Oleh Ustadz Irfan S. Awwas
Ketua Lajnah Tanfidziyah Majelis Mujahidin
إِنَّ الْحَمْدَ لِلهِ نَحْمَدُهُ ، وَنَسْتَعِيْنُهُ ، وَنَسْتَغْفِرُهُ ، وَنَعُوْذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا ، وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا ، مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلَا مُضِلَّ لَهُ ، وَمَنْ يُضْلِلْ فَلَا هَادِيَ لَهُ ، وَأَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ ، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ .
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ (102) [آل عمران]
يَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُمْ مِنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالًا كَثِيرًا وَنِسَاءً وَاتَّقُوا اللَّهَ الَّذِي تَسَاءَلُونَ بِهِ وَالْأَرْحَامَ إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيبًا (1) [النساء]
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَقُولُوا قَوْلًا سَدِيدًا (70) يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَمَنْ يُطِعِ اللَّهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيمًا (71) [الأحزاب]
أَمَّا بَعْدُ : فَإِنَّ أَصْدَقَ الْحَدِيْثِ كِتَابُ اللهِ ، وَخَيْرَ الْهَدْيِ هَدْيُ مُحَمَّدٍ صَلىَّ اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، وَشَرَّ الأُمُوْرِ مُحْدَثَاتُهَا ، وَكُلَّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ ، وَكُلَّ بِدْعَةٍ ضَلَالَةٌ ، وَكُلَّ ضَلَالَةٍ فِي النَّارِ .
(Arrahmah.com) – Mengawali khutbah ini, terlebih dahulu marilah kita memuji kebesaran Ilahy yang telah menunjukkan jalan hidayah sehingga kita menjadi orang-orang yang beriman. Shalawat dan salam kepada Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam, keluarga, para shahabat, tabi’in, tabi’ut-tabi’in serta seluruh kaum Muslimin yang setia mengikuti Sunnah beliau hingga yaumil akhir. Kita ridha Islam sebagai agama dan Muhammad sebagai Rasul-Nya.
Kemudian, marilah kita bertaqwa kepada Allah subhanahu wa ta’ala agar kita menjadi manusia yang paling ideal menurut Al-Qur’an, karena Allah menyatakan dalam firman-Nya
إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِنْدَ اللهِ أَتْقَاكُمْ …
Sungguh orang yang paling mulia di antara kalian di sisi Allah adalah orang yang paling bertakwa.” (Qs. Al-Hujuraat, 49: 13)
Terhadap orang yang bertaqwa Allah subhanahu wa ta’ala menjanjikan kemenangan dan ampunan dosa:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللهَ وَقُولُوا قَوْلًا سَدِيدًا (70) يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَمَنْ يُطِعِ اللهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيمًا
“Wahai kaum mukmin, taatlah kepada Allah dan berkatalah dengan perkataan yang benar. Dengan begitu, niscaya semua yang kalian lakukan hasilnya akan menjadi baik, dan dosa-dosa kalian akan diampuni Allah. Siapa saja yang menaati Allah dan Rasul-Nya, sungguh dia memperoleh kemenangan yang sangat besar.” (Qs. Al-Ahzab, 33: 70-71)
Ma’asyiral Muslimin Rahimakumullah
الله أكبر، الله أكبر، الله أكبر، ولله الحمد …
Setelah kaum Muslimin melewati bulan yang paling mulia dan istimewa di sisi Allah subhanahu wa ta’ala, kini kita berada di hari Idul Fithri 1 Syawal 1435 H, bertepatan dengan 29 Juli 2014 M. Semoga Allah subhanahu wa ta’ala menjadikan ibadah Ramadhan kita sebagai saksi yang meringankan kelak di akhirat. Karena itu, alangkah baiknya apabila kita mengevaluasi secara jujur dan obyektif amal-amal yang telah kita kerjakan khususnya, sekaligus kondisi umat Islam pada umumnya serta pengaruhnya bagi peningkatan kualitas iman dan amal di hari-hari mendatang.
Sesungguhnya situasi dan kondisi yang dialami umat Islam dewasa ini, bagai rumah yang sedang terbakar. Sehingga menjadi kewajiban setiap Muslim, dengan segala kemampuannya untuk memadamkan bara api yang sedang membakar rumahnya tanpa harus menunggu pihak lain melakukannya terlebih dahulu. Hal ini bukan lagi sesuatu yang rahasia dan tersembunyi, baik di hadapan musuh maupun di hadapan sesama Muslim.
