Oleh: Ustadz Abu Jibriel Abdul Rahman
Assalamu’alaikum Warahmatullah Wabarakatuh…
إِنَّ الْحَمْدَ لله نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ وَنَعُوذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلاَ مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ لاَ إِلَهَ إِلاَّ الله وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ.
يَا أَيُّهاَ الَّذِيْنَ ءَامَنُوا اتَّقُوا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنَّ إِلاَّ وَأَنتُمْ مُّسْلِمُوْنَ. [آل عمران]
يَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوْا رَبَّكُمُ الَّذِيْ خَلَقَكُمْ مِّنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالاً كَثِيْرًا وَنِسَآءً وَاتَّقُوا اللهَ الَّذِيْ تَسَآءَلُوْنَ بِهِ وَاْلأَرْحَامَ إِنَّ اللهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيْبًا. [النساء]
يَا أَيُّهَا الَّذِيْنَ ءَامَنُوا اتَّقُوا اللهَ وَقُوْلُوْا قَوْلاً سَدِيْدًا. يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوْبَكُمْ وَمَنْ يُطِعِ اللهَ وَرَسُوْلَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيْمًا. [الأحزاب 70 – 71]
أَمَّا بَعْدُ: فَإِنْ أَصْدَقَ الْحَدِيثِ كِتَابُ اللهَ، وَخَيْرَ الْهَدْيِ هَدْيُ مُحَمَّدٍ صَلَّى الله عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، وَشَّرَ الأُمُورِ مُحْدَثَاتُهَا وَكُلَّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ وَكُلَّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةٌ وَكُلَّ ضَلاَلَةٍ فِي النَّارِ.
Muslimin dan Muslimah Yang dirahmati Allah.
Segala puji bagi Allah, kita memuji-Nya, meminta tolong kepada-Nya, memohon ampun kepada-Nya, dan kita berlindung kepada Allah dari kejahatan jiwa-jiwa kita, dan amal-amal kita. Barangsiapa yang Allah beri petunjuk maka tidak ada siapapun yang dapat menyesatkannya, dan barangsiapa yang disesatkan maka tidak siapapun yang menunjukkannya. Aku bersaksi bahwa tidak ada Tuhan yang disembah kecuali Allah, tidak ada sekutu bagi-Nya, dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba dan utusan-Nya.
“Wahai kaum mukmin, taatlah kalian kepada Allah dengan sebenar-benarnya. Janganlah kalian mati, kecuali kalian sebagai muslim.” (Ali ‘Imran, 3: 102)
“Wahai manusia, taatlah kepada Tuhan kalian yang telah menciptakan kalian dari diri yang satu, kemudian menciptakan pasangannya dari diri yang satu itu. Dari seorang laki-laki dan seorang perempuan pertama itulah Allah mengembang biakkan laki-laki dan perempuan yang banyak. Taatlah kepada Allah, Tuhan yang menjadi tumpuan kalian ketika kalian meminta rahmat-Nya. Jagalah ikatan kerabat kalian. Allah selalu mengawasi perbuatan kalian.” (An Nisaa’, 4: 1)
“Wahai orang-orang beriman, taatlah kepada Allah dan berkatalah dengan perkataan yang benar. Dengan begitu, niscaya semua yang kalian lakukan hasilnya akan menjadi baik dan dosa-dosa kalian akan diampuni Allah. Siapa saja yang taat kepada Allah dan Rasul-Nya, sungguh dia memperoleh kemenangan yang sangat besar.” (Al Ahzab, 33: 70-71)
Adapun sesudah itu, Maka sebaik-baik ucapan adalah kitab Allah, dan sebaik-baik petunjuk adalah petunjuk Nabi n, dan sekuat-kuat tali ikatan ialah kalimat taqwa, dan berhati-hatilah kamu dengan perkara-perkara yang baru, karena setiap perkara yang baru (dalam agama) adalah bid’ah, dan setiap bid’ah itu sesat, dan setiap kesesatan berada dalam neraka.
الله أكبر ، الله أكبر ، الله أكبر ، ولله الحمد …
Hidup merupakan satu anugerah Allah yang sangat besar kepada umat manusia. Setiap manusia menyukai hidup di dunia ini. Maka sudah sepantasnya mereka sangat memberi perhatian kepada masalah hidup yang didalam bahasa Al-Qur’an disebut sebagai al-Hayat. Dan tentu pula bahwa tujuan utama dalam hidup setiap manusia ialah membina hidup yang baik, yang dalam bahasa Al-Qur’an disebut sebagai Hayatun Thayyibah.
Sesungguhnya hidup manusia bukanlah seperti hidup makhluk-makhluk lain dari makhluk-makhluk Allah. Yaitu hidup yang terhormat dan punya peraturan khusus. Bukanlah sekadar hidup yang dirasakan sekarang di dunia yang sangat sedikit ini, tetapi ia pernah hidup di alam ruh dan akan hidup juga di alam akhirat yang sifatnya kekal, tidak mati selama-lamanya, apakah akan berada di dalam surga mendapat nikmat-Nya maupun di dalam neraka menerima adzab-Nya, wal ‘iyadzu billah min dzalik. Hal demikian tidaklah heran sekarang kita sadar bahwa manusia adalah makhluk pilihan yang termulia dari kalangan semua ciptaan Allah di bumi dan di langit.
Firman Allah Ta’ala:
“Sungguh Kami telah memuliakan anak Adam lebih dari yang lain. Kami telah menjadikan manusia dapat berjalan di darat dan berlayar di laut. Kami berikan rezeki yang baik-baik kepada mereka. Kami melebihkan manusia dari sebagian besar makhluk Kami dengan kelebihan yang jelas.” (Al-Israa, 17: 70)
Maksudnya: Dan sesungguhnya Kami telah muliakan anak-anak Adam dan Kami telah beri mereka menggunakan berbagai kendaraan di daratan dan di lautan dan Kami telah berikan rezeki kepada mereka dari yang baik-baik serta Kami telah lebihkan mereka dengan selebih-lebihnya atas kebanyakan makhluk yang telah Kami ciptakan.
الله أكبر ، الله أكبر ، الله أكبر ، ولله الحمد …
Kejadian Badan dan Ruh Manusia
Diantara bentuk kemulian Allah kepada anak-anak Adam adalah bahwa Dia lelah menciptakan anak Adam dari dua unsur yang bersifat benda (materi) dan bukan benda (non materi) yaitu unsur Jasmani (tanah) dan unsur Ruhani..
