: “Wahai Tuhanku, karuniakanlah anak yang shalih kepadaku.” (Qs. As-Shaffat, 37:100)
Akhirnya, Allah memberi keturunan seorang putra yang diberi nama Ismail. Suatu ketika Allah memerintahkan Nabi Ibrahim membawa istri dan anaknya yang masih menyusu itu ke suatu tempat di dekat Baitullah di sisi pohon dauhah, yang sekarang dipahami tempat itu di antara sumur Zamzam dan Ka’bah (Masjidil Haram).
Setelah itu, dengan berbekal tempat makanan berisi kurma dan tempat minum berisi air, Ibrahim meninggalkan keduanya untuk selanjutnya pergi ke Palestina. Hajar mengikutinya dan bertanya, “Hendak ke manakah, wahai Ibrahim? Engkau meninggalkan kami di lembah yang tiada teman atau apa pun?”
Hajar mengulang pertanyaannya beberapa kali. Saat dilihatnya Ibrahim hanya diam, segera ia tersadar. “Apakah Allah yang menyuruhmu berbuat demikian?” tanya Hajar penasaran.
“Benar,” jawab Ibrahim.
“Jika demikian, maka Allah tak akan menelantarkan kami,” ucap Hajar optimis.
Kemudian Hajar kembali ke tempat semula, sedangkan Ibrahim melanjutkan perjalanan dakwahnya menuju Palestina, tanpa memberi bekal apa-apa pada keluarganya. Tidak ada deposito, ATM, kartu kredit, mobil, apalagi rumah; kecuali menitipkan keluarganya hanya pada Allah.
Setelah berjalan agak jauh hingga di satu daerah bernama Hudai, Ibrahim menengok ke belakang, tapi sudah tidak kelihatan lagi anak dan istrinya. Disitulah Nabi Ibrahim menghadapkan wajahnya ke Baitullah seraya mengangkat kedua tangannya dan dengan linangan airmata ia doa:
رَبَّنَا إِنِّي أَسْكَنْتُ مِنْ ذُرِّيَّتِي بِوَادٍ غَيْرِ ذِي زَرْعٍ عِنْدَ بَيْتِكَ الْمُحَرَّمِ رَبَّنَا لِيُقِيمُوا الصَّلَاةَ فَاجْعَلْ أَفْئِدَةً مِنَ النَّاسِ تَهْوِي إِلَيْهِمْ وَارْزُقْهُمْ مِنَ الثَّمَرَاتِ لَعَلَّهُمْ يَشْكُرُونَ
“Wahai Tuhan kami, sesungguhnya aku telah menempatkan sebagian anak keturunanku di lembah sekitar Masjidil Haram, daerah yang tidak dapat ditumbuhi tanaman. Wahai Tuhan kami, muliakanlah mereka supaya mereka melaksanakan shalat. Dan jadikanlah hati sebagian manusia senang kepada mereka. Dan berilah mereka rezeki dari buah-buahan supaya mereka mau taat kepada-Mu.” (Qs. Ibrahim [14]:37)
Sepeninggal Ibrahim banyak cobaan menimpa bunda Hajar. Terutama saat Ismail menangis kehausan. Hajar mencari-cari sumber mata air tapi tak ada. Ia berlari-lari mengelilingi lembah dengan nafas yang tersengal. Tapi dia tidak menemukan mata air.
Ia ingin pergi ke luar lembah, akan tetapi Ibrahim sudah berpesan: apa pun yang terjadi jangan pernah meninggalkan lembah ini.
Dalam keadaan lelah, bunda Hajar kembali menemui Ismail yang ia tinggal sendirian di bawah pohon. Ia memperhatikan anaknya yang berguling-guling kehausan. Ia tak tega. Dengan penuh cinta, ia beranjak pergi mendaki Bukit Shafa. Ia berharap ada orang yang akan menolongnya atau menemukan oase di tengah gurun pasir. Ketika tak menemukan apa yang dicarinya, ia menaiki Bukit Marwah. Terus-menerus seperti itu sebanyak tujuh kali, sampai datanglah pertolongan Allah.