Dunia beradab patut berkabung, ketika menyaksikan tindakan diskriminatif pemerintah komunis China yang secara semena-mena menghalangi umat Islam berpuasa di bulan suci Ramadhan. Kaum penyembah berhala, pengikut Hindu radikal di Thailand dan Burma, membakar rumah dan tempat ibadah kaum Muslimin. Kekejaman yang sama juga terjadi di Afrika Tengah yang dilakukan oleh ekstrimis Kristen. Dan sepanjang bulan suci Ramadhan 1435 H ini, negeri kaum Muslimin Gaza, Palestina diluluh lantakkan dengan bom oleh tentara Zionis Israel. Demikian pula nasib yang menimpa saudara Muslim di Suriah. Pemerintah Syi’ah Nushairiyah pimpinan Bashar Asad membunuh kaum Muslimin, membom Rumah Sakit, mengusir penduduknya yang tidak mau menyembah Bashar Asad. Hal yang sama juga terjadi di Iraq, pemerintah Syiah pimpinan Al-Maliki juga membuat kaum Muslimin senantiasa terancam hidupnya.
Sementara kaum Muslimin di Indonesia, galau menghadapi nasib negeri terbesar no. empat sedunia, akibat adanya intervensi pihak asing dalam pemilihan Presiden 2014 ini, dan persekongkolan kaum kapitalis serta konglomerat dalam negeri.
Mengapa segala derita dan kekalahan ini harus menimpa umat Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam? Apa dosa dan kesalahan kaum Muslimin sehingga harus mengalami penderitaan yang datang silih berganti? Jawaban atas pertanyaan ini telah termaktub di dalam Al-Qur’an:
وَمَا أَصَابَكُمْ مِنْ مُصِيبَةٍ فَبِمَا كَسَبَتْ أَيْدِيكُمْ وَيَعْفُو عَنْ كَثِيرٍ
” Wahai manusia, bencana apa saja yang menimpa diri kalian, maka bencana itu adalah akibat perbuatan kalian sendiri. Namun demikian amat banyak kesalahan kalian yang dimaafkan oleh Allah.” (Qs. Asy-Syura, 42: 30)
Apabila kita jujur mengakui, sesungguhnya perjalanan umat ini telah banyak menyeleweng dari perintah Allah dan tuntunan Rasul-Nya, sehingga setiap upaya perbaikan seakan sia-sia bahkan kian menjerumuskan ke dalam suasana yang lebih tragis.
Hampir dalam segala aspek kehidupan, tuntunan Ilahy tidak lagi dijadikan sebagai pedoman hidup. Wahyu Allah tidak lagi menjadi way of life dan sumber hukum. Tidak juga menjadi rujukan dalam pembinaan prilaku dan budi pekerti. Wahyu Ilahy tidak lagi dijadikan pembimbing dalam berfikir dan sarana untuk melakukan kontrol dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
Sebagai akibat dari semua ini, umat Islam kini telah jauh menyimpang dari Syari’at Islam. Dalam hati mayoritas kaum Muslimin tidak lagi bersemayam kekuatan iman, kesungguhan tawakal dan keikhlasan beribadah. Bahkan pada sebagian besar kaum Muslim, Islam hanya tinggal kata-kata hampa tanpa makna. Dan Al-Qur’an tinggal tulisan yang tidak mampu memberi motivasi untuk melakukan amal shalih.
Keadaan ini telah dinubuwahkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam:
يُوشِكُ أَنْ لا يَبْقَى مِنَ الإِسْلامِ إِلا اسْمُهُ ، وَمِنَ الْقُرْآنِ إِلا رَسْمُهُ ، مَسَاجِدُهُمْ يَوْمَئِذٍ عَامِرَةٌ وَهِيَ خَرَابٌ مِنَ الْهُدَى ، عُلَمَاؤُهُمْ شَرُّ مَنْ تَحْتَ أَدِيمِ السَّمَاءِ ، مِنْ عِنْدِهِمْ تَخْرُجُ الْفِتْنَةُ ، وَفِيهِمْ تَعُودُ .