Firman Allah Ta’ala:
“Allah lah yang menjadikan semua ciptaan-Nya itu baik. Allah lah yang memulai penciptaan manusia dari tanah. Kemudian keturunannya dijadikan dari setetes air yang hina, mani. Kemudian Allah sempurnakan kejadian manusia. Allah tiupkan ruh-Nya ke dalam diri manusia. Allah telah menjadikan pendengaran, penglihatan dan hati untuk kalian. Wahai manusia, akan tetapi sedikit sekali di antara kalian yang mau taat kepada Allah.“ (As-Sajdah, 32: 7-9)
الله أكبر ، الله أكبر ، الله أكبر ، ولله الحمد …
Memang unsur tanah dan air mani, kita semua dapat mengerti hakekatnya sebagaimana yang dijelaskan oleh Al Qur’an sendiri dalam surah Al Mu’minun, 12-16:
“Sungguh Kami telah menciptakan Adam dari sari pati tanah. Kemudian Kami jadikan anak keturunan Adam dari pembuahan sel telur oleh sperma. Hasil pembuahan itu tersimpan dalam rahim dengan baik. Kemudian Kami jadikan hasil pembuahan itu sebagai segumpal darah. Dari segumpal darah Kami jadikan segumpal daging. Dari segumpal daging Kami jadikan tulang belulang, lalu Kami selimuti dengan daging. Dari tulang belulang yang diselimuti daging itu Kami ciptakan seorang manusia baru. Allah Mahasuci dari segala kekurangan dalam menciptakan manusia dan Tuhan sebaik-sebaik pencipta. Wahai sekalian manusia, kelak kalian pasti mati. Pada hari kiamat kelak, kalian pasti dihidupkan kembali.”
Tetapi unsur ruh adalah unsur yang kita tidak mengetahui hakekatnya sama sekali. Firman Allah Ta’ala:
“Wahai Muhammad, orang-orang kafir Quraisy bertanya kepadamu tentang ruh. Katakanlah: “Ruh itu urusan Tuhanku, dan kalian tidak diberi ilmu kecuali sedikit sekali.” (Al-Israa, 17: 85)
Itulah hakekat ruh yang merupakan unsur utama bagi hidup manusia. Karena tidak ada hidup kalau tidak ada ruh. Tetapi manusia sendiri tidak diberi tahu oleh Allah akan hakekat ruh. Apabila manusia sendiri tidak kuasa mengetahui unsur hakekat hidupnya, maka bagaimanakah ia dapat mengetahui akan tujuan hidupnya dan bagaimanakah pula ia dapat mengatur hidupnya itu dengan hanya pikirannya atau pikiran manusia lain yang sepertinya?!. Bagaimana mungkin manusia dapat mengatur cara hidup yang ia bodoh terhadapnya?! Tidak mungkin berhasil. Bahkan tidak mungkin terjadi! Apalagi untuk mencapai peringkat tertinggi dalam hidup yang dinamakan “hayatun thayyibah, hidup yang gemilang di dunia ataupun di akhirat yang kekal dan abadi.
Itulah makanya Allah tidak memberikan manusia mengatur hidupnya dengan hanya menggunakan pikirannya. Bahkan Allah mengutus Rasul-Nya yang membawa kitab-kitab sebagai pengatur hidup manusia itulah agama dan itulah Al-Islam. Yaitu Al-Islam yang diturunkan oleh Allah untuk mengatur hidup manusia, dan manusia memang sangat membutuhkan aturan hidup dari pihak yang menciptakannya. Aturan hidup Islam yang didatangkan Allah untuk mengatur hidup manusia disebut sebagai Syari’ah Allah. Al Qur’an menjelaskan kebutuhan manusia terhadap syari’at Nya:
“Wahai manusia, kalian selalu membutuhkan Allah. Akan tetapi Allah sama sekali tidak membutuhkan ketaatan hamba-hamba-Nya lagi Maha Terpuji. Jika Allah menghendaki kalian lenyap, maka kalian dilenyapkan, kemudian kalian diganti dengan makhluk yang baru. Mengganti kalian dengan makhluk yang baru itu tidak sulit bagi Allah.” (Fathir, 35: 15-17)
الله أكبر ، الله أكبر ، الله أكبر ، ولله الحمد …
Ruh Nabati Memerlukan Ruh Qur’ani
Orang-orang yang tidak diberikan kepadanya agama atau diberikan agama hanya sekadar tradisi (adat dan budaya) yang tidak berdasarkan Al-Kitab dan As-Sunnah sama seperti orang mati atau yang hidup dalam kegelapan yang buruk.
Dengarlah firman Allah Ta’ala:
“Wahai kaum mukmin, orang yang telah mati hatinya, lalu orang itu Kami hidupkan hatinya dan Kami beri hidayah sehingga dia dapat beramal shalih di tengah manusia, apakah sama dengan orang yang sesat dan tidak mau keluar dari kebiasaannya yang sesat? Begitulah setan menampakkan perbuatan-perbuatan sesat orang-orang kafir sebagai perbuatan yang indah di mata mereka.” (Al-An’aam, 6: 122)
Berkata Ibnu Abbas; “Yang dimaksud dengan Nur ialah Al-Islam, ialah Al-Qur’an, yakni: apakah orang yang sebelumnya kafir, maka kami berikan hidayah kepadanya.
Berkata As-Suddiy: Nur ialah Al-Islam. Untuk menerima Al-Qur’an sebagai imamnya. Ada yang berkata: Al-Hikmah dan ada juga yang berkata: cahaya yang menyuluh dan menuntun perjalanan di Akhirat.
Berkata Ibnu Katsir: “Semuanya betul” (Tafsir Al Qur’anil Azhim li ibni Katsir, 2/192). Karena hakekat Al-Islam ialah Al-Qur’an yang mengandung hikmah-hikmah dan memberi cahaya di Akhirat.
Dalam menafsirkan ayat ini, berkata Ibnu Katsir (wafat tahun 774H): “Allah Ta’ala membuat perbandingan bagi seorang mukmin yang dahulunya (sebelum memeluk Islam) ia mati dalam keadaan sesat, celaka dan binasa, maka Allah menghidupkannya dengan iman meresapi hatinya dan memberi hidayah untuk mengikuti Rasul-rasul-Nya, serta diberikan kepadanya cahaya yaitu Al-Qur’an. Apakah orang yang sedemikian halnya sama dengan orang yang hanya berada di dalam gelap kejahilan jahiliyah, hawa nafsu dan berbagai perjalanan yang menyeleweng dan sesat yang tidak mendapat petunjuk untuk keluar dari padanya?
Berkata Ibnul Qayyim Al-Jauziyah (wafat 751H): “Yang dimaksud dengan “mati” (أو من كان ميتا فأحييناه) disini ialah mati hati dengan sebab ketiadaan ruh ilmu, petunjuk dan iman. Maka Allah menghidupkan dia dengan ruh yang lain dari ruh yang Allah menghidupkan badannya. Yaitu ruh ma’rifah Allah, ruh tauhid (iman) kepada-Nya dan ruh cinta kepada-Nya serta beribadah kepada-Nya, yang mentauhidkan-Nya dan tidak syirik dengan-Nya. Karena tidak hidup bagi ruh yang terkandung di dalam badan seorang itu kecuali dengan-Nya. Dan dinamakan wahyu-Nya itu dengan Ruh, karena hidup matinya ruh tiap-tiap manusia yang menghidupkan badannya tergantung dari padanya. (Tahdzib Madarijus Salikin, 2/941)
الله أكبر ، الله أكبر ، الله أكبر ، ولله الحمد …
Al-Qur’an adalah ilmu dan cahaya dari Allah untuk hamba-hambaNya.
