(Arrahmah.com) – Tak terasa bulan suci Ramadhan akan segera meninggalkan ummat Islam dan Hari Raya Idul Fitri dalam beberapa hari ke depan akan segera kita rayakan. Semoga kita semua yang telah menunaikan shaum Ramadhan mendapatkan ampunan Allah, semoga Allah Subhanahu Wata’ala menjadikan kita semua berhak mendapatkan syafaat-Nya kelak, aamiin.
Berikut adalah Khutbah Idul Fitri yang disusun oleh Ustadz Irfan S. Awwas, Ketua Lajnah Tanfidziyah Majelis Mujahidin Indonesia yang diterima oleh redaksi arrahmah.com:
إِنَّ الْحَمْدَ لِلهِ نَحْمَدُهُ ، وَنَسْتَعِيْنُهُ ، وَنَسْتَغْفِرُهُ ، وَنَعُوْذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا ، وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا ، مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلَا مُضِلَّ لَهُ ، وَمَنْ يُضْلِلْ فَلَا هَادِيَ لَهُ ، وَأَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ ، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ (102) [آل عمران]
يَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُمْ مِنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالًا كَثِيرًا وَنِسَاءً وَاتَّقُوا اللَّهَ الَّذِي تَسَاءَلُونَ بِهِ وَالْأَرْحَامَ إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيبًا (1) [النساء]
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَقُولُوا قَوْلًا سَدِيدًا (70) يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَمَنْ يُطِعِ اللَّهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيمًا (71) [الأحزاب]
أَمَّا بَعْدُ : فَإِنَّ أَصْدَقَ الْحَدِيْثِ كِتَابُ اللهِ ، وَخَيْرَ الْهَدْيِ هَدْيُ مُحَمَّدٍ صَلىَّ اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، وَشَرَّ الأُمُوْرِ مُحْدَثَاتُهَا ، وَكُلَّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ ، وَكُلَّ بِدْعَةٍ ضَلَالَةٌ ، وَكُلَّ ضَلَالَةٍ فِي النَّارِ .
Ma’asyiral Muslimin Rahimakumullah
الله أكبر، الله أكبر، الله أكبر، ولله الحمد …
MENGAWALI khutbah ini, terlebih dahulu marilah kita memuji kebesaran Ilahi yang telah melimpahkan hidayah dan karunia-Nya, sehingga pada hari ini kita dapat melaksanakan perintah agama, yaitu shalat Idul Fithri di tempat ini.
Kemudian kita memohon kepada-Nya agar senantiasa mencurahkan rahmat dan kesejahteraan kepada pemimpin para rasul dan penutup para nabi, Muhammad Saw, dan keluarga, para shahabat, tabi’ut-tabi’in serta seluruh kaum Muslimin yang setia mengikuti beliau hingga hari kiamat.
Untuk itu, marilah kita bertaqwa kapada Allah Swt sebagaimana seruan Al-Qur’an: “Wahai orang-orang beriman, janganlah kalian meniru perilaku Bani Israil dahulu yang menyusahkan Musa. Allah menyelamatkan Musa dari tipu daya mereka. Sungguh Musa mempunyai kedudukan mulia di sisi Allah.
Wahai orang-orang beriman, taatlah kepada Allah dan berkatalah dengan perkataan yang benar. Dengan begitu, niscaya semua yang kalian lakukan hasilnya akan menjadi baik dan dosa-dosa kalian akan diampuni Allah. Siapa saja yang taat kepada Allah dan Rasul-Nya, sungguh dia memperoleh kemenangan yang sangat besar.” (Qs. Al-Ahzab [33]:69-71).
Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah
الله أكبر ، الله أكبر ، الله أكبر ، ولله الحمد …
Setelah satu bulan penuh kita menunaikan ibadah puasa Ramadhan, dan atas karunia-Nya pada hari ini kita dapat berhari raya bersama. Semoga kita semua yang telah menunaikan puasa ramadhan dan melaksanakan shalat Idul Fitri pada hari ini, mendapatkan ampunan Allah dan terbebas dari dosa. Semoga Allah Swt menjadikan kita semua berhak mendapatkan syafaat-Nya kelak ketika :
يَوْمَ لَا يَنفَعُ مَالٌ وَلَا بَنُونَ (88) إِلَّا مَنْ أَتَى اللَّهَ بِقَلْبٍ سَلِيمٍ (89)
“Pada hari kiamat, ketika harta dan anak-anak tidak lagi berguna bagi pemiliknya, kecuali bagi orang yang kembali kepada Tuhannya dengan bekal amal shalih dan hati yang ikhlas.” (Qs. Asy-Syu’ara [26]:88-89).
Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah
الله أكبر ، الله أكبر ، الله أكبر ، ولله الحمد …
Sebagai Muslim, kita yakin sepenuhnya bahwa karunia Allah yang terbesar di dunia ini adalah Dienul Islam. Sebagai agama dan jalan hidup, Islam merupakan pilihan terbaik yang telah dirintis oleh para nabi dan Rasul-Nya dan diikuti oleh mereka yang mendapat karunia Ilahi.
Sejak 1439 tahun yang lalu Allah Subhanahu wa ta’ala telah menginformasikan kepada Nabi-Nya Muhammad Saw, bahwa Islam yang didakwahkannya adalah agama yang sempurna:
الْيَوْمَ أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِينَكُمْ وَأَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِي وَرَضِيتُ لَكُمُ الْإِسْلَامَ دِينًا ۚ (3)
“Pada hari ini Aku telah menjadikan Islam agama yang sempurna untuk kalian. Aku telah berikan hidayah-Ku kepada kalian dengan sempurna. Aku meridhai Islam menjadi agama kalian”. (Qs. Al-Maidah [5]: 3)
Ayat ini turun kepada Nabi Saw pada hari Jum’at sore, bertepatan dengan hari Arafah sebagaimana riwayat Umar bin Khatthab yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim. Ayat yang mulia ini menunjukkan bahwa kesempurnaan syariat Islam telah mencukupi segala yang dibutuhkan manusia untuk beribadah kepada Allah Swt.
Itulah sebabnya, Umat Islam di zaman Nabi Shalallahu alaihi wa sallam, meyakini Islam sebagai agama yang sempurna untuk mengatur kehidupan; dengan menjadikan Nabi Muhammad Saw sebagai tauladan yang wajib diikuti dalam segala urusan. Mereka tidak memisahkan Islam sebagai agama dan politik, tidak membedakan Islam dalam kehidupan sosial dan kehidupan bernegara; justru mereka berjuang membangun Negara untuk menegakkan keadilan berdasarkan Syari’at Islam. Mereka semua puas dengan Islam tanpa embel-embel.
Di masa itu, tidak dikenal istilah Islam moderat, Islam radikal, Islam liberal, apalagi Islam teroris. Tidak ada Islam Arab atau Islam Nusantara.
Terbukti dalam sejarah, Umat Islam yang hidup di bawah naungan Syari’at Islam, pernah melewati masa-masa gemilang dalam sejarah peradaban manusia. Kala itu, setiap orang dapat menikmati indahnya Islam dan merasakan bahagianya menjadi seorang Muslim.
Banyak orang tertarik dan masuk Islam karena syariat Islam yang penuh rahmat. Dahulu tidak ada yang mencela Islam dengan menuduh bahwa Islam sadis, Islam teroris, karena mengetahui syariat Islam, bahkan dalam kondisi perang sekalipun, tetap penuh rahmat.