“Akan datang suatu zaman kepada manusia, dimana tidak tersisa dari Islam kecuali namanya, tiada tersisa dari Al-Qur’an kecuali tulisannya saja. Masjid-masjid mereka megah dan semarak, tapi jauh dari petunjuk Allah, ulama-ulama mereka adalah sejahat-jahat manusia di bawah kolong langit, dari mulut mereka keluar fitnah dan akan kembali kepada mereka pula.” (Hr. Baihaqi)
Nubuwah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam benar-benar terjadi dan menimpa umat Islam. Kini, kita menyaksikan masyarakat Muslim di seluruh dunia merasa cukup sebagai Muslim hanya dengan mengaku beragama Islam. Seolah mereka tidak merasa berkewajiban untuk memahami dan mempraktikkan Islam secara benar. Mereka merasa cukup memosisikan Al-Qur’an sebagai kitab suci monumental dan tidak merasa berkewajiban menerapkan ajarannya dalam kehidupan nyata. Terdapat begitu banyak masjid-masjid bersejarah yang indah gemerlap, menjadi obyek wisata yang dikunjungi manusia dari berbagai penjuru dunia untuk mengenang sejarah masa lalu Islam yang fenomenal.
Keprihatinan ini diperparah lagi dengan kenyataan, dimana para ulama merasa bangga dengan kefasihannya menyampaikan berbagai musykilah umat sehingga memicu umat untuk berpecah belah. Al-Qur’an tidak dijadikan media penyatu umat, malah sebaliknya jadi alat pemecah belah. Sehingga muncul kelompok sebanyak pemahaman ulama terhadap Al-Qur’an itu sendiri. Sementara itu, sudah bukan rahasia lagi adanya ulama yang menjadi alat penguasa untuk menyimpangkan manusia dari jalan Allah.
Selain itu, ulama dan tokoh Islam telah banyak yang mengalami brainwashing (cuci otak) sehingga menganggap Syariat Islam tidak relevan dengan kehidupan modern; lalu memilih sistem jahiliyah sebagai jalan hidupnya. Misalnya, Al-Qur’an memerintahkan untuk melaksanakan Syari’at Islam dalam mengelola pemerintahan, tetapi malah ditinggalkan. Islam memerintahkan untuk berjihad menjaga eksistensi Islam, tapi sebagian ulama menganggap jihad sebagai sumber kekerasan dan terorisme. Sebaliknya ada ulama yang menggunakan istilah jihad sebagai pembenaran atas tindakan anti kemanusiaan, seperti pengeboman di dalam masjid, di tengah pasar dll, sehingga memicu permusuhan dan kebencian. Ada juga ulama yang menjadikan istilah fai’ untuk merampok guna membiayai perjuangan kelompoknya.
Ma’asyiral Muslimin Rahimakumullah
الله أكبر، الله أكبر، الله أكبر، ولله الحمد …
Bencana lain yang menyelimuti kehidupan kaum Muslimin adalah tampilnya penguasa berwajah Islam di negara-negara berpenduduk mayoritas Islam. Mereka menjalankan hukum dan sistem hidup jahiliyah, mengikuti petunjuk dan instruksi musuh-musuh Allah. Akibatnya, umat Islam kehilangan posisi dan prestasi yang Allah kehendaki untuk mereka. Yaitu, sebagai umat terbaik yang ditampilkan di tengah-tengah umat manusia, dengan misi spesifik: mengajak manusia berbuat baik dan mencegah segala bentuk kemungkaran. Tetapi kini, bukan saja umat Islam tidak dapat menunjukkan perestasi terbaiknya, malah menjadi bagian dari pelaku kemungkaran itu sendiri.
Lihatlah kondisi umat Islam yang penuh kontradiksi. Betapa banyak orang Islam yang melakukan kebaikan tetapi tidak membuatnya menjadi orang baik. Betapa banyak orang Islam yang melakukan amal shalih tapi tidak membuatnya jadi orang shalih. Dan betapa banyaknya orang Islam yang beribadah tapi tidak membuatnya jadi hamba Allah yang bertaubat.
Berjuta-juta kaum Muslimin di seluruh dunia melakukan shalat tapi tidak bisa meninggalkan sikap khianat dan ingkar janji. Berpuasa di bulan suci Ramadhan, mengeluarkan zakat, infaq dan shadaqah, tapi melakukan korupsi, berzina dan minum khamer. Bukankah semua itu diharamkan dalam Islam. Maka sekalipun kaum Muslimin berduyun-duyun pergi haji dan umrah, bahkan sambil menangis memanjatkan do’a di Ka’bah, ternyata belum dapat menyingkirkan musibah yang bertubi-tubi menimpa umat ini.