Tiba-tiba air keluar dari bawah kaki Ismail kecil yang menangis karena kehausan. Hajar takjub dan berkata, “Zamzam, zamzam. Berkumpul-berkumpul.” Ia segera membuat kolam kecil agar air Zamzam tak melimpah kemana-mana.
Air itulah yang selalu memancar deras dan tak pernah kering bahkan setelah berabad-abad kemudian. Mata air inilah yang sampai sekarang kita sebut air zamzam.
Peristiwa mendaki Bukit Shafa dan Bukit Marwah diabadikan Allah sebagai salah satu rukun haji dan umrah. Tujuannya adalah agar kita yakin bahwa Allah tak akan menyia-nyiakan kita jika kita senantiasa patuh dan berusaha maksimal dalam kehidupan ini, termasuk dalam berjuang untuk mendidik dan mencerdaskan anak-anak kita.
Alangkah mulianya akhlak seorang istri seperti Hajar, baik sebagai istri maupun sebagai hamba Allah. Hajar tidak protes begitu tahu suaminya melakukan sesuatu yang tampaknya “tidak berprikemanusiaan” itu. Hajar justru meyakinkan suaminya, bahwa Allah pasti akan melindungi dirinya dan putranya Ismail.
Meski mereka setengah mati karena kehausan, bunda Hajar tidak meninggalkan lembah, demi menjaga wasiat suaminya. Bandingkan dengan istri-istri jaman sekarang, yang sudah mengenyam pendidikan emansipasi, belajar kesetaraan gender, dan mengerti hukum kekerasan dalam rumah tangga. Sekiranya para ibu di zaman modern ini berada dalam posisi Hajar, mungkinkah akan tetap di lembah melihat anaknya hampir mati kehausan. Atau berinisiatif mencari pertolongan, bahkan sekalian ajak Ismail untuk pergi dari lembah? Namun, bunda Hajar taat pada suaminya dan taqwa pada Allah Subhanahu wa Ta’ala..
Beberapa tahun kemudian, Allah Swt mengijinkan Ibrahim untuk menengok istri dan anaknya di Makkah. Ibrahim menyaksikan ternyata Makah sudah berubah menjadi perkampungan kecil, sudah ada rumah, ada penduduk, ada juga telaga, ada kambing-kambing, ada sumur.
Namun siapa mengira, setelah akhirnya diberi keturunan dan di kala Ismail meningkat dewasa, usia 13 tahun, Allah Swt memerintahkan pada Ibrahim As melalui mimpi supaya menyembelih anaknya, sebagaimana terekam dalam dialog Ilahiyah di bawah ini:
فَلَمَّا بَلَغَ مَعَهُ السَّعْيَ قَالَ يَا بُنَيَّ إِنِّي أَرَىٰ فِي الْمَنَامِ أَنِّي أَذْبَحُكَ فَانْظُرْ مَاذَا تَرَىٰ ۚ
“Tatkala anak itu sudah dewasa, Ibrahim berkata kepada anaknya: “Wahai anakku, sungguh aku telah bermimpi menyembelih kamu. Karena itu, apa pendapatmu tentang mimpiku itu?” (Qs. Ash Shaffat [37]:102).
Bayangkanlah, seorang anak yang ditinggal pergi bapaknya di tengah gurun selama bertahun-tahun. Dan saat bertemu kembali, saat sedang asyik-asyiknya melepas rindu, tiba-tiba sang bapak bertanya: “Apakah aku boleh menyembelihmu?”
Jika hal yang sama kita tanyakan pada anak-anak zaman sekarang, niscaya kita akan dianggap gila dan menolak dengan alasan melanggar hukum tentang kekerasan terhadap anak, sehingga bisa jadi malah ayahnya yang disembelih oleh anaknya.