Umar bin Khatthab radhiyallahu ‘anhu menggambarkan kemuliaan dan indahnya Islam dengan pernyataan beliau yang tegas, lugas dan bernas:
إِنَّا كُنَّا أَذَلَّ قَوْمٍ فَأَعَزَّنَا اللَّهُ بِالْإِسْلَامِ فَمَهْمَا نَطْلُبُ الْعِزَّةَ بِغَيْرِ مَا أَعَزَّنَا اللَّهُ بِهِ أَذَلَّنَا اللَّهُ
“Dahulu kami adalah bangsa yang hina, kemudian Allah memuliakan kami dengan agama Islam. Jika sekarang kami mencari kemuliaan dengan selain Islam, niscaya Allah akan hinakan kami kembali”. (HR. Hakim dan dishahihkan oleh Al-Albani)
Ungkapan Umar bin Khathab ini menggambarkan situasi Arab jahiliyah yang sangat parah. Mereka melakukan kebiasaan-kebiasaan buruk seperti minum khamr sampai mabuk, berzina, berjudi, merampok dan sebagainya. Kebiasaan yang juga terjadi di masa jahiliyah modern kini, bahkan kejahatannya lebih kreatif dan bervariasi.
Tradisi terburuk di masyarakat Arab jahiliyah adalah memperlakukan wanita semaunya. Anak-anak perempuan dikubur hidup-hidup, karena merasa terhina dan malu memiliki anak perempuan. Selain itu, mereka menjadikan patung yang dibuatnya sendiri sebagai sembahan. Bangkai dijadikan santapan, judi dan minuman keras jadi budaya.
Keadilan jadi perkara langka, keserakahan merajalela, yang kuat memangsa yang lemah. Para pembesar negeri menentukan mana yang baik dan mana yang buruk, siapapun yang tak disukai boleh dihukum tanpa pembuktian.
Umar bin Khatthab ra menyadari sepenuhnya, hidup di masa jahiliyah, dengan beragam kemungkarannya, merupakan kehinaan. Islam yang membuat kita berharga, Islam yang membuatkan kita mulia dan terhormat.
Bila kita menerawang jauh setelah itu, di masa Indonesia masih bernama Hindia Belanda, Ungkapan Umar bin Khatthab radhiyallahu ‘anhu ini persis seperti yang menimpa rakyat jajahan di negeri ini. Selama 350 tahun, sejak 1592-1942, rakyat negeri ini dijajah oleh kolonial Belanda dengan kejam dan biadab. Belum siuman dari derita penjajah Belanda, dilanjutkan lagi dengan penjajahan Jepang, 1942-1945.
Pada saat proklamasi kemerdekaan RI dikumandangkan, 17 Agustus 1945 bertepatan dengan 9 Ramadhan 1364 H, bangsa Indonesia bertekad untuk bebas dari penjajahan, penin-dasan dan kehinaan. Ingin hidup merdeka dan berdaulat secara terhormat, dan pantang untuk dijajah lagi. Para tokoh kemerde-kaan memahami dengan benar, bila bangsa yang sudah merdeka ini masih mewarisi hukum dan sistem hidup penjajah, bukan mustahil Indonesia akan dijajah dan dihinakan kembali oleh bangsa lain, entah oleh Cina atau Amerika.
Kiranya, faktor inilah yang menginspirasi serta memoti-vasi para pendiri negara Republik Indonesia, bukan saja bebas dari penjajah, tapi juga lepas dari sistem hidup penjajah kafir itu. Lalu berdiri kokoh di atas landasan Tauhid kepada Allah Swt. seperti termaktub dalam UUD 1945 ps 29 ayat 1 yang berbunyi: “Negara berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa”.
Mungkin ada yang bertanya, benarkah rumusan dasar negara Ketuhanan YME, yang juga menjadi sila pertama Pancasila, berarti Tauhid kepada Allah? Untuk memahami makna Ketuhanan Yang Maha Esa secara konstitusional, haruslah berpegang pada makna yang dipahami oleh para perumus Pancasila sendiri.
Menurut hasil kesepakatan sidang PPKI tanggal 18 Agustus 1945 perubahan pembukaan UUD 1945 aline 4 dan Pasal 29 ayat (1) “Ketuhanan, dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya” dengan segala rekayasa politik dirubah menjadi “Ketuhanan Yang Maha Esa”.
Dalam kaitan ini, salah seorang anggota tim perumus Pancasila dan kemudian Wakil Presiden RI pertama, Mohammad Hatta menegaskan bahwa sila pertama Ketuhanan yang Maha Esa merupakan sila utama yang dengannya 4 sila lainnya ternaungi cahaya.