Mengapa kontradiksi ini melanda kaum Muslim? Karena sebagian besar umat Islam telah kehilangan komitmen dan loyalitasnya pada Islam. Lepasnya keterikatan umat Islam dari ajaran Islam, setidaknya disebabkan oleh dua hal, seperti diungkap dalam Al-Qur’an.
Pertama, apriori terhadap kebenaran yang diturunkan Allah.
وَإِذَا قِيلَ لَهُمُ اتَّبِعُوا مَا أَنْزَلَ اللهُ قَالُوا بَلْ نَتَّبِعُ مَا أَلْفَيْنَا عَلَيْهِ آبَاءَنَا أَوَلَوْ كَانَ آبَاؤُهُمْ لَا يَعْقِلُونَ شَيْئًا وَلَا يَهْتَدُونَ
“Apabila ada orang yang berkata kepada mereka, “ikutilah ajaran yang telah diturunkan kepada Muhammad.” Mereka menjawab, kami mengikuti ajaran yang telah kami peroleh dari nenek moyang kami dahulu. Apakah mereka akan tetap mengikuti ajaran nenek moyang mereka sekalipun nenek moyang mereka tidak mengetahui syariat halal atau haram, dan mereka itu bodoh?” (Qs. Al-Baqarah, 2: 170)
Di setiap zaman, selalu ada manusia yang secara apriori menolak perubahan sekalipun perubahan itu menjanjikan kehidupan yang lebih baik, bermartabat, adil dan sejahtera. Penolakan terjadi, pada umumnya karena keinginan untuk melestarikan tradisi dan adat istiadat nenek moyangnya, serta keinginan untuk melestarikan budaya jahiliyah, sekalipun terbukti tradisi dan budaya nenek moyang telah menyebabkan kekacauan, maksiat dan kerusakan moral.
Kita menyaksikan sebagian besar dari kaum Muslimin, keadaannya persis seperti yang diinformasikan ayat Al-Qur’an ini. Bangsa Indonesia telah merdeka selama 68 tahun dengan menerapkan sistem jahiliyah dalam pengelolaan negara; ternyata tidak membawa kebaikan bagi rakyat. Hutang yang menyebabkan kemiskinan kian mencekik, korupsi merajalela. Sementara dekadensi moral demikian menggelisahkan, perdagangan manusia, pedofilia dan predator seks, yang sebelumnya tidak terjadi di negeri ini, sekarang menjadi tragedi sosial kemasyarakatan. Kaum sekuler, liberal dan demokrasi di Indonesia tanpa rasa malu memamerkan kegagalannya membangun bangsa dan negara. Anehnya, sistem hidup yang sudah terbukti gagal masih saja dipertahankan bahkan masih diyakini akan memperbaiki rakyat Indonesia.
Kedua, mempertuhan hawa nafsu.
أَفَرَأَيْتَ مَنِ اتَّخَذَ إِلَهَهُ هَوَاهُ وَأَضَلَّهُ اللهُ عَلَى عِلْمٍ وَخَتَمَ عَلَى سَمْعِهِ وَقَلْبِهِ وَجَعَلَ عَلَى بَصَرِهِ غِشَاوَةً فَمَنْ يَهْدِيهِ مِنْ بَعْدِ اللهِ أَفَلَا تَذَكَّرُونَ
“Wahai Muhammad, apakah kamu tidak memperhatikan orang yang mempertuhan hawa nafsunya? Allah memateri pendengaran mereka, hati mereka dan memasang tabir di depan penglihatan mereka. Karena itu, siapakah yang dapat memberikan petunjuk kepada mereka selain Allah? Mengapa mereka itu tidak mau berfikir?” (Qs. Al-Jatsiah, 45:23)
Siapapun yang memperhatikan fakta kongkrit yang menyelimuti umat Islam dewasa ini, pasti merasakan kebenaran ayat ini. Mempertuhan hawa nafsu, artinya menjadikan hawa nafsunya sebagai parameter untuk menerima atau menolak sesuatu. Dalam kehidupan ini, mengutamakan hawa nafsu dan mengesampingkan syariat Allah pasti akan gagal menemukan solusi yang membawa kebaikan bagi manusia.
Dalam kaitan ini, kisruh Pilpres 2014 dapat menjadi pelajaran amat berharga bagi mereka yang berakal. Ketika parameter pemilihan pemimpin tidak terikat dengan moralitas, komitmen pada ajaran agama, kemampuan intelektual, sikap adil dan jujur, berani melawan tekanan pihak kuat dan konglomerat, maka harapan meraih kesejahteraan rakyat hanyalah mimpi.