Berkata Imam asy Syafi’ie (wafat.204 H):
كُلُّ الْعُلُوْمِ سِوَى الْقُرْأَنِ مُشْغِلَةٌ
إِلاَّ الْحَدِيْثُ وَإِلاَّ الفِقْهُ فِى الدِّيْنِ
اَلْعِلْمُ مَا كَانَ فِيْه قَالَ حَدَّثَنَا
وَمَا سِوَى ذَاكَ وِسْوَاسُ الشَّيَاطِيْنِ
Semua ilmu selain dari pada ajaran Al-Qur’an adalah menyibukkan,
Kecuali ilmu hadits dan ilmu fiqih mengenai agama.
Ilmu yang sebenarnya adalah ilmu yang ada padanya (sanad), ia berkata: “telah menceritakan kami” (yakni ilmu hadits),
Menukil yang lain dari pada ilmu hadits (yang tidak punya sanad-sanad) adalah gangguan setan semata.
(Diwan al Imam asy-Syafi’i)
Berkata Imam Ahmad bin Hanbal (w. 241 H):
اَلنّاَسُ إِلىَ الْعِلْمِ أَحْوَاجُ مِنْهُمْ إِلىَ الطَّعَامِ وَالشِّرَابِ لأِنَّ الرَّجُلَ يَحْتَاجُ إِلَى الطَّعَامِ وَالشِّرَابِ فِى الْيَوْمِ مَرَّةً أَوْ مَرَّتَيْنِ، وَحَاجَتُهُ إِلَى الْعِلْمِ بِعَدَادِ أَنْفَاسَهُ.
“Kebutuhan manusia kepada ilmu agama, yang berdasarkan Al-Qur’an dan As-Sunnah, adalah lebih dari pada kebutuhan mereka kepada makan dan minum ketika hidup di dunia, karena kebutuhan seorang manusia kepada makan dan minum pada tiap-tiap hari hanya sekali atau dua kali saja, sedangkan kebutuhannya kepada ilmu agama adalah di setiap detik nafasnya.” (Ibnul Qayim dalam Madarijus Salikin, 2/470, dan I’lamul Muwaqi’in, 2/256)
Firman Allah Ta’ala:
“Dan demikianlah Kami wahyukan kepadamu wahyu (Al Quran) dengan perintah Kami. Sebelumnya kamu tidaklah mengetahui apakah Al Kitab (Al Quran) dan tidak pula mengetahui apakah iman itu, tetapi Kami menjadikan Al Quran itu cahaya, yang Kami tunjuki dengan dia siapa yang kami kehendaki di antara hamba-hamba Kami. Dan sesungguhnya kamu benar- benar memberi petunjuk kepada jalan yang lurus.” (Asy-Syuura, 42: 52)
Jelaslah bahwa (رُوحًا مِنْ أَمْرِنَا) di sini ialah wahyu Al-Qur’an, yang menghidupkan ruh di dalam tubuh badan. Itulah maksud Firman Allah Ta’ala:
“(Dialah) Yang Maha Tinggi derajat-Nya, Yang mempunyai ‘Arsy, Yang mengutus Jibril dengan (membawa) perintah-Nya kepada siapa yang dikehendaki-Nya di antara hamba-hamba-Nya, supaya dia memperingatkan (manusia) tentang hari pertemuan (hari kiamat).” (Al-Mu’min, 40: 15)
Berkata Ibnul Jauzi (w.597 H): “Sesungguhnya dinamakan Al-Qur’an dan wahyu itu sebagai ruh karena keduanya adalah asas kehidupan beragama, sebagaimana ruh sebagai asas bagi hidupnya badan-badan.” (Zaadul Masiir, 7/210)
Firman Allah Ta’ala:
“Dia menurunkan para malaikat dengan (membawa) wahyu dengan perintah-Nya kepada siapa yang Dia kehendaki di antara hamba-hamba-Nya, yaitu: “Peringatkanlah olehmu sekalian, bahwasanya tidak ada Tuhan (yang hak) melainkan Aku, maka hendaklah kamu bertaqwa kepada-Ku.” (An-Nahl, 16: 2)
Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhu menafsirkan (بِالرُّوحِ مِنْ أَمْرِهِ) di sini dengan wahyu Al-Qur’an (Tafsir Ath-Thabari, 14/77)
Dengan demikian jelaslah bahwa ruh tubuh badan tidak hidup kecuali dengan ruh wahyu Al-Qur’an yang diturunkan oleh Allah melalui malaikat-Nya Jibriel ‘alaihissalam ke atas Nabi Muhammad n Itulah hakekat hidup yang sebenarnya, yaitu: Badan tidak hidup kecuali dengan ruh, dan ruh badan tidak hidup kecuali dengan wahyu Al-Qur’an yang berfungsi sebagai ruh kepada ruh di dalam badan. Dialah Nur kepada hidup ruh dan badan kedua-duanya. Wallahul muwafiq.
Itulah hakekat hidup kita yang berlainan sekali dari hidup makhluk-makhluk lain dan hidup orang kafir. Oleh karena itu marilah seterusnya kita memahami hakekat “hayatan thayyibah” dibawah ini.
الله أكبر ، الله أكبر ، الله أكبر ، ولله الحمد …
HAYATAN THAYYIBAH
Firman Allah Ta’ala:
“Barangsiapa yang mengerjakan amal shalih, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan sesungguhnya akan Kami beri balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan.” (An-Nahl, 16: 97)
العَافِيَةُ عَلَى عَشرَةِ أَوجُهٍ، خَمسَةٌ فِي الدُّنيَا وَخَمسَةٌ فِي الأَخِرَةِ. فَأَمَّا الَّتِي فِي الدُّنيَا فَهِيَ: العِلمُ، وَالعِبَادَةُ، وَالرِّزقُ مِنَ الحَلاَلِ، وَالصَّبرُ عَلَى الشِّدَّةِ، وَالشُّكرُ عَلَى النِّعمَةِ. وَأَمَّا الَّتِى فِي الأَخِرَةِ فَإِنَّهُ يَأتِيهِ مَلَكُ المَوتِ بِالرَّحمَةِ وَاللُّطفِ، وَلاَ يَروِعَهُ مُنكَرٌ نَكِيرٌ فِي القَبرِ، وَيَكُونُ آمِنًا فِي الفَزعِ الأَكبَرِ، وَتُمحِي سَيِّئَاتِهِ، وَتُقبَلُ حَسَنَاتِهِ وَيَمُرُّ عَلَى الصِّرَاطِ كَالبَرقِ اللاَّمِعِ، وَيَدخُلُ الجَنَّةَ فِي السَّلاَمَةِ.
