Khotbah ini disampaikan oleh Irfan S Awwas, Ketua Lajnah Tanfidziyah Majelis Mujahidin, di hadapan Jamaah Shalat ‘Idul Fithri 1 Syawal 1430 H/ 20 September 20099 M, di Lapangan Gedongan, Desa Muruh, Kec. Gantiwarno, Kabupaten Klaten.
Allahu Akbar 9 x
إِنَّ الْحَمْدَ للهِ, نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ, وَنَعُوْذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا, مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلاَ مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْهُ فَلاَ هَادِيَ لَهُ, وَأَشْهَدُ أَنْ لاَإِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَشَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّداً عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ, أَللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ وَأُمَّتِهِ الْمُطِيْعِيْنَ الْمَجَاهِدِيْنَ.
يَاأَيُّهَا الَّذِيْنَ أَمَنُوْا اتَّقُوْا اللهَ وَقُوْلُوا قَوْلاً سَدِيْدًا يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْلَكُمْ ذُنُوْبَكُمْ وَمَنْ يُطِعِ اللهَ وَرَسُوْلَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزاً عَظِيْمًا. أَمَّا بَعْدُهُ : أُوْصِيْكُمْ وَإِيَّايَ بِتَقْوَى اللهِ فَقَدْ فَازَ الْمُتَّقُوْنَ
Mengawali khutbah ini, terlebih dahulu marilah kita memupuji kebesaran Ilahy yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya, sehingga pada hari ini kita dapat melaksanakan perintah agama, shalat Idul Fithri di tempat ini. Kita bersyukur kepada Allah Swt yang telah menciptakan segala sesuatu, dan menurunkan syari’at sebagai petunjuk jalan bagi makhluk ciptaan-Nya dalam mengarugi kehidupan dunia ini.
Semoga Allah senantiasa mencurahkan rahmat dan kesejahteraan kepada Nabi Muhammad Saw, keluarga, para shahabat, tabi’it-tabi’in serta seluruh kaum Muslimin yang setia mengikuti beliau dengan baik hingga hari kiamat.
Kemudian, sebagai khatib pada kesempatan khutbah hari raya ini, perkenankan kami mengingatkan diri pribadi dan segenap jamaah sekalian untuk senantiasa meningkatkan taqwa kepada Allah Swt. Marilah peningkatan taqwa ini kita jadikan sebagai agenda hidup yang utama, agar menjadi manusia ideal menurut Islam. Yakni, menjadi manusia mulia dan dimuliakan oleh Allah Swt sebagaimana firman-Nya (yang artinya):
“Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di hadapan Allah adalah orang yang paling bertaqwa.” (Qs. Al-Hujurat, 49:13)
Di zaman kita sekarang sedikit orang yang menjadikan taqwa sebagai agenda hidupnya, yaitu menjalani hidup di bawah naungan syari’at Allah. Kebanyakan umat Islam adalah ‘Muslim Otodidak’ yang mengamalkan Islam menurut pemahaman dan penghayatan pribadinya, sehingga adakalanya benar dan lebih sering keliru dalam memahami dan mengamalkan perintah taqwallah (takut pada Allah).
Sekalipun kalimat taqwa menjadi bagian dari sumpah jabatan para pejabat Negara, tapi faktanya, pemerintah belum pernah memberi contoh yang benar tentang praktik taqwa pada Allah Swt. Yang kita saksikan justru sebaliknya, berbagai penolakan dan pelanggaran terhadap ajaran Islam yang dilakukan masyarakat dan pejabat Negara.
Ketika ada orang Islam mengimplementasikan pola hidp taqwa dengan mengamalkan syari’at Islam dan menuntut pelaksanaannya melalui lembaga Negara, malah dicurigai sebagai fundamentalis. Belum adanya standar hidup taqwa dalam agenda pemerintahan Negara, menyebabkan penilaian masyarakat menjadi kacau. Orang shalih dianggap salah, mengenakan pakaian taqwa (jibab) bagi Muslimah dipersulit bekerja di perusahaan atau masuk lembaga pendidikan karena dianggap budaya Arab, sementara para koruptor dimanjakan, sebaliknya lembaga pemberantas korupsi dicurigai dan sebagainya.