“Bahwa Tuhan Yang Maha Esa itu ialah Allah, tidak lain kecuali Allah. Saya sendiri yang mengusulkan ‘Ketuhanan Yang Maha Esa’ dijadikan sila pertama supaya Allah dengan Nur-Nya menyinarkan Nur-Nya itu kepada sila-sila yang empat lainnya,” terang Hatta.
Kasman Singodimedjo, yang terlibat lobi politik atas permintaan Bung Karno dan Hatta mengganti kalimat ‘Ketuhanan dengan Kewajiban Menjalankan Syariat Islam Bagi Pemeluk-pemeluknya’ menjadi ‘Ketuhanan Yang Maha Esa’ meyakinkan bahwa maksud Ketuhanan Yang Maha Esa adalah Allah.
“Tuhan Yang Maha Esa itu adalah Allah, Allahu Ahad, Allahu Shomad, Allah Yang Tunggal, dan dari Allah yang Esa itulah sesuatunya di alam semesta ini, dan siapapun juga bergantung dan tergantung. Dan itulah Allah yang tidak beranak (Lam Yalid) dan Yang tidak diperanakkan (Wa Lam Yulad), pula tidak ada di alam semesta ini siapapun dan apapun yang sama atau mirip-mirip dengan Yang Maha Esa (Allah) itu (Wa Lam Yakun Lahu Kufuwan Ahad)”. (Hidup Itu Berjuang: Kasman Singodimedjo 75 Tahun, Jakarta, Bulan Bintang, 1982).
Dari sini kita paham, bahwa menurut UUD 45 dasar negara RI ternyata bukan Pancasila sebagaimana yang sering diucap-kan banyak pihak, melainkan Ketuhanan YME, artinya Tauhid kepada Allah. Karena itu, umat Islam paling berkepentingan untuk menjaga NKRI dari rongrongan musuh asing maupun musuh anti agama di dalam negeri
Sekiranya, negeri yang berdasarkan Ketuhanan YME, dengan penduduk mayoritas beragama Islam ini, dipimpin oleh negarawan yang beriman, yang alim tentang syariat Islam, memahami Islam secara benar, dan memimpin dengan syari’at Islam, niscaya negeri ini akan menjadi negeri seperti digambarkan Allah Swt.
فَلَوْلَا كَانَتْ قَرْيَةٌ آمَنَتْ فَنَفَعَهَا إِيمَانُهَا إِلَّا قَوْمَ يُونُسَ لَمَّا آمَنُوا كَشَفْنَا عَنْهُمْ عَذَابَ الْخِزْيِ فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَمَتَّعْنَاهُمْ إِلَىٰ حِينٍ – 10:98
“Sekiranya penduduk negeri beriman, pasti keimanannya itu bermanfaat bagi negeri itu sebagaimana keimanan kaumYunus. Kaum Yunus telah Kami selamatkan dari adzab yang hina dalam kehidupan dunia ini. Kami berikan kesenangan kepada mereka untuk sementara waktu.” (Qs. Yunus [10]:98)
Terbayang dalam pikiran kita, betapa kebahagiaan dan kesejahteraan akan menaungi rakyat Indonesia apabila presiden, DPR/MPR, tentara, polisi, ahli hukum, pejabat pajak dan fungsionaris pemerintahan yang lain taat kepada Allah dan meyakini adanya hari pertanggung jawaban di akhirat kelak. Pastilah rakyat negeri itu akan hidup damai, aman dan sejahtera. Bebas dari penindasan, korupsi, narkoba, kebobrokan moral serta perbuatan‑perbuatan keji lainnya.
Akan tetapi apa yang terjadi? Sudah 73 tahun Indonesia merdeka, negeri ini dipimpin oleh mereka yang tidak berpihak kepada syariat Islam, tidak paham Al–Qur’an, tidak mengerti sunah Rasulullah Saw. Eksekutif, legislatif, dan yudikatif didominasi oleh mereka yang berseberangan dengan jiwa dan semangat Islam.