“Kesejahteraan itu ada 10 macam, lima di dunia dan lima di akhirat. Adapun yang di dunia ialah: ilmu, ibadah, rezeki yang halal, sabar diatas kesempitan, penderitaan, kesakitan (bala bencana), bersyukur atas segala nikmat. Adapun yang di akhirat adalah: Akan didatangi oleh malaikat maut dengan rahmat dan kelembutan, tiada rasa ketakutan terhadap Munkar dan Nakir didalam kubur, selamat dari kegoncangan hari kiamat, dihapus segala kesalahan dan diterima segala amal kebaikan, ia akan berjalan diatas titian seperti cahaya kilat dan akan masuk surga dengan selamat.” (Ibnu Hajar Al Asqalani dalam Kitab al Isti’daadu liyaumil Ma’aad)
Dari ayat dan hadits tersebut nyatalah bahwa:
Syarat Hayatan Thayyibah ialah:
- Iman (وَهُوَ مُؤْمِنٌ)
- Amal Shalih (عَمِلَ صَالِحًا)
- Dan 10 syarat yang tersebut dalam hadits
Balasannya ialah :
- Sebaik-baik balasan (بِأَحْسَنِ مَا كَانُوا يَعْمَلُونَ)
- Kebahagiaan hidup di dunia dan di akhirat
Para ulama berbeda pendapat dalam memberi pengertian Hayatan Thayyibah, sebagai berikut:
1. Hayatan Thayyibah di dunia, yaitu:
- Rezeki yang halal lagi baik. (Ibnu Abbas dan Jama’ah)
- Al-Qana’ah atau perasaan memadai (merasa cukup) dengan apa yang ada. (Ali bin Abi Thalib dan Ibnu Abbas)
- As-Sa’adah: Kebahagiaan. (Ibnu Abbas)
- Rezeki yang halal dan ibadah yang betul di dunia. (Ad-Dhahhak)
- Rezeki sehari-hari (Qatadah)
- Amalan taat serta hati bahagia dengannya. (Ad-Dhahhak)
- Hayatan Thayyibah ialah hidup di surga pada hari akhirat, karena belum dapat dinamakan baik akan hidup seseorang kecuali di dalam surga. (Al-Hasan, Mujahid dan Qatadah)
- Hayatan Thayyibah ialah kehidupan yang baik di dalam kubur. (Syuraik)
Berkata Ibnu Katsir: “Yang sebenarnya maksud “Hayatun Toyyibah” ialah mencakup semua makna diatas. Ayat ini adalah janji-Nya bagi siapa saja dari anak Adam laki-laki atau perempuan yang beramal shalih yaitu beramal menurut kitab Allah dan sunnah Nabi-Nya n, sedang hatinya beriman kepada Allah dan rasul-Nya. Bahwa Allah tetap mengaruniakan kepadanya akan hidup bahagia di dunia dan balasan yang sebaik-baiknya di akhirat kelak. (Tafsir Al-Qur’anil ‘Adzim Ibnu Katsir, 2/645)
Sedangkan lawan kata dari “Hayatan Thayyibah” ialah “Ma’isyatan Dhanka” atau kehidupan yang sempit dan jelek.
Firman Allah Ta’ala:
“Dan barangsiapa berpaling dari peringatan-Ku, maka sesungguhnya baginya penghidupan yang sempit, dan Kami akan menghimpunkannya pada hari kiamat dalam keadaan buta. Berkatalah ia: “Ya Tuhanku, mengapa Engkau menghimpunkan aku dalam keadaan buta, padahal aku dahulunya adalah seorang yang melihat?. Allah berfirman: “Demikianlah, telah datang kepadamu ayat-ayat Kami, maka kamu melupakannya, dan begitu (pula) pada hari ini kamupun dilupakan. Dan demikianlah Kami membalas orang yang melampaui batas dan tidak percaya kepada ayat-ayat Tuhannya. Dan sesungguhnya azab di akhirat itu lebih berat dan lebih kekal.“ (Thaha, 20: 124-127)
Dari Abdullah bin Amr bin Ash radhiyallahu ‘anhu bahwa sesungguhnya Rasulullah SAW bersabda:
قَدْ أَفْلَحَ مَنْ أَسْلَمَ (وَفِي رِوَايَةٍ:آمَنَ) وَرُزِقَ كَفَافًا وَأَقْنَعَهُ اللَّهُ بِمَا آتَاهُ
“Sesungguhnya telah beruntung orang yang telah memeluk Islam (dan pada satu riwayat yang lain: (orang yang telah beriman) dan diberi rezeki secara memadai (mencukupi) serta Allah memberi perasaan cukup dengan apa yang dikaruniakan kepadanya.” (HR. Ahmad di dalam Al-Musnad 2/168, 173 dan Shahih Muslim No.1054)
الله أكبر ، الله أكبر ، الله أكبر ، ولله الحمد …
Itulah al-Hayah ath-Thayyibah yang dikatakan beruntung dalam hidup seorang manusia. Wallahu a’lam.
Untuk itu nyatalah bahwa “حَيَاةً طَيِّبَةً” (hayatan thayyibah) ialah hidup bahagia yang pondasinya ialah kalimat Thayyibah “لا إله إلاّاللّه محمد رسول اللّه” (laa ilaaha illallah, muhammadur rasulullah) yang berfungsi sebagai pondasi iman yang benar yang membuahkan syukur, ibadah dan amal yang shalih serta akhlak yang mulia melalui penerangan Nur Al-Qur’an dan petunjuk As-Sunnah. Ia tidak makan kecuali perkara yang halal dan baik (حَلاَلاً طَيِّبًا) dan mereka adalah orang-orang yang baik yang melahirkan anak cucu yang baik (ذُرِّيَّةً طَيِبَةً) (keturunan yang baik) membentuk serta mensyukuri negara yang makmur (بَلْدَةٌ طَيِّبَةٌ). Apabila ia mati maka ruhnya diseru dan disambut sebagai jiwa yang baik (النَّفس الطيبْ) menerima rahmat Allah dalam menuju surga yang merupakan tempat penginapan yang mulia (مَسَاكِنَ طَيِّبَةً) dengan penghormatan yang berbunyi: “Sejahtera ke atas kamu berbahagialah kamu maka silahkan kamu masuk ke dalam surga ini dengan keadaan tinggal kekal kamu di dalamnya” (سَلاَمٌ عَلَيْكُمْ طِبْتُمْ فَادْخُلُوْهَا خَالِدِيْنَ).
Itulah sepuluh rangkaian Ath-Thayyibat (hal yang baik-baik) yang merupakan peringatan-peringatan penghayatan “حَيَاةً طَيِّبَةً” itu langkah-langkah رِحْلَةُ الْوُجُوْدِ وَالْخُلُوْدِ”ِ” marilah kita ikuti penjelasan detail selanjutnya:
- “حَيَاةً طَيِّبَةً” Inti bagi Hayatun Thayyibah ialah kalimat Thayyibah: “لا إله إلاّ اللّه محمد رسول اللّه”
Firman Allah Ta’ala:
“Tidakkah engkau melihat (wahai Muhammad) bagaimana Allah mengemukakan satu perbandingan, yaitu: كلمة طيبة adalah sebagai sebatang pohon yang baik yang pangkalnya tetap bertunjung teguh (di bumi) dan cabang pucuknya menjulang ke langit, ia mengeluarkan buahnya pada tiap-tiap masa dengan izin Tuhannya, dan Allah membuat perbandingan-perbandingan itu untuk manusia supaya mereka ingat.” (Ibrahim, 14: 24-25)
- Berkata Ibnu Abbas: “maksud {كلمة طيبة} disini ialah kalimat Tauhid لا إله إلاّ اللّه, manakala sebaliknya {كلمة خبيثة} ialah Syirik.”