Ma’asyiral Muslimin Rahimakumullah…
Allahu Akbar, Allahu Akbar wa Lillahil Hamdu
Pada hari ini kita tengah menapaki hari perdana di bulan Syawal 1430 H dengan menunaikan shalat ‘Idul Fithri sebagai penutup kesempurnaan zikir, mengingat dan menyebut asma Allah Swt. Marilah kita bersungguh-sungguh di dalam melaksanakan ketaatan kepada Allah, dan menjauhi kesalahan dan dosa agar kita beruntung dengan mendapatkan kehidupan yang baik di dunia dan pahala yang banyak sesudah mati.
Kini bulan suci Ramadhan telah berlalu, dan ia akan menjadi saksi yang menguntungkan atau memberatkan atas amalan-amalan yang telah kita kerjakan. Jika selama bulan Ramadhan yang kita lakukan adalah amal-amal yang shalih, hendaklah kita memuji Allah atas hal itu dan hendaklah bergembira dengan pahala yang baik. Sesungguhnya Allah tidak akan menyia-nyiakan orang yang berbuat kebajikan. Sebaliknya, siapa yang melakukan amal yang buruk, hendaklah ia segera bertaubat kepada Allah dengan taubatan nashuha, karena sesungguhnya Allah menerima taubat orang yang bertaubat kepada-Nya.
Sesungguhnya kaum Muslimin sangat merindukan kembalinya kejayaan Islam, agar dapat menciptakan dunia yang penuh kedamaian, kesejahteraan, kasih sayang, keadilan dan persatuan bagi segenap umat manusia. Harapan ini merupakan missi Islam yang diproklamirkan oleh Rasulullah Saw sejak beliau memulai dakwahnya di Makkah yang dikenal dengan misi Rahmatan lil Alamin.
Sebenarnya banyak sekali umat Islam dewasa ini yang siap menerima apapun yang sesuai dengan ajaran Islam, tetapi semua ini cepat berubah manakala muncul konflik antara Islam dan kekafiran. Kelemahan ini bahkan terdapat di kalangan orang-orang yang menyatakan diri sebagai pembela-pembela Islam. Mereka meneriakkan puji-pujian terhadap Islam, melakukan aktivitas keislaman, membentuk jamaah zikir dengan puluhan ribu pengikutnya.
Namun, jika diseru supaya melaksanakan syari’at Islam dalam urusan pribadi, keluarga, Negara, relasi-relasi bisnis, lembaga pendidikan, dan di segala aspek kehidupan, mereka akan menjawab: “Negara kita bukan Negara Islam, lebih baik kita abaikan dulu untuk sementara waktu menunggu momentum yang tepat agar kita tidak dicurigai.”
Kapankah kondisi yang aman damai itu akan tiba, sehingga kebenaran dapat disampaikan dengan terus terang? Hingga hari kiamat sekalipun kondisi demikian tidak akan pernah datang, karena orang-orang kafir akan terus membuat makar untuk mendiskreditkan dakwah Islam. Ingatlah nasihat Khalifah Umar bin Khathab bahwa, “Kebenaranlah yang membuat kamu menjadi kuat, dan bukan kekuatan kamu yang membuat jayanya kebenaran.” Sedangkan Khalifah Utsman berpesan, “Kejayaan umat ini akan terpelihara selama Al Qur’an berdampingan dengan kekuatan. Bilamana kekuatan tanpa Qur’an akan menjadi anarkhis dan bilamana Qur’an tanpa kekuatan tidak bermakna bagi kehidupan.”
Kesan yang kini sangat dominan di kalangan kaum Muslimin, bahwa menegakkan kehidupan berbasis Islam seakan ancaman terhadap keselamatan dirinya. Ada juga di kalangan umat Islam yang salah faham terhadap ajaran Allah Rabbul Alamin. Bila Allah Swt memerintahkan suatu perbuatan tertentu, mereka menganggap akan merugikan dan menyusahkan hidupnya, sedang bila dilarang mengerjakan tindakan tertentu, justru melanggar larangan dianggap menguntungkan dirinya. Hal ini tercermin pada keengganan umat Islam untuk berterus terang dengan agamanya dan menerima stigmatisasi musuh-musuh Islam, seolah-olah Islam adalah agama yang telah kehilangan relevansi untuk terus dipertahankan di era globalisasi ini.