Akibatnya, Indonesia menjadi obyek dan sasaran paham sesat. Ada salibisme, komunisme, Syiah, liberalisme, bahkan radikalisme. Dari sinilah munculnya gagasan pemisahan agama dan politik, serta menjauhkan agama dari kekuasaan.
Perhatikan, di negara kita, “banyak orang yang percaya adanya Tuhan YME, seperti tertera pada sila pertama Pancasila dan menjadi dasar negara RI, tapi tidak percaya pada hukum Tuhan, tidak mau terikat dengan ajaran kitab suci yang diturunkan Tuhan”. Banyak orang mengaku beragama, tapi praktiknya anti agama. Inilah di antara dampak buruk dari seruan pemisahan agama dan negara.
Dampak buruk berikutnya, mereka yang taat beragama distigma sebagai musuh negara, intoleran, anti kebhinekaan. Ajaran agama seperti cadar, jenggot, celana cingkrang dianggap sebagai simbol radikalime. Lebih dari itu, para ulama dikriminalisasi dengan alasan persekusi, dan yang aneh para penyeru agama malah dituduh sebagai pendusta atas nama agama. Ada upaya menggiring opini, sekan ancaman terhadap Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) datang dari komunitas Muslim yang aktif membela agamanya.
Mengapa semua ini bisa terjadi? Orang lain yang bersalah, ulama yang dilitsus. Pemerintah yang gagal menyelenggarakan kekuasaan dengan adil dan beradab, kenapa Islam yang disalahkan, kenapa umat Islam yang dibungkam.
Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah
الله أكبر ، الله أكبر ، الله أكبر ، ولله الحمد …
Dalam segala kondisi, Islam semestinya berperan optimal memperbaiki negeri ini. Berfungsi bagaikan pohon petunjuk yang besar dan rindang, cabang-cabangnya mengayomi semua penjuru umat. Akan tetapi, nasib kaum muslim yang termarjinalkan di panggung kekuasaan dan politik, tidak memungkinkan Islam menjalankan fungsi rahmatan lil alamin itu. Eksistensi umat Islam kini seperti pohon yang layu, sekujur batangnya dijalari virus dan kekeringan hingga bagian-bagiannya yang paling dalam.
Kini, Umat Islam mengalami kondisi paling memilukan : kehinaan, kemunduran dan kelemahan menimpa umat Islam dalam seluruh sisi kehidupan baik secara ideologi, politik, ekonomi dan sosial. Berbeda dengan zaman salaf, umat Islam kuat, hebat dan dahsyat yang ditakuti dan disegani musuh-musuhnya.
Pedih rasanya, mendengar ada orang Islam yang meragukan kesempurnaan Islam. Tidak percaya dengan janji-janji Islam dalam Al-Qur’an. Bahkan tidak percaya adanya hari akhirat.
Dalam suatu pidato politik, seorang Ketum Parpol mengeluar-kan pernyataan yang meresahkan umat Islam, tentang ideologi tertutup yang dituduh memaksakan kehendak.
“Para pemimpin yang menganut ideologi tertutup mempromosikan diri mereka sebagai self fullfilling propechy, para peramal masa depan. Mereka meramal dengan fasih tentang apa yang akan datang, termasuk kehidupan setelah dunia fana. Padahal notabene mereka sendiri tentu belum pernah melihatnya,” katanya tanpa merasa bersalah.
Mempercayai adanya akhirat tidak harus melihatnya terlebih dulu. Misalnya, percaya adanya kerajaan Majapahit, kerajaan Sriwijaya, kerajaan Demak dan lain-lainnya, padahal dia tidak hidup dimasa kerajaan tersebut. Darimana dia tahu? Dari cerita para sejarawan yang ditulis dalam buku sejarah.
Jika para sejawan dipercaya, mengapa tidak percaya pada berita yang dibawa para Nabi? Informasi adanya akhirat di bawa oleh para Nabi dan tercantum dalam kitab suci Al-Qur’an, mengapa diingkari?”
Ada lagi, dengan nada sarkastis mengejek ajaran Islam. “Kondeku lebih indah dari cadarmu. Kidungku lebih merdu dari alunan azanmu,” katanya berpuisi.