Namun, jawaban Ismail As atas pertanyaan ayahnya sungguh luar biasa. Jawaban yang menunjukkan kualitas iman, yang hanya muncul dari anak yang shalih, putera dari bapak yang shalih.
قَالَ يَا أَبَتِ افْعَلْ مَا تُؤْمَرُ ۖ سَتَجِدُنِي إِنْ شَاءَ اللَّهُ مِنَ الصَّابِرِينَ
“Ismail berkata: “Wahai ayahanda, lakukanlah apa yang diperintahkan kepadamu. Insya Allah, engkau akan mendapati aku termasuk orang yang sabar.” (Qs. Ash Shaffat [37]:102).
Hari itu, 10 Dzulhijjah, sepasang suami istri Ibrahim dan Hajar, beserta anaknya yang taat pada Allah sedang diuji. Keikhlasan dan kepasrahan Nabi Ibrahim dalam meninggikan kalimat Allah sekalipun dengan mengorbankan harta, jiwa, bahkan putera kesayangannya sendiri. Dan kesetiaan Ismail untuk menaati ayahandanya dalam rangka melaksanakan Syari’at Allah, walau harus menyerahkan nyawanya sendiri, merupakan ujian keimanan, sebagaimana firman-Nya:
وَنَادَيْنَاهُ أَنْ يَا إِبْرَاهِيمُ . قَدْ صَدَّقْتَ الرُّؤْيَا إِنَّا كَذَلِكَ نَجْزِي الْمُحْسِنِينَ . إِنَّ هَذَا لَهُوَ الْبَلَاء الْمُبِينُ . وَفَدَيْنَاهُ بِذِبْحٍ عَظِيمٍ .
“Ketika Ibrahim dan Ismail telah pasrah kepada Allah dan Ibrahim pun membaring-kan puteranya, maka Kami berseru kepadanya, maka Kami berseru kepadanya: “Wahai Ibrahim, kamu telah membenarkan mimpimu. Sungguh Kami akan memberi pahala kepada orang-orang yang beramal shalih.” Sungguh perintah Allah kepada Ibrahim itu merupakan suatu ujian keimanan yang sangat jelas. Kami ganti Ismail dengan seekor domba yang sangat besar.” (Qs. Ash-Shaffat, 37:104-111).
Ma’asyiral Muslimin Rahimakumullah
أكبر ، الله أكبر ، الله أكبر ولله الحمد
Apa yang kita rasakan, menyaksikan episode sejarah yang begitu menggetarkan jiwa dan menggoncang sanubari ini? Seorang ayah yang sudah berusia 86 tahun, yang sedang mencurahkan kerinduan hatinya, dan harapan pun tertumpah pada kader muda penerus risalahnya, sekaligus putera beliau yang sedang menanjak dewasa. Tiba-tiba datang perintah Allah, diminta menyembelih putera kesayangan dan satu-satunya itu. Apakah akan ditaati atau menentangnya? Sungguh dilematis, apakah rasa sayang dan kecintaan kepada putera lelakinya, menghalanginya untuk menaati perintah Allah? Nabi Ibrahim, akhirnya lulus melewati ujian Ilahy.
Peristiwa bersejarah ini memberi pelajaran bagi setiap Muslim, bahwa anak yang shalih dan shalihah hanya dapat lahir dari keturunan dan lingkungan keluarga yang shalih juga, sekalipun selalu ada pengecualian. Laksana pepatah, “daun jatuh tidak akan jauh dari pohonnya.”
Di zaman kita sekarang, hanya sedikit orang-orang sukses yang melahirkan orang yang sukses pula. Keshalihan Ismail, bukan diperoleh dari bangku kuliah di universitas, bukan pula celupan dari adat istiadat serta budaya masyarakatnya; melainkan karena ketaatannya pada ajaran agama.