Hendaknya disadari, dugaan kecurangan pada Pilpres 2014 telah menciptakan suasana galau yang dampak buruknya benar-benar mengancam keamanan dan kedamaian rakyat Indonesia. Apalagi kelak, segala keputusan penguasa baru bersifat memusuhi kepentingan rakyat disebabkan intervensi asing, seperti yang pernah terjadi di zaman Soekarno dan Soeharto, niscaya akan sangat berbahaya bagi kepentingan bangsa dan negara.
Rezim Soekarno dikendalikan oleh komunis, sedang rezim Soeharto dikuasai oleh konglomerat China. Akibat buruknya, muncul pembantaian tujuh jenderal di Lubang Buaya dan ribuan rakyat yang belum jelas kesalahannya terbunuh tanpa prikemanusiaan.
Ma’asyiral Muslimin Rahimakumullah
الله أكبر، الله أكبر، الله أكبر، ولله الحمد …
Gejala kearah itu wajib diwaspadai sehingga seluruh kaum muslimin di negeri ini wajib menyatukan barisan, mengantisipasi kemungkinan terjadinya chaos yang mengerikan. Sesungguhnya peran pemimpin negara sangat menentukan nasib rakyat ke depan sebagaimana firman Allah Subhanahu wa ta’ala dalam Al-Qur’an:
وَإِذَا أَرَدْنَا أَنْ نُهْلِكَ قَرْيَةً أَمَرْنَا مُتْرَفِيهَا فَفَسَقُوا فِيهَا فَحَقَّ عَلَيْهَا الْقَوْلُ فَدَمَّرْنَاهَا تَدْمِيرًا
“Jika Kami berkehendak menghancurkan suatu negeri, Kami jadikan orang-orang yang suka berbuat sesat di negeri itu sebagai pemimpin, lalu pemimpin itu berbuat zalim kepada rakyat di negerinya. Akibat kezaliman pemimpin mereka, maka turunlah azab kepada mereka dan Kami hancurkan negeri itu sehancur-hancurnya.” (Qs. Al-Israa’, 17: 16)
Ayat di atas menginformasikan, apabila tindakan kejahatan dimulai oleh penguasa dan pejabat negara, niscaya kesengsaraan asti menimpa rakyatnya. Prilaku hedonis dari para mutrafin merupakan hukuman bagi masyarakat yang durhaka kepada Allah. Siapakah mutrafin, yaitu pejabat-pejabat korup yang mengenyam kemewahan hidup secara leluasa di atas penderitaan rakyat. Mereka inilah bersama sekutu jahat mereka yang paling beranggungjawab terhadap kerusakan dan penyelewengan-penyelewengan di penjuru negeri yang mengakibatkan lahirnya kemungkaran kolektif dan kerusakan yang merata.
Tampilnya pemimpin bangsa yang durhaka pada Allah sudah pasti akan mengikis jiwa agama dari masyarakat, menyuburkan kemaksiatan dan kedurhakaan di tengah-tengah masyarakat. Dalam kondisi demikian, musuh-musuh Islam merajalela melakukan kemungkaran di dalam negeri, seperti membebaskan peredaran minuman keras, prostitusi, narkoba dan berbagai kemungkaran lain yang merusak akhlak masyarakat. Kenyataan ini secara perlahan-lahan menghancurkan kekuatan dan potensi kaum Muslimin untuk mempertahankan eksistensi dan kehormatannya sebagai rakyat di negara berdaulat.
MUNAJAT
Mengakhiri khutbah ini, marilah kita bermunajat kepada Allah agar diberi keselamatan dari segala ancaman, diberi kebaikan yang paling sempurna, kehidupan yang sejahtera dan waktu yang paling bahagia. Marilah kita berdo’a dengan melurus kan niat, membersihkan hati dan menjernihkan fikiran, semoga Allah memperkenankan do’a hamba-Nya yang ikhlas, dan menerima ibadah puasa Ramadhan kita.