Jika benar suara kidung lebih merdu dari suara azan. Mengapa tidak banyak manusia yang suka dengan kidung. Sementara azan berkumandang di seluruh dunia?
Ironisnya, masih ada orang Islam yang takut memper-juangkan tegaknya syariah Islam, bahkan bangga menjadi provokator anti syariah Islam dengan menganggapnya berbahaya bagi negeri ini. Masih banyak kalangan Umat Islam yang menolak hukum yang datang dari Allah Swt, sehingga makin menjauhkan negeri ini dari rahmat Allah Malikurrahman.
Adanya penolakan dari orang Islam, baik dia anggota ormas, orpol, birokrat, polisi, TNI, dosen, mahasiswa, cendekia-wan, terhadap berlakunya syariat Islam, merupakan perbuatan tercela yang kian memperlemah peran Islam untuk memper-baiki masyarakat dan Negara ini.
Akibat penolakan ini luar biasa dahsyatnya. Semakin bermunculan manusia yang berani mencaci Nabi Saw, melecehkan Al-Qur’an, dan meremehkan ajaran Islam. Ditengah-tengan kondisi demikian, kini untuk mencari pemimpin pemerintahan, atau kepala daerah dari kalangan orang Islam yang mau mengatasi problem masyarakat berlandaskan syariat Islam, susahnya bukan kepalang.
Kita sering kecele, ketika dipilih jadi pemimpin pusat atau daerah, atau pejabat yang duduk di eksekutif, yudikatif, dan legislatif. Kita menyangka dia orang Islam yang shalih, ternyata dia agen zionis, antek syiah, atau orang yang berpaham komunis, liberal dan sekuler.
Sehingga tidak heran, tiba-tiba meluncur ucapan : “Saya seorang pluralis, menolak berlakunya syariat Islam di lembaga negara. Saya seorang demokratis, tidak setuju syariat Islam menjadi hukum positif di negeri ini”.
Pada kesempatan yang berbahagia ini, kami perlu mengingatkan. Sebagai Muslim, janganlah kita melalaikan hukum Allah. Sebab, menjalankan hukum Allah adalah salah satu janji yang terpenting diantara kita dengan Allah.
Selama kita hidup, selama iman masih mengalir di seluruh pipa darah kita, tidaklah boleh sekali-kali kita melepaskan cita-cita agar hukum Allah tegak di alam ini, walau di negeri mana-pun kita tinggal.
Umat Islam hendaknya kembali pada Islam, jangan menjadi muslim yang takut pada Islam, hanya karena stigma negatif dari orang kafir.
Marilah kita bercermin pada keberanian seorang anggota parleman Tunisia bernama Ibrahim Al-Qasshas. Ia dengan heroik menentang RUU yang atas dasar kebebasan berekspresi, Parlemen Tunisia ingin melegalkan RUU kebebasan menghina Allah dan Agama. Artinya melakukannya tidak akan dihukum.
Maka Ibrahim Al-Qasshas berdiri dengan nada tinggi berkata : “Aku adalah orang yang paling banyak dosa diantara kalian, namun Demi Allah! Saya yang paling keras menolak rancangan Undang-Undang ini! Kalian harus melewati bangkai saya dulu sebelum mengesahkan nya”! Dan Alhamdulillah, RUU tersebut dibatalkan.
Membela agama Allah, ternyata tidak harus menunggu seorang menjadi alim atau ustaz. Cukuplah dengan identitas sebagai seorang muslim, maka nyawa pun siap dipertaruhkan demi membela Islam.
Munajat
Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah
الله أكبر ، الله أكبر ، الله أكبر ، ولله الحمد …
Mengakhiri khutbah ini, marilah kita bermunajat kepada Allah agar diberi keselamatan dari segala ancaman, diberi kebaikan yang paling sempurna, kehidupan yang sejahtera dan waktu yang paling bahagia. Kita berdo’a untuk saudara-saudara kita di Palestin, yang wilayahnya dijajah Israel, untuk saudara kita di Uighur, Xinjiang, Cina, yang menjerit meminta pertolong-an karena kebiadaban penguasa komunis Cina.