Dengan stigmatisasi seperti ini menjadi berat bagi tokoh-tokoh Islam, terutama para politisinya, untuk mengibarkan bendera syari’at Islam secara jujur dan terus terang. Kondisi demikian menciptakan hubungan yang tegang, saling mencurigai diantara komunitas Muslim sehingga muncul pengelompokan Islam moderat dan radikal, toleran versus ektrem, inklusif versus eksklusif, dan nasional versus transnasional.
Pemetaan seperti ini sengaja dibuat oleh musuh-musuh Islam, sehingga kekuatan Islam dipecah-pecah sesuai program mereka. Sehingga menjadi beban berat bagi umat Islam yang memiliki komitmen tinggi terhadap agamanya. Dampak negatifnya, muncullah perasaan tertindas, tertekan di kalangan Muslim; merasa teraniaya dan hidupnya menjadi sengsara. Mentalitas yang merasa sengsara karena Islam, merasa tertindih beban berat bila mengamalkan Al-Qur’an dikoreksi dan mendapat teguran keras dari Allah Swt:
“Kami tidak menurunkan Al Quran ini kepadamu agar kamu menjadi susah; tetapi sebagai peringatan bagi orangyang takut kepada Allah.” (Qs. Thaha, 20:2-3).
Al-Qur’anul Karim diturunkan bukan untuk menjadikan manusia hidup dalam tatanan yang membawa kesengsaraan, kemiskinan, penderitaan dan saling menindas. Tetapi untuk memberikan tatanan hidup yang dapat membangun kasih sayang, berbuat kebajikan, perdamaian, persaudaraan, dan saling menghormati martabat manusia satu dengan lainnya.
Ibarat kafilah di tengah padang sahara yang sedang kehabisan bekal perjalanan. Tidak cukup untuk meneruskan perjalanan dan tidak pula cukup digunakan buat kembali ke tempat asal. Di saat kebingungan dan rasa panik, datanglah seorang pengembara menawarkan pertolongan, mengajak mereka ke suatu taman nan hijau di tengahnya membentang kolam air yang jernih dan menyegarkan. Di antara anggota kafilah itu ada yang belum puas dan ingin di ajak ke tempat yang lebih nyaman, tapi sebagian lain menyatakan, “kami puas dengan keadaan ini dan kami ingin tinggal menetap disini.”
Begitulah perumpamaan kehadiran Nabi Muhammad Saw dengan Al-Qur’an, pemberi petunjuk bagi kafilah manusia yang kebingungan di tengah sahara tandus, kehilangan kompas kehidupan, terlunta di tengah kegelapan akibat maksiat dan kemungkaran.
Mengawasi Juru Dakwah
Ma’asyiral Muslimin Rahimakumullah…
Allahu Akbar, Allahu Akbar wa Lillahil Hamdu
Pada masa akhir-akhir ini, kondisi yang mencekam dan menakutkan menimpa kaum Muslimin, terutama ketika Islam dikait-kaitkan dengan terorisme. Munculnya gagasan aparat keamanan untuk mengawasi juru dakwah dengan dalih pemberantasan terorisme, mengundang kekhawatiran mendalam. Apalagi, dengan mudahnya mengidentifikasikan seseorang sebagai jaringan teroris, melalui atribut pakaian berjubah, bercadar bagi Muslimah, memanjangkan jenggot dan celana komprang.
Sesungguhnya juru dakwah merupakan urat nadi kehidupan sosial, bukan pengacau dan bukan pula penyebar teror. Adakalanya seorang juru dakwah tampil sebagai tabib di tengah-tengah masyarakat, atau menjadi pengamat sosial yang berinisiatif mengubah masyarakat yang bobrok, jorok atau bodoh menjadi masyarakat yang terhormat. Bahkan seorang juru dakwah bisa menjadi pendamping yang produktif bagi si kaya, dan sekaligus menjadi pendamping yang kreatif bagi si miskin.