- Berkata Mujahid dan Ibnu Juraij “{كلمة طيبة} ialah iman.”
Kedua penafsiran inu adalah kurang lebih maksudnya sama: karena asas iman adalah لا إله إلاّ اللّه . Adapun pohon yang baik disini ialah pohon tamr (kurma). (Zaad Al-Masiir li Ibn Al-Jauzi 4/358, Al-Jami’ li Ahkam Al-Qur’an lil Qurthubi, 9/359)
Dan tabiat {كلمة طيبة} adalah senantiasa teguh dan mengeluarkan buah yang bermanfaat sama seperti seperti pohon kurma yang kokoh dan senantiasa mengeluarkan buah yang banyak manfaatnya. Wallahu ‘alam.
Itulah kalimat tauhid sebagai pondasi Al-Iman yang merupakan benih kehidupan Ar-Ruh. Apabila kalimat tauhidnya benar berarti tersingkir syirik darinya, dengan itu suburlah kehidupan ruh yang terkandung di dalam badan manusia. Itulah inti bagi lahirnya cara hidup yang disebut dengan حَيَاةً طَيِّبَةً (hayatan thayyibah) Wallahu Al-Muwafiq.
- Nur Al-Qur’an dan Hadyu Al-Musthafa.
Apabila kalimat thayyibah telah tertancap di lubuk hati yang merupakan benih bagi kehidupan ruh, maka langkah seterusnya ialah siap dipimpin Nur Al-Qur’an yang dilaksanakan sesuai sunnah Nabi Muhammad shallallahu alaihi wasallam. memang itulah sebenarnya konsekwensi Syahadatain:
أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إلاَّ اللَّهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّداً رَسُوْلُ اللهِ
- Makanan dan Usaha yang halal dan baik.
Badan yang dipimpin oleh ruh yang hidup, tentu tidak berusaha serta tidak akan makan dan minum melainkan yang baik dan halal.
Firman Allah Ta’ala:
“Wahai manusia! Makanlah yang halal lagi baik dari apa yang ada di bumi dan janganlah kamu mengikuti jejak langkah setan karena sesungguhnya setan itu adalah musuh yang terang bagimu.” (Al-Baqarah, 2: 168)
Dengan itu nyatalah bahwa makanan yang halal lagi baik dapat memberi manfaat kepada kesuburan badan dan ketajaman akal serta kebersihan jiwa yang memberi kekuatan untuk menolak jejak langkah setan yang merupakan musuh yang nyata bagi kita.
- Berkata Qatadah dan As-Suddiy: “Tiap-tiap maksiat terhadap Allah adalah dari jejak langkah setan.” (Tafsir Al-Qur’an Al-‘Azhim, 1/218)
Sabda Rasulullah SAW:
“Wahai manusia! Sesungguhnya Allah itu baik Ia tidak terima kecuali amalan yang baik. Dan sesungguhnya Allah memerintah orang-orang mukminin dengan apa yang Allah memerintah para Rasul-Nya Ia berfirman lagi: (maksudnya): “Wahai orang-orang yang beriman makanlah dari perkara-perkara yang baik (lagi halal) dari rezeki yang telah kami berikan kepada kamu dan bersyukurlah kamu kepada-Nya jika kamu hanya beribadah kepada-Nya”. Kemudian baginda menyebutkan (hal) seorang lelaki yang lama dalam safar (perjalanan) rambutnya gersang dan kepalanya berdebu ia mengangkatkan kedua tangannya ke langit (berdo’a kepada Allah sambil berkata): Ya Rabb, ya Rabb, “wahai Tuhanku wahai Tuhanku!”. Sedangkan makanannya haram, minumannya haram, pakaiannya haram dan selalu ia diberi makan dengan perkara yang haram, maka bagaimana do’anya akan diijabah?!”. (HR Muslim no.1686)
Mengenai hal ini berkata Ibnu Katsir: “Allah memerintahkan para Rasul ‘alahimussalam supaya makan yang halal dan beramal shalih, yang demikian ini menunjukkan bahwa sesungguhnya makanan yang halal dapat membantu kita untuk mengerjakan amal shalih dan merupakan sebab diterimanya do’a dan ibadah, manakala makanan haram adalah selain daripada menyelewengkan seorang dari beramal shalih maka amalan dan ibadah atau do’anya tidak diterima oleh Allah.” (Tafsir Al-Qur’an Al-‘Azhim 1/219, 3/272)
Didahulukan perintah supaya makan kemudian diiringi dengan perintah supaya beramal shalih dan beribadah adalah memberitahukan kepada kita bahwa tujuan makan adalah untuk beramal shalih, beribadah, bukanlah sebaliknya. Itulah cara hidup “حَيَاةً طَيِّبَةً” yaitu makan untuk hayah (hidup) bukan hayah untuk makan.” Wallahu ‘alam.
Sabda Rasulullah SAW:
مَاتَصَدَّقَ أَحَدٌ بِصَدَقَةٍ مِنْ طَيِّبٍ وَلاَ يَقْبَلُ اللَّهُ إِلاَّ الطَيَّبَ إِلاَّ أَخَذَهَا الرَّحْمَنُ بِيَمِيْنِهِ وَإِنْ كَانَتْ تَمْرَةً فَتَرْبُوَ فِيْ كَفِّ الرَّحْمَنِ حَتىَّ تَكُوْنَ أَعْظَمُ مِنَ اْلجَبَلِ كَمَا يُرَبِّيْ أَحَدُكُمْ فُلُوَّهُ أَوْ فَصِيْلَهُ.
“Tidaklah seorang bershadaqah dari sesuatu yang baik, dan Allah tidak menerima kecuali yang baik, kecuali Allah akan mengambilnya dengan tangan kanan-Nya. Apabila berbentuk kurma maka akan berlipat ganda di tangan Ar-Rahman (Allah) hingga lebih besar dari gunung. Sebagaimana seorang di antara kalian memelihara anak kuda atau anak untanya.” (HR. Muslim no. 1014)
الله أكبر ، الله أكبر ، الله أكبر ، ولله الحمد …
- “عَمَلٌ صَالِحٌ” Amal Shalih
Amal Shalih adalah buah dari kalimat tauhid yang menghunjam di lubuk hati yang dipupuk oleh bumi badan yang dibekali dengan makanan, minuman dan pakaian yang halal lagi baik.
Firman Allah Ta’ala:
“Dan barang siapa yang mengerjakan amal-amal shalih, baik lelaki maupun perempuan sedang ia orang beriman. Maka mereka itu masuk ke dalam surga dan mereka tidak dianiaya walau sedikitpun.” (An-Nisaa, 4: 124)
Apakah pengertian “عمل صالح”? berkata Ibnu Katsir: “Amal Shalih ialah amal yang mengikuti ajaran Al-Kitab dan sunnah Nabi Muhammad n sedang hatinya beriman dengan Allah dan Rasul-Nya.” (Tafsir Al-Qur’an Al-Azhim, 2/645)
Para ulama Islam bersepakat mengatakan bahwa syarat utama bagi amal shalih ialah:
- Ikhlas hanya kepada Allah
- Ittiba’ atau mengikuti sunnah Rasulullah SAW.