Jangan lupakan saudara kita di Suriah, Yaman, Kashmir, Afghanistan, Rohingya. Marilah kita berdo’a dengan meluruskan niat, membersihkan hati dan menjernihkan fikiran, semoga Allah memperkenankan do’a hamba-Nya yang ikhlas, serta menerima ibadah puasa Ramadhan kita.
اَللَّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ وَالْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ اَلأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَالأَمْوَاتِ إِنَّكَ سَمِيْعٌ قَرِيْبٌ مُجِيْبُ الدَّعْوَاتِ
Ya Allah, ampunilah dosa kaum Muslimin dan Muslimat, mu’minin dan mu’minat, baik yang masih hidup maupun
yang telah meninggal dunia. Sesungguhnya Engkau Maha Mendengar, Dekat dan Mengabulkan do’a.
اَللَّهُمَّ انْصُرْ إِخْوَانَنَا الْمُجَاهِدِيْنَ فِي سَبِيْلِكَ فِي كُلِّ مَكَانٍ . اَللَّهُمَّ انْصُرْ إِخْوَانَنَا الْمُجَاهِدِيْنَ فِي فِلَسْطِيْنَ ، اَللَّهُمَّ إِنَّا نَسْأَلُكَ أَنْ تُحَرِّرَ الْمَسْجِدَ الأَقْصَى مِنَ اليَهُودِ الغَاصِبِينَ ، اَللَّهُمَّ انْصُرْ إِخْوَانَنَا الْمُجَاهِدِيْنَ فِي بِلاَدِ الشَّامِ ، وفِي الأَرَكَانِ ، وَفي الْيَمَنِ ، وفِي أَفْغَانِسْتَان ، وَفِي كَشْمِيْرَ ، وَفِي كُلِّ مَكَانٍ يَا رَبَّ الْعَالَمِيْنَ
Ya Allah, tolonglah dan menangkanlah saudara-saudara kami para mujahidin di jalan-Mu di mana pun mereka berada. Tolonglah saudara-saudara kami para mujahidin Palestina, bebaskan Masjidil Aqsha dari perampok Yahudi. Ya Allah, bantulah pula saudara-saudara kami kaum Muslimin para mujahidin di negeri Syam, di Arakan, Yaman, Afghanistan, Kasymir dan negeri-negeri kaum Muslimin yang lain, wahai Penguasa alam semesta.
اَللَّهُمَّ أَفْرِغْ عَلَيْهِمْ صَبْرًا وَثَبِّتْ أَقْدَامَهُمْ وَانْصُرْهُمْ عَلَى عَدُوِّكَ وَعَدُوِّهِمْ
Ya Allah, berikan kesabaran kepada mereka, teguhkan pendirian mereka, dan tolonglah mereka atas musuh-Mu dan musuh mereka.
اَللَّهُمَّ اكْتُبِ الشَّهَادَةَ عَلَى مَوْتَاهُمْ وَاكْتُبِ السَّلاَمَةَ عَلَى أَحْيَائِهِمْ
Ya Allah, tetapkan kesyahidan bagi yang gugur di antara mereka, dan berikan keselamatan kepada yang masih hidup.
رَبَّنَا اَتِنَا فِى الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِى الأَخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ
Ya Allah, anugerahkanlah kepada kami kehidupan yang baik di dunia, dan kehidupan yang baik di akhirat dan hindarkanlah kami dari azab neraka.
وَصَلَّى اللهُ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ أَجْمَعِيْنَ . سُبْحَانَ رَبِّكَ رَبِّ الْعِزَّةِ عَمَّا يَصِفُوْنَ . وَسَلاَمٌ عَلَى الْمُرْسَلِيْنَ . وَالْحَمْدُ لِلهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ
Semoga shalawat senantiasa tercurah kepada pemimpin kami Muhammad saw, keluarga dan sahabatnya semua. Maha suci Tuhanmu Pemilik kemuliaan dari apa yang mereka persekutukan. Semoga salam sejahtera selalu tercurah kepada para rasul dan segala puji hanya bagi Tuhan semesta alam.