Namun kini, umat Islam di berbagai belahan dunia justru mengalami terror dari musuh-musuh Islam, bahkan diteror di dalam hatinya sendiri. Ketika terdapat tokoh dan orang-orang tertentu yang tidak bersahabat dengan Islam, dan merusak citra Islam dengan mengatakan, bahwa salah satu ayat Qur’an dalam surat Al Maidah ayat 44, 45, 47, tentang penguasa kafir, faseq dan zalim, merupakan pemicu terorisme.
Inilah teror terhadap umat Islam yang dilakukan oleh orang yang mengaku beragama Islam. Padahal sepanjang sejarahnya, Islam tidak ada kaitannya dengan terorisme. Memang Islam memerintahkan jihad fisabilillah, dan jihad jelas bukan terorisme. Maka, dalam kaitan ini kita perlu menyampaikan himbauan Islam kepada para penguasa agar tidak membiarkan aparat keamanan untuk mencari-cari kesalahan rakyat apalagi mengintimidasi mereka.
Rasulullah Saw bersabda:
عَنْ أَبِي أُمَامَةَ عَنِ النَّبِيِّ قَالَ : إِنَّ الأَمِيْرَ إِذَا ابْتَغَىْ الرِّيْبَةَ فِي النَّاسِ أَفْسَدَهُمْ [رواه أبوداود]
“Dari Abu Umamah, Nabi Saw bersabda: “Sesungguhnya apabila penguasa mencari-cari hal yang mencurigakan dari rakyatnya, maka dia akan menghancurkan rakyatnya.”
Bila rakyat terus menerus dimata-matai intelijen, dengan dalih pemberantasan terorisme, rakyat jadi kehilangan inisiatif untuk berprestasi. Dari fakta sejarah kita ketahui bahwa akar terorisme sebenarnya adalah kezaliman dan ketidakadilan penguasa. Inilah yang dengan kasat mata kita saksikan, bahwa kejahatan yang dilakukan oleh Amerika dan sekutunya di Negara-negara Muslim seperti Iraq, Afghanistan, Pakistan, dan negeri-negeri lain termasuk Indonesia.
Kenyataan ini mengingatkan kita ke zaman Fir’aun, 2500 tahun SM, yang sezaman dengan Nabi Musa As. Ketika itu terjadi kezaliman dan berbagai bentuk ketidak adilan yang dilakukan oleh Fir’aun terhadap bani Israel. Rakyat diintimidasi dan diprovokasi seperti termatub dalam firman Allah Swt :
“Dan ingatlah ketika Kami selamatkan kamu dan Fir’aun dan pengikut-pengikutnya; mereka menimpakan kepadamu sikasaan yang seberat-beratnya, mereka menyembelih anak-anakmu yang laki-laki dan membiarkan hidup anak-anakmu yang perempuan. Dan pada yang demikian itu terdapat cobaan-cobaan yang besar dari Rabmu.” (Qs. Al Baqarah, 2:49).
Rezim fir’aun menyembelih anak-anak, menelantarkan kaum wanita dan mematai-matai gerak gerik setiap orang dari bani Israel karena distigmatisasai sebagai ancaman terhadap Negara. Akibat dari sikap paranoid Fir’aun dan rezimnya, maka kaum ibu bani Israel takut melahirkan bayi laki-laki, sebab hal ini berarti menjadi alasan penguasa untuk membunuh bayinya dan sekaligus memenjarakan ibunya.
Jika hendak mmemberantas terorisme, maka hentikan kezaliman dan hentikan kerjasama dengan penguasa jahat, baik di barat maupun di timur. Pemerintah hendaknya menjauhkan diri dari kezaliman dalam kebijakannya, terutama sekali berkaitan dengan pengelolaan alam untuk tidak diserahkan pada orang asing. Pemerintah jangan memosisikan diri sebagai elite penguasa yang memandang Indonesia sebagai pasar kapitalis global, sehingga rakyat tetap terpuruk dalam perjuangan mencapai kesejahteraan. Harus ada keberanian menghadapi tekanan asing yang menginginkan kekuatan Islam di Indonesia menjadi lumpuh seperti yang dilakukan kaum salibis di Spanyol lima abad yang lalu.