Dengarlah perkataan Al Fudhail bin ‘Iyad (seorang ulama’ Tabi’in)
إِنَّ الْعَمَلَ إِذَا كَانَ خَالِصًا وَلَمْ يَكُنْ صَوَابًا لَمْ يُقْبَلْ ، وَإِذَا كَانَ صَوَابًا وَلَمْ يَكُنْ خَالِصًا لَمْ يُقْبَلْ ، حَتَّى يَكُوْنُ خَالِصًا صَوَابًا ، صَوَابًا خَالِصًا . أَمَّا الْخَالِصُ أَنْ يَكُوْنَ للهِ ، وَأَمَّا الصَّوَابُ أَنْ يَكُوْنَ عَلَى سُنَّة .
“Sesungguhnya amal itu apabila ikhlas tetapi tidak benar, maka tidak diterima. Dan sesungguhnya apabila amal itu benar tetapi tidak ikhlas, maka tidak diterima, sehingga amal itu ikhlas dan benar atau benar dan ikhlas. Adapun yang disebut ikhlas ialah amal yang dikerjakan karena Allah, dan yang benar itu adalah mengikuti Sunnah Rasulullah SAW.
Amal shalih dinamakan juga “عبادة” (ibadah) yaitu khudhu’ (tunduk) hati hanya kepada Allah dengan mengharapkan balasan pahala hanya dari Allah melalui perhitungan Allah yang Maha Adil. Amalan seseorang itu apabila dilihat dari sudut baiknya yang diterima Allah dan memberi manfaat kepada hamba-Nya maka dinamakan “عمل صالح” (amal shalih) dan apabila dilihat dari sudut tunduk hati hanya kepada Allah semata-mata maka dinamakan “عبادة” (ibadah).
- Akhlak Mulia
Walaupun akhlak mulia adalah bagian dari amal shalih akan tetapi ia mempunyai kedudukan sendiri dan memiliki nilai khusus dalam perhitungan Islam. Karena akhlak yang mulia merupakan buah keimanan juga merupakan pondasi “حَيَاةً طَيِّبَةً” (hidup yang baik).
Sabda Rasulullah SAW:
إنَّ أ َكْمَلَ الْمُؤْمِنِينَ إِيمَانًا أَحْسَنُهُمْ خُلُقًا .
“Sesungguhnya sesempurna iman dari kalangan orang-orang mukmin ialah orang yang paling baik akhlaknya.“ (Shahih: HR. Al-Bazzar/35, Abu Ya’la (1031) (Silsilah Ahadits Ash-Shahihah lil Albani no.1590)
- زوجة طيبة Pasangan Hidup yang Baik
Apabila seseorang itu benar-benar membawa dasar “حَيَاةً طَيِّبَةً” yang berasaskan {كلمة طيبة} dengan anjuran Nur Al-Qur’an dan bekalan makanan yang halal serta amal shalih juga berakhlak mulia, maka orang itu dinamakan “اَلطَّيِّبُوْنَ” dan “اَلطَّيِّبَاتُ” yaitu laki-laki yang baik dan perempuan-perempuan yang baik. Diantara kedua “اَلطَّيِّبُوْنَ” dan “اَلطَّيِّبَاتُ” sering dijodohkan Allah layaknya pasangan suami istri.
Firman Allah Ta’ala:
“Dan perempuan-perempuan yang baik adalah untuk lelaki-lelaki yang baik, manakala lelaki-lelaki yang baik pula adalah untuk perempuan-perempuan yang baik juga.” (An-Nuur, 24: 26)
Itulah penafsiran Abdurrahman bin Zaid bin Aslam pada ayat ini. Wallahu ‘alam (Tafsir Al-Qur’an Al-Azhim, 3/306)
- ذُرِّيِّةً طَيِّبَةً (Keturunan Yang Baik)
Bersama-samanya pasangan diantara “اَلطَّيِّبُوْنَ” dengan “اَلطَّيِّبَاتُ” akan lahirlah ذُرِّيِّةً طَيِّبَةً (keturunan yang baik) apalagi mereka selalu berdo’a dengan do’a:
“Ya Rabb! Karuniakanlah kepadaku dari sisi-Mu akan keturunan yang baik. Sesungguhnya engkau senantiasa mendengar serta menerima permohonan do’a.” (Ali Imran, 3: 38)
“Ya Rabb! Ilhamkanlah daku supaya tetap bersyukur akan nikmat-Mu yang Engkau karuniakan kepadaku dan kepada ibu-bapaku. Dan supaya aku tetap mengerjakan amal shalih yang Engkau ridhai dan jadikanlah untuku kebaikan dengan memberi kebaikan kepada anak cucuku, sesungguhnya aku telah bertaubat kepada-Mu dan sesungguhnya aku adalah dari jumlah orang-orang muslimin. (Al-Ahqaf, 46: 15)
- بَلْدَةٌ طَيِّبَةٌ (Negeri yang baik)
َبلْدَةٌ طَيِّبَةٌ ialah Negeri yang subur makmur penuh dengan segala macam nikmat: tanaman yang subur, udara yang nyaman, dan suasana yang sehat.
Firman Allah Ta’ala:
“Demi sesungguhnya bagi penduduk negeri Saba’ satu tanda (yang membuktikan kekuasaan dan kemurahan Allah) yang ada pada tempat-tempat kediaman mereka, yaitu dua baris kebun-kebun (yang luas lagi subur) yang terletak di sebelah kanan dan sebelah kiri (tempat mereka. Lalu dikatakan kepada mereka): “makanlah dari rezeki pemberian Tuhanmu dan bersyukurlah kepadanya, (negerimu adalah) negeri yang baik (makmur) dan (Tuhanmu adalah) Tuhan yang amat pengampun! Tetapi mereka berpaling ingkar (mereka berpaling dari bertauhid kepada Allah), maka kami hantarkan kepada mereka banjir yang membinasakan. Dan kami tukarkan dua kebun mereka yang subur itu dengan dua kebun tandus yang hanya ditumbuhkan pohon-pohon khomtin (sebagian dari pokok kayu arak yang pahit rasanya), Atsal (pokok yang tinggi yang mamfaat dari kayunya saja) dan sedikit dari pohon bidara (pohon bidara yang banyak duri-duri dan sedikit buahnya) (lisan Al-‘Arab dan Mu’jam Al-Wasith).” (Saba’, 34: 15-17)
- النَّفْسُ الطَّيِّبَةُ (Jiwa yang Baik)
Orang yang dikaruniakan Allah “حَيَاةً طَيِّبَةً”. Maka jiwanya juga thayyibah yang dinamakan النَّفْسُ الطَّيِّبَةُ Hal ini dapat dirasakan oleh ruh yang ada di dalam badan.