Namun sungguh memprihatinkan, akhir-akhir ini di negeri kita, masih terdapat orang yang terus terang menunjukkan antipatinya terhadap ajaran agama. Lalu mereka menyeru kepada ideologi sekuler, liberal, komunis. Bukan saja mereka anti agama tapi juga anti Tuhan.
Kita semakin prihatin, ternyata dari kalangan umat Islam sendiri ada yang mencurigai Islam, sebagaimana kecurigaan orang-orang kafir bahwa ajaran Islam menghambat kemajuan, intoleran, dan anti kebhinekaan. Gagal mengamalkan ajaran Islam dengan benar, malah seorang muslimah bergelar professor mengusulkan untuk menghapus pelajaran agama di sekolah.
“Sebaiknya ya untuk pendidikan agama di Indonesia alangkah baiknya dihapus saja supaya bisa mencontoh negara yang sudah sukses, salah satu contohnya adalah Australia,” katanya.
Senada dengan itu, Menteri Agama justru mencela siswa yang serius menjalankan agama, khawatir menjadi teroris dan radikal. “Kita jangan terlalu tegang dalam menganut paham Agama, jangan kita terlalu formalistis dalam menjalani kehidupan keagamaan atau terlalu serius, itu berpotensi menimbulkan sesuatu yang berlebihan dan dapat mengurangi rasa toleransi dalam kehidupan sehari-hari,” kata menteri agama.
Padahal berbagai kerusakan moral yang terjadi di tengah-tengah masyarakat, justru akibat mengabaikan ajaran agama, dan bermain-main dalam beragama.
Sebagai Muslim, kita yakin dan percaya bahwa Islam merupakan rahmat terbesar yang diturunkan Allah untuk mengatur kehidupan manusia. Jika manusia menjalani kehidupan berdasarkan petunjuk Allah, maka ia akan bahagia. Begitulah informasi Al-Qur’anul Karim.
وَأَنَّا مِنَّا الْمُسْلِمُونَ وَمِنَّا الْقَاسِطُونَ فَمَنْ أَسْلَمَ فَأُولَئِكَ تَحَرَّوْا رَشَدًا (١٤) وَأَمَّا الْقَاسِطُونَ فَكَانُوا لِجَهَنَّمَ حَطَبًا (١٥) وَأَلَّوِ اسْتَقَامُوا عَلَى الطَّرِيقَةِ لأسْقَيْنَاهُمْ مَاءً غَدَقًا (١٦) لِنَفْتِنَهُمْ فِيهِ وَمَنْ يُعْرِضْ عَنْ ذِكْرِ رَبِّهِ يَسْلُكْهُ عَذَابًا صَعَدًا (١٧)
“Di antara kami ada yang tunduk patuh kepada Allah dan ada pula yang durhaka. Siapa saja yang patuh kepada Allah, berarti mereka telah memilih agama yang benar. Adapun orang-orang yang durhaka, mereka pasti menjadi bahan bakar neraka Jahanam.
Sekiranya orang-orang durhaka itu mau mengikuti Islam, niscaya Kami akan memberi rezeki yang banyak sekali kepada mereka. Kami ingin menguji manusia dengan nikmat Kami itu. Siapa saja yang menjauhi peringatan Al-Qur’an, niscaya dia akan merasakan adzab yang berat di akhirat.” (Qs. Al Jin [72]: 14-17)
Tangis Muslim Rohingya
Ma’asyiral Muslimin Rahimakumullah
الله أكبر ، الله أكبر ، ولله الحمد الله أكبر ،
Jika hari ini umat Islam sedunia menyambut hari raya qurban dengan gembira, bisa makan-makan, minum-minum, menyembelih hewan qurban. Maka jangan lupakan nasib derita saudara kita di Rohingya. Kondisi mereka, jangankan untuk makan, untuk bertahan hidup pun mereka tak bisa.