Rasulullah Saw menasihati para penguasa agar berbuat adil dan menjauhi kezaliman, dalam sabdanya:
قَالَ رَسُوْلُ اللهِ : اتَّقُوا الظُّلْمَ فَإِنَّ الظُّلْمَ ظُلُمَاتٌ يَوْمَ الْقِيَامَةِ [رواه مسلم]
Rasulullah Saw bersabda: “Jauhilah kedzaliman, karena sesungguhnya kedzaliman membuahkan kegelapan pada hari kiamat.”
Kezaliman akan semakin merajalela bila rakyat tidak berani mencegahnya. Maka bila ada ulama yang berani mencegah kezaliman penguasa, rakyat harus bersyukur dan membelanya karena dia telah berusaha mencegah malapetaka dan murka Allah.
Ma’asyiral Muslimin Rahimakumullah…
Allahu Akbar, Allahu Akbar walillhil Hamdu
Kaum Muslimin bangsa Indonesia supaya menyadari posisi dirinya sebagai pemilik sah negeri ini. Karena hanya umat Islam satu-satunya yang paling konsistensi mempertahankan NKRI. Sedang umat lain, justru menuntut keluar dari Indonesia seperti yang dilakukan oleh pengikut Kristen di Papua dan kelompok RMS di Maluku.
Para tokoh Islam baik di organisasi politik maupun massa tidak menjadi bagian dari agenda musuh Islkam untuk mengerdilkan peran umat Islam di Indonesia, seperti yang dilakukan oleh JIL, Islam oderat yang mengajak umat Islam untuk menukar aqidahnya dengan pluralisme atau tata dunia baru yang berbaris pada doktrin zionisme dan HAM. Karena sikap-sikap ambivalen hanya akan melahirkan orang Islam yang sekadar puas menjalankan ibadah, tetapi mengabaikan ajaran Islam sebagai jalan kehidupan.
Para ulama jangan pernah memosisikan diri sebagai terompet jahat musuh Islam, dengana menolak berlakunya syariat Islam di lembaga Negara. Merekalah yang seharusnya memimpin rakyat agar berani meluruskan apa yang bengkok dari penguasa, berani berkata benar secara terus terang. Rasulullah Saw bersabda:
عَنْ مُعَاوِيَةَ بْن أَبِيْ سُفْيَان ، عَنِ النَّبِيِّ قال : يَكُوْنُ أُمَرَاءَ يَقُوْلُوْنَ وَلاَ يُرَدُّ عَلَيْهِمْ ، يَتَهَافَتُوْنَ فِي النَّارِ يَتْبَعُ بَعْضُهُمْ بَعْضاً [رواه الطبراني]
“Dari Mu’awiyah bin Abu sufyan, dari Nabi Saw bersabda: “Akan muncul para penguasa yang berkata sesuka mereka dan tidak ada yang membantahnya. Mereka akan berjatuhan masuk neraka beriringan satu demi satu.”
DO’A
Ma’asyiral Muslim Rahimakumullah…
Allahu Akbar, Allahu Akbar walillahil Hamdu
Mengakhiri khutbah ini, merilah kita berdo’a, dengan meluruskan niat, membersihkan hati dan menjernihkan fikiran. Semoga Allah memperkenankan do’a hamba-Nya yang ikhlas.