Sabda Rasulullah SAW:
إِنَّ الْمَيِّتَ تَحْضُرُهُ الْمَلائِكَةُ فَإِذَا كَانَ الرَّجُلُ الصَّالِحُ قَالُوا اخْرُجِي أَيَّتُهَا النَّفْسُ الطَّيِّبَةُ كَانَتْ فِي الْجَسَدِ الطَّيِّبِ اخْرُجِي حَمِيدَةً وَأَبْشِرِي بِرَوْحٍ وَرَيْحَانٍ وَرَبٍّ غَيْرِ غَضْبَانَ قَالَ فَلاَ يَزَالُ يُقَالُ ذَلِكَ حَتَّى تَخْرُجَ ثُمَّ يُعْرَجَ بِهَا إِلَى السَّمَاءِ فَيُسْتَفْتَحُ لَهَا فَيُقَالُ مَنْ هَذَا فَيُقَالُ فُلاَنٌ فَيَقُولُونَ مَرْحَبًا بِالنَّفْسِ الطَّيِّبَةِ كَانَتْ فِي الْجَسَدِ الطَّيِّبِ ادْخُلِي حَمِيدَةً وَأَبْشِرِي بِرَوْحٍ وَرَيْحَانٍ وَرَبٍّ غَيْرِ غَضْبَانَ قَالَ فَلاَ يَزَالُ يُقَالُ لَهَا حَتَّى يُنْتَهَى بِهَا إِلَى السَّمَاءِ الَّتِي فِيهَا اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ
“Orang yang akan meninggal dihadiri oleh para Malaikat. Jika ia adalah seorang yang shalih, maka para Malaikat itu berkata: ‘Keluarlah wahai jiwa yang baik dari tubuh yang baik’. Keluarlah dalam keadaan terpuji dan bergembiralah dengan rouh dan rayhaan dan Tuhan yang tidak murka. Terus menerus dikatakan hal itu sampai keluarlah jiwa (ruh) tersebut. Kemudian diangkat naik ke langit, maka dibukakan untuknya dan ditanya: Siapa ini? Para Malaikat (pembawa) tersebut menyatakan: Fulaan. Maka dikatakan: Selamat datang jiwa yang baik (النَّفْسُ الطَّيِّبَةُ) yang dulunya berada di tubuh yang baik (الجسد الطيب). Masuklah dalam keadaan terpuji, dan bergembiralah dengan Rauh dan Rayhaan dan Tuhan yang tida murka. Terus menerus diucapkan yang demikian sampai berakhir di langit yang di atasnya Allah Azza Wa Jalla” (diriwayatkan oleh Ahmad, Al-Musnad. No. 8414, dan Ibnu Majah, Al-Bushiri menyatakan dalam Zawaaid Ibnu Majah: Sanadnya shahih dan perawi-perawinya terpercaya, dan dishahihkan oleh Syaikh Muhammad Nashiruddin al-Albani).
- مَسَاِكنَ طَيِّبَةً (Tempat tinggal yang Baik)
Lanjutan seterusnya kepada “حَيَاةً طَيِّبَةً” ialah sebutan para malaikat di pintu surga terhadap para mukmin yang diiringi masuk surga: سَلاَمٌ عَلَيْكُمْ طِبْتُم menuju مَسَاِكنَ طَيِّبَةً
“Dan orang-orang yang bertaqwa kepada Tuhannya dibawa ke dalam surga berombong-rombongan (pula). Sehingga apabila mereka sampai ke surga itu sedang pintu-pintunya telah terbuka dan berkatalah kepada mereka penjaga-penjaganya: “Kesejahteraan (dilimpahkan) atasmu, berbahagialah kamu! maka masukilah surga ini, sedang kamu kekal di dalamnya.” (Az-Zumar, 39: 73)
Surga adalah tempat tinggal terakhir bagi “حَيَاةً طَيِّبَةً”.
Firman Allah Ta’ala:
“Wahai orang-orang yang beriman, maukah Aku tunjukkan kepada kalian perdagangan yang menyelamatkan kalian dari adzab yang pedih di akhirat? Perdagangan itu adalah kalian beriman kepada Allah, beriman kepada Rasul-Nya dan kalian berjihad untuk membela Islam dengan harta kalian dan jiwa kalian. Keimanan dan jihad itu adalah lebih baik bagi kalian, jika kalian benar-benar menyadari beratnya adzab akhirat. Allah akan mengampuni semua dosa kalian. Allah memasukkan kalian ke dalam surga-surga. Surga-surga itu di bawahnya mengalir sungai-sungai. Allah memasukkan kalian ke tempat tinggal yang indah dalam surga ‘Adn. Itu semua adalah kemenangan yang besar.” (Ash-Shaaf, 61: 10-12)
Firman Allah Ta’ala:
“Allah menjanjikan kepada kaum mukmin laki-laki dan perempuan pahala surga, yang di bawahnya mengalir sungai-sungai. Mereka kekal di dalamnya, dan di tempat-tempat yang indah di surga ‘Adn. Keridhaan Allah adalah lebih besar faedahnya bagi kaum mukmin; itulah keberuntungan yang besar bagi kaum mukmin.” (At-Taubah, 9: 72)
Itulah kesudahan yang baik. Perjalanan “حَيَاةً طَيِّبَةً” atau disebutkan dengan “رِحْلَةُ الْوُجُوْدِوَالْخُلُوْدِ” perjalanan ruh yang bahagia yang bersifat kekal abadi.
الله أكبر ، الله أكبر ، ولله الحمد …
Kesimpulan dan seruan
Marilah kita sama-sama memahami dengan sebenar-benarnya hakekat “حَيَاةً طَيِّبَةً” baik dari segi pokok dan cabangnya maupun dari segi tuntunan dan prakteknya yang sangat mulia yang hanya berputar di dalam lingkungan keridhaan Allah yang cukup baik.
- Dari akar tunjang: كلمة طيبة “لاأله إلا الله”
- Yang dipancarkan oleh: Nur Al-Qur’an dan Hadyu Al-Musthafa n.
- Melalui proses: Makanan yang Halal dan Thayyib.
- Menghasilkan: Usaha-usaha yang Halal dan Thayyib.
- Dengan melazimi (komitmen): Amal Shalih dan Akhlak Karimah.
- Memilih pasangan Layaknya: Ath-Thayyibin dan Ath-Thoyyibat.
- Yang diiringi dengan: Dzurriyah Thoyyibah (Keturunan yang Baik)
- Di dalam dunia yang dipenuhi nikmat Allah dan segala Thayyibat: بلْدَةٌ طَيِّبَة
- Dengan penyudahan sebutan malaikat:أخرجي أيتها النفس الطيبة
- Mendapat tempat-tempat yang baik di surga: مساكن طيبة في جتات عدن
- Itulah kemenangan yang besar : ذلك هو الفوز العظيم
Jangan sekali-kali kita terpengaruh dengan sistem hidup yang jahat dan celaka sekalipun perkara itulah yang sering diutamakan oleh kebanyakan penghuni dunia.