Anak-anak, para gadis, dan ibu-ibu dibantai, menjadi korban penyembelihan militer musyrik Budha. Masjid dibakar, ribuan rumah dihancurkan oleh kaum kafir Budha. Tanpa terkecuali, kekerasan dilakukan secara besar-besaran oleh masyarakat Budha terhadap keluarga Muslim dan komunitasnya, termasuk anak-anak dan bayi mereka.
Militer Myanmar beserta warga sipil Budha bersekutu melakukan pengusiran terhadap warga Muslim dengan taktik dan metode rahasia yang berbeda-beda. Seperti pembunuhan massal, penembakan terbuka, memperkosa para wanita, menjarah harta benda dan uang, penangkapan yang semena-mena, pembakaran rumah-rumah, membakar hidup-hidup para guru dan siswa. Termasuk pembakaran Al-Qur’an yang mulia, masjid-masjid serta madrasah-madrasah melalui berbagai peristiwa rekayasa yang semena-mena.
Nasib kaum muslim Rohingya semakin mengenaskan setelah serangan militer di Rakhine. Saat mereka mengungsi dengan melintas ke sejumlah perbatasan negara, termasuk Bangladesh, justru diusir oleh aparat keamanan setempat. Lebih dari 30 ribu Saudara kita muslim Rohingya di Miyanmar mengungsi karena kebiadaban penguasa.
Di Myanmar terdapat sekitar 1,1 juta warga muslim mengalami diskriminasi, penyiksaan dan penindasan secara brutal yang dilakukan rezim dictator militer Myanmar. Kebiadaban yang dialami etnis Rohingya di Myanmar merupakan kejahatan kemanusiaan yang sama biadabnya dengan perlakuan Israel terhadap warga Palestina.
Eksistensi Muslim Rohingya tidak diakui sebagai warga negara di Myanmar yang mayoritas warganya beragama Budha. Sebagai warga minoritas, selama bertahun-tahun mereka kesulitan memperoleh akses kesehatan, pendidikan dan perumahan yang layak.
Tragedi yang menimpa muslim Rahingya bukanlah konflik masyarakat atau konflik sektarian antara mayoritas Budha dengan minoritas Muslim, melainkan rangkaian ketidakadilan, serangan keji yang menargetkan pembasmian etnis Rohingya.
Oleh karena itu, solidaritas umat Muhammad Saw sedang ditunggu, sebagaimana firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:
وَمَا لَكُمْ لَا تُقَاتِلُونَ فِي سَبِيلِ اللَّهِ وَالْمُسْتَضْعَفِينَ مِنَ الرِّجَالِ وَالنِّسَاءِ وَالْوِلْدَانِ الَّذِينَ يَقُولُونَ رَبَّنَا أَخْرِجْنَا مِنْ هَٰذِهِ الْقَرْيَةِ الظَّالِمِ أَهْلُهَا وَاجْعَلْ لَنَا مِنْ لَدُنْكَ وَلِيًّا وَاجْعَلْ لَنَا مِنْ لَدُنْكَ نَصِيرًا
“Wahai kaum mukmin, mengapa kalian tidak mau berperang untuk membela Islam? Padahal kaum laki-laki, perempuan dan anak-anak yang tertindas telah berdo’a: “Wahai Tuhan kami, keluarkanlah kami dari negeri yang penduduknya berbuat zhalim. Berikanlah kepada kami seorang penolong dari sisi-Mu. Berikanlah kepada kami seorang pembela dari sisi-Mu.” (Qs. An Nisa’ [4]:75)
MUNAJAT
Ma’asyiral Muslimin Rahimakumullah
لله أكبر ، الله أكبر ، ولله الحمد الله أكبر ،
Kini, saat kita bersimpuh di haribaan Ilahy, marilah kita muhasabah, meluruskan aqidah dan memperbaiki akhlak, sekaligus koreksi total atas dosa serta kesalahan pemahaman dan pengamalan Islam kita. Di hari yang penuh barakah ini, wahai kaum Muslimin, marilah kita buktikan bahwa Umat Nabi Muhammad Saw. belum mati di negeri ini, dengan menegakkan Qur’an dan Sunnah beliau dalam kehidupan pribadi, keluarga, masyarakat dan Negara, sembari kita bermunajat kepada Allah Azza wajalla:
اللَّهُمَّاغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ وَالْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ اْلأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَاْلأَمْوَاتِ اِنَّكَ سَمِيْعٌ قَرِيْبٌ مُجِيْبُ
الدَّعْوَاتِ, فَيَا قَاضِيَ الْحَاجَاتِ
“Ya Allah, ampunilah dosa kaum muslimin laki-laki dan perempuan, mu’min laki-laki dan perempuan, baik yg masih hidup maupun yg sudah wafat. Sesungguhnya Engkau Maha Mendengar, dekat dan mengabulkan doa-doa, wahai Dzat yg memenuhi segala kebutuhan”.