اَللَّهُمَّ اقْسِمْ لَنَا مِنْ خَشْيَتِكَ مَاتَحُوْلُ بِهِ بَيْنَتَا وَبَيْنَ مَعْصِيَتِكَ وَمِنْ طَاعَتِكَ مَاتُبَلِّغُنَا بِهِ جَنَّتَكَ وَمِنَ الْيَقِيْنِ مَا تُهَوِّنُ بِهِ عَلَيْنَا مَصَآئِبَ الدُّنْياَ اَللَّهُمَّ مَتِّعْنَابِأَسْمَاعِنَا وَأَبْصَارِنَا وَقُوَّتِنَا مَاأَحْيَيْتَنَا وَاجْعَلْهُ الْوَارِثَ مِنَّا وَاجْعَلْ ثَأْرَنَا عَلَى مَنْ ظََلَمَنَا وَانْصُرْنَا عَلَى مَنْ عَادَانَا وَلاَتَجْعَلْ مُصِيْبَتَنَا فِى دِيْنِنَا وَلاَتَجْعَلِ الدُّنْياَ أَكْبَرَ هَمِّنَا وَمَبْلَغَ عِلْمِنَا وَلاَتُسَلِّطْ عَلَيْنَا مَنْ لاَ يَرْحَمُنَا. اَللَّهُمَّ الْعَنِ الْكَفَرَةَ مِنْ أَهْلِ الْكِتَابِ وَالْمُشْرِكِيْنَ الَّذِيْنَ يَصُدُّوْنَ عَنْ سَبِيْلِكَ وَيُكَذِّبُوْنَ رُسُلَكَ وَيُقَاتِلُوْنَ اَوْلِيَآءَكَ. اَللَّهُمَّ اَلِّفْ بَيْنَ قُلُوْبِنَا وَاَصْلِحْ ذَاتَ بَيْنِنَا وَاهْدِنَا سُبُلَ السَّلاَمِ وَنَجِّنَا مِنَ الظُّلُمَاتِ إِلَى النُّوْرِ وَبَارِكْ لَنَا فِى أَسْمَاعِنَا وَاَبْصَارِنَا وَقُلُوْبِنَا وَأَزْوَاجِنَا وَذُرِّيَّاتِنَا وَتُبْ عَلَيْنَا إِنَّكَ أَنْتَ التَّوَّبُ الرَّحِيْمِ . وَصَلَّى اللهُ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ اَجْمَعِيْنَ. وَالْحَمْدُ للهِ رَبِّ العَالَمِيْنَ.
Ya Allah, ya Rab kami, bagi-bagikanlah kepada kami demi takut kepada-Mu apa yang dapat kiranya menghalang antara kami dan ma’siat kepada-Mu; dan (bagi-bagikan juga kepada kami) demi taat kepada-Mu apa yang sekiranya dapat menyampaikan kami ke sorga-Mu; dan (bagi-bagikan juga kepada kami) demi taat kepada-Mu dan demi suatu keyakinan yang kiranya meringankan beban musibah dunia kami.
Ya Allah, ya Rab kami, senangkanlah pendengaran-pendengaran kami, penglihatan –penglihatan kami dan kekuatan kami pada apa yang Engkau telah menghidupkan kami, dan jadikanlah ia sebagai warisan dari kami, dan jadikanlah pembelaan kami (memukul) orang-orang yang menzhalimi kami serta bantulah kami dari menghadapi orang-orang yang memusuhi kami; dan jangan kiranya Engkau jadikan musibah kami mengenai agama kami, jangan pula Engkau jadikan dunia ini sebagai cita-cita kami yang paling besar, tidak juga sebagai tujuan akhir dari ilmu pengetahuan kami; dan janganlah Engkau kuasakan atas kami orang-orang yang tidak menaruh sayang kepada kami (HR. Tirmidzi dan ia berkata hadist ini hasan.)
Ya Allah, laknatilah orang-orang kafir ahli kitab dan orang-orang musyrik yang menghalang-haalangi jalan-Mu, mendustakan Rasul-rasul-Mu, dan membunuh kekasih-kekasih-Mu
Ya Allah, persatukanlah hati-hati kami dan perbaikilah keadaan kami dan tunjukilah kami jalan-jalan keselamatan serta entaskanlah kami dari kegelapan menuju cahaya yang terang. Dan jauhkanlah kami dari kejahatan yang tampak maupun tersembunyi dan berkatilah pendengaran-pendengaran kami, penglihatan-penglihatan kami, hati-hati kami dan isteri-isteri serta anak keturunan kami, dan ampunilah kami sesungguhnya Engkaulah yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. Shalawat atas Nabi Muhammad SAW dan ahli keluarga serta sahabat-sahabat beliau semuanya. Segala puji bagi Allah Rabb semesta alam.