اَللَّهُمَّ اقْسِمْ لَنَا مِنْ خَشْيَتِكَ مَاتَحُوْلُ بِهِ بَيْنَتَا وَبَيْنَ مَعْصِيَتِكَ ، وَمِنْ طَاعَتِكَ مَاتُبَلِّغُنَا بِهِ جَنَّتَكَ ، وَمِنَ الْيَقِيْنِ مَا تُهَوِّنُ بِهِ عَلَيْنَا مَصَآئِبَ الدُّنْياَ . اَللَّهُمَّ مَتِّعْنَا بِأَسْمَاعِنَا وَأَبْصَارِنَا وَقُوَّتِنَا مَاأَحْيَيْتَنَا ، وَاجْعَلْهُ الْوَارِثَ مِنَّا ، وَاجْعَلْ ثَأْرَنَا عَلَى مَنْ ظَلَمَنَا ، وَانْصُرْنَا عَلَى مَنْ عَادَانَا ، وَلاَتَجْعَلْ مُصِيْبَتَنَا فِى دِيْنِنَا ، وَلاَتَجْعَلِ الدُّنْياَ أَكْبَرَ هَمِّنَا ، وَمَبْلَغَ عِلْمِنَا ، وَلاَتُسَلِّطْ عَلَيْنَا مَنْ لاَ يَرْحَمُنَا . اَللَّهُمَّ الْعَنِ الْكَفَرَةَ مِنْ أَهْلِ الْكِتَابِ وَالْمُشْرِكِيْنَ الَّذِيْنَ يَصُدُّوْنَ عَنْ سَبِيْلِكَ ، وَيُكَذِّبُوْنَ رُسُلَكَ ، وَيُقَاتِلُوْنَ اَوْلِيَآءَكَ . اَللَّهُمَّ اَلِّفْ بَيْنَ قُلُوْبِنَا ، وَأَصْلِحْ ذَاتَ بَيْنِنَا ، وَاهْدِنَا سُبُلَ السَّلاَمِ ، وَنَجِّنَا مِنَ الظُّلُمَاتِ إِلَى النُّوْرِ ، وَبَارِكْ لَنَا فِى أَسْمَاعِنَا وَاَبْصَارِنَا وَقُلُوْبِنَا وَأَزْوَاجِنَا وَذُرِّيَّاتِنَا ، وَتُبْ عَلَيْنَا إِنَّكَ أَنْتَ التَّوَّبُ الرَّحِيْمِ . وَصَلَّى اللهُ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ اَجْمَعِيْنَ . وَالْحَمْدُ للهِ رَبِّ العَالَمِيْنَ .
Ya Allah, ya Tuhan kami, bagi-bagikanlah kepada kami demi takut kepada-Mu apa yangdapat kiranya menghalangi antara kami dan ma’siat kepada-Mu; dan (bagi-bagikan juga kepada kami) demi taat kepada-Mu apa yang sekiranya dapat menyampaikan kami ke surga-Mu; dan (bagi-bagikan juga kepada kami) demi taat kepada-Mu dan demi suatu keyakinan yang kiranya meringankan beban musibah dunia kami.
Ya Allah, ya Tuhan kami senangkanlah pendengaran-pendengaran kami, penglihatan-penglihatan kami dan kekuatan kami pada apa yang Engkau telah menghidupkan kami, dan jadikanlah ia sebagai warisan dari kami, dan jadikanlah pembela kami terhadap orang-orang yang menzhalimi kami serta bantulah kami dari menghadapi orang-orang yang memusuhi kami; dan jangan kiranya Engkau jadikan musibah kami mengenai agama kami, jangan pula Engkau jadikan dunia ini sebagai cita-cita kami yang paling besar, juga sebagai tujuan akhir dari ilmu pengetahuan kami; dan janganlah Engkau kuasakan atas kami orang-orang yang tidak menaruh sayang kepada kami.
Ya Allah, laknatilah orang-orang kafir ahli kitab dan orang-orang musyrik yang menghalang-halangi jalan-Mu, mendustakan Rasul-rasulMu, dan membunuh kekasih-kekasih-Mu
Ya Allah, persatukanlah hati-hati kami dan perbaikilah keadaan kami dan tunjukilah kami jalan-jalan keselamatan dan entaskanlah kami dari kegelapan menuju cahaya yang terang. Jauhkanlah kami dari kejahatan yang tampak maupun tersembunyi dan berkatilah pendengaran-pendengaran kami, penglihatan-penglihatan kami, hati-hati kami dan isteri-isteri serta anak keturunan kami dan ampunilah kami. Sesungguhnya Engkaulah yang maha pengampun lagi Maha Penyayang. Shalawat atas Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam dan ahli keluarga serta sahabat-sahabat beliau semuanya. Segala puji bagi Allah Rabb semesta alam.
Wassalamu’alaikum warahmatullah wabarakatuh…
(Ukasyah/arrahmah.com)