اللَّهُمَّ عَلَيْكَ بِبَشَّارِ الْأَسَدِ وَأَعْوَانِهِ الْمُعْتَدِيْنَ، الَّذِيْنَ قَتَلُوْا إِخْوَانَنَا الْمُسْلِمِيْنَ فِيْ حَلَبٍ خَاصَّةً، وَفِيْ سُوْرِيَا عَامَّةً
“Ya Allah turunkanlah hukuman-Mu pada orang-orang zhalim dan para penolongnya yang telah melakukan kezhaliman dengan membunuh saudara-saudara kami kaum muslimin dimana pun saudara kami berada”.
اَللَّهُمَّ أَنْجِ إِخْوَانَنَا الْمُسْلِمِيْنَ الْمُسْتَضْعَفِيْنَ فِيْ سُوْرِيَا، اَللَّهُمَّ الْطُفْ بِهِمْ وَارْحَمْهُمْ وَأَخْرِجْهُمْ مِنَ الضِّيْقِ وَالْحِصَارِ
“Ya Allah selamatkanlah saudara-saudara kami kaum muslimin yang lemah dimanapun mereka berada. Ya Allah sayangi dan kasihilah mereka dan keluarkanlah mereka dari pengepungan dan keadaan sempit yang mereka alami saat ini.”
اَللَّهُمَّ تَقَبَّلْ مِنْهُمُ الشُّهَدَاءَ وَاشْفِ مِنْهُمُ الْمَرْضَى وَالْجَرْحَى، اللَّهُمَّ كُنْ لَهُمْ وَلاَ تَكُنْ عَلَيْهِمْ، فَإِنَّهُ لاَ حَوْلَ لَهُمْ وَلاَ قُوَّةَ إِلاَّ بِكَ
“Ya Allah terimalah syuhada mereka dan sembuhkanlah yang sakit dan terluka dari kalangan mereka. Ya Allah karuniakanlah kebaikan pada mereka dan janganlah Engkau timpakan keburukan pada mereka karena tiada daya dan kekuatan bagi mereka kecuali dengan pertolongan-Mu.”
وَصَلَّى اللهُ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ أَجْمَعِيْنَ . سُبْحَانَ رَبِّكَ رَبِّ الْعِزَّةِ عَمَّا يَصِفُوْنَ . وَسَلاَمٌ عَلَى الْمُرْسَلِيْنَ . وَالْحَمْدُ لِلهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ
Semoga shalawat senantiasa tercurah kepada pemimpin kami Muhammad Shallalahu alaihi wa sallam, keluarga dan sahabatnya semua. Maha suci Tuhanmu Pemilik kemuliaan dari apa yang mereka persekutukan. Semoga salam sejahtera selalu tercurah kepada para rasul dan segala puji hanya bagi Tuhan semesta alam.
(*/arrahmah.com)