Dengarlah firman Allah:
“Janganlah kalian tukar (harta anak yatim) yang baik dengan harta kalian yang buruk…” (An-Nisaa,4: 2)
Dan firman Allah Ta’ala:
“Wahai Muhammad, katakanlah: “Hal-hal yang Allah halalkan bagi kalian tidak sama dengan hal-hal yang Allah haramkan bagi kalian, sekalipun hal-hal yang haram sangat menarik hati kalian. Wahai orang-orang yang berakal sehat, taatlah kalian kepada Allah, supaya kalian hidup beruntung.” (Al-Maidah, 5: 100)
Jangan kita terpengaruh dengan cara hidup orang-orang kafir yang sombong takabur serta melupakan Allah. Yang nanti pada hari akhirat kelak mereka ditimpakan adzab Allah yang dibangkitkan dengan nikmat-nikmat-Nya yang baik di dunia.
Firman Allah Ta’ala:
“Ingatlah saat neraka diperlihatkan kepada orang-orang kafir. Para malaikat berkata kepada orang-orang kafir: “Kalian telah menghabiskan semua kenikmatan kalian dalam kehidupan dunia. Kalian dahulu telah menikmatinya untuk sementara waktu. Pada hari ini kalian akan diberi balasan dengan adzab yang penuh kehinaan, karena kalian dahulu telah bersikap congkak kepada orang mukmin di muka bumi tanpa alasan yang benar. Di dunia dahulu kalian telah melakukan tindakan-tindakan durhaka kepada Allah.” (Al-Ahqaf, 46: 20)
Sahutlah seruan Allah:
“Wahai kaum mukmin, taatilah perintah Allah dan Rasul-Nya ketika Rasul Allah mengajak kalian kepada agama yang menghidupkan jiwa kalian. Ketahuilah bahwa Allah mengawasi gejolak hati seseorang. Pada hari kiamat kelak, kalian akan dikembalikan dan dikumpulkan di hadapan-Nya.” (Al-Anfaal, 8: 24)
Sekian mudah-mudahan kita semuanya dianugerahi Allah “حَيَاةً طَيِّبَةً” dalam segala kenyataan di dunia menuju “مساكن طيبة” di surga ‘Adn di akhirat kelak. Itulah kemenangan dan keberuntungan yang sebenar-benarnya. (ذلك هو الفوز العظيم)
أَقُوْلُ قَوْلِي هَذَا وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ لِي وَلَكُمْ وَأُفَوِّضُ أَمْرِي إِلَى اللهِ إِنَّ اللهَ بَصِيْرٌ بِالْعِبَادِ.
وَصَلَّى اللهُ عَلَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَعَلىَ آلِهِ وَصَحْبِهِ وَسَلَّمَ.
اللهمَّ اقْسِمْ لَنَا مِنْ خَشْيَتِكَ مَا تَحُوْلُ بِهِ بَيْنَنَا وَبَيْنَ مَعْصِيَتِكَ ، وَمِنْ طَاعَتِكَ مَا تُبَلِّغُنَا بِهِ جَنَّتَكَ ، وَمِنَ الْيَقيْنِ مَا تُهَوِّنُ بِهِ عَلَيْنَا مَصَائِبَ الدُّنْيَا . اَللَّهُمَّ مَتِّعْنَا بِأَسْمَاعِنَا ، وَأَبْصَارِنَا ، وَقُوَّاتِنَا مَا أَحْيَيْتَنَا ، وَاجْعَلْهُ الْوَارِثَ مِنَّا ، وَاجْعَلْ ثَأْرَنَا عَلَى مَنْ ظَلَمَنَا ، وَانْصُرْنَا عَلَى مَنْ عَادَانَا ، وَلاَ تَجْعَلْ مَصِيْبَتَنَا فِيْ دِيْنِنَا ، وَلاَ تَجْعَلِ الدُّنْيَا أَكْبَرَ هَمِّنَا ، وَمَبْلَغَ عِلْمِنَا ، وَلاَ تُسَلِّطْ عَلَيْنَا مَنْ لاَ يَرْحَمُنَا .
اَللَّهُمَّ أَلِّفْ بَيْنَ قُلُوْبِنَا ، وَأَصْلِحْ ذَاتَ بَيْنِنَا ، وَاهْدِنَا سُبُلَ السَّلاَمِ وَنَجِّنَا مِنَ الظُّلُمَاتِ إِلَى النُّوْرِ ، وَبَارِكْ لَنَا لَّهفِيْ أَسْمَاعِنَا وَأَبْصَارِنَا وَقُلُوْبِنَا وَأَزْوَاجِنَا وَذُرِّيَّاتِنَا ، وَتُبْ عَلَيْنَا إِنَّكَ أَنْتَ التَّوَّابُ الرَّحِيْمُ . وَصَلَّى اللهُ عَلَىْ مُحَمَّدٍ وَعَلَى آَلِهِ وَصَحْبِهِ أَجْمَعِيْنَ ، وَالْحَمْدُ للهِ رَبَّ الْعَالَمِيْنَ .
سُبْحَانَ رَبِّ اْلعِزَّةِ عَمَّا يَصِفُوْنَ وَسَلاَمٌ عَلَى اْلمُرْسَلِيْنَ وَالْحَمْدُ ِللهِ رَبِّ اْلعَالَمِيْنَ .
Ya Allah, ya Tuhan kami, bagi-bagikanlah kepada kami demi takut kepada-Mu apa yang kiranya dapat menghalang antara kami dan maksiat kepada-Mu; dan (bagi-bagikan juga kepada kami) demi ta’at kepada-Mu apa yang sekiranya dapat menyampaikan kami ke surga-Mu; dan (bagi-bagikan juga kepada kami) demi ta’at kepada-Mu; dan demi suatu keyakinan yang kiranya dapat meringankan beban musibah dunia kami.
Ya Allah, ya Tuhan kami! Senangkanlah pendengaran-pendengaran kami, penglihatan-penglihatan kami dan kekuatan kami pada apa yang Engkau telah menghidupkan kami, dan jadikanlah ia sebagai warisan dari kami, dan jadikanlah pembelaan kami (memukul) orang-orang yang menzhalimi kami serta bantulah kami untuk menghadapi orang-orang yang memusuhi kami; dan jangan kiranya Engkau menjadikan musibah kami ini mengenai agama kami, jangan pula Engkau jadikan dunia ini sebagai cita-cita kami yang paling besar, juga sebagai tujuan akhir dari ilmu pengetahuan kami; dan janganlah Engkau kuasakan atas kami orang-orang yang tidak menaruh sayang kepada kami.
Ya Allah, persatukanlah hati-hati kami dan perbaikilah keadaan kami dan tunjukilah kami jalan-jalan keselamatan, dan entaskanlah kami dari kejahatan yang tampak maupun tersembunyi, dan berkatilah pendengaran-pendengaran kami, penglihatan-penglihatan kami, hati-hati kami, istri-istri serta anak-anak kami dan ampunilah kami, sesungguhnya Engkau Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.
wallahu a’lam bish sowab…
Wasslamu’alaikum Warahmatullah Wabarahkatuh…
Oleh: Ustadz Abu Muhammad Jibriel Abdul Rahman
Khutbah ‘Idul Fithri 1433 H
(arrahmah.com)