Oleh: Ustadz Irfan S. Awwas
Assalamu’alaikum Warahmatullah Wabarakatuh…
اَلْحَمْدُ للهِ الْوَاحِدِ الْقَهَّارِ، الْعَزِيْزِ الْغَفَّارِ، مُكَوِّرِ اللَّيْلِ عَلَى النَّهَارِ، تَذْكِرَةً لأُوْلِي الْقُلُوْبِ وَالأَبْصَارِ ، وَتَبْصِرَةً لِذَوِىْ الأَلْبَابِ وَالاِعْتِبَارِ.
وَأَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ الْبَرُّ الْكَرِيْمُ، الرَّؤُوْفُ الرَّحِيْمُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّداً عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ، وَحَبِيْبُهُ وَخَلِيْلُهُ، الْهَادِىْ إِلَى صِرَاطٍ مُسْتَقِيْمٍ، وَالدَّاعِيْ إِلَى دِيْنٍ قَوِيْمٍ. صَلَوَاْتُ اللهِ وَسَلاَمُهُ عَلَيْهِ، وَعَلَى سَائِرِ النَّبِيِّيْنَ، وَآلِ كُلٍّ، وَسَائِرِ الصَّالِحِيْنَ.
أما بعد:
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا اتَّقُوا اللهَ وَقُولُوا قَوْلاً سَدِيدًا * يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَمَنْ يُطِعِ اللَّهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيمًا [الأحزاب 70 – 71]
Ma’asyiral Muslimin Rahimakumullah
الله أكبر ، الله أكبر ، الله أكبر ، ولله الحمد
Bulan suci Ramadhan kini telah berlalu, dan kelak di akhirat, ibadah puasa Ramadhan akan menjadi saksi yang menguntungkan, atau mungkin memberatkan atas amalan-amalan yang telah kita kerjakan. Jika selama bulan Ramadhan yang kita lakukan adalah amal-amal yang shalih, hendaklah kita memuji Allah dan bergembira dengan pahala yang baik. Sesungguhnya Allah tidak akan menyia-nyiakan orang yang berbuat kebajikan. Sebaliknya siapa yang melakukan amal yang buruk, hendaklah ia segera bertaubat kepada Allah dengan taubatan nashuha, karena sesungguhnya Allah menerima taubat orang yang bertaubat kepada-Nya.
Pada hari yang penuh barakah ini, 1 Syawal 1433 H bertepatan dengan 19 Agustus 2012 M, patutlah kita bersyukur kepada Allah Swt, yang telah menunjukkan jalan Islam kepada kita, dan menurunkan syari’at-Nya sebagai rahmatan lil alamin. Dan dengan rakmat-Nya itu pula, sehingga kita dapat menunaikan ibadah shalat Idul Fithri sebagai penyempurnaan ibadah puasa Ramadhan yang telah kita jalankan sebulan penuh. Sebagai agama dan jalan hidup, Islam merupakan pilihan terbaik yang telah dirintis para Nabi dan Rasul-Nya, dan diikuti oleh manusia yang mendapat karunia Ilahy.
Shalawat dan salam semoga dilimpahkan Allah kepada Muhammad Rasulullah Saw., manusia pilihan yang dinobatkan menjadi juru bicara Ilahiy untuk menjelaskan kehendak Allah kepada manusia. Maka kita ridha menjadikan Islam sebagai agama dan Muhammad Saw sebagai Rasul-Nya. Sesungguhnya Rasulullah Saw telah membimbing kita dan memberi petunjuk, bagaimana seharusnya manusia menjalani kehidupannya di dunia dengan benar dan berfaedah, sehingga memperoleh kebahagiaan dan kemaslahatan di dunia dan di akhirat seperti firman-Nya:
مَنِ اهْتَدَى فَإِنَّمَا يَهْتَدِي لِنَفْسِهِ وَمَنْ ضَلَّ فَإِنَّمَا يَضِلُّ عَلَيْهَا وَلَا تَزِرُ وَازِرَةٌ وِزْرَ أُخْرَى وَمَا كُنَّا مُعَذِّبِينَ حَتَّى نَبْعَثَ رَسُولًا (الاسراء 15)
“Siapa saja yang beramal sesuai petunjuk Allah, maka sesungguhnya dirinya telah memperoleh keselamatan; dan siapa saja yang berbuat sesat, sungguh kesesatannya itu menjadi tanggung jawabnya sendiri. Seseorang tidak memikul dosa orang lain, dan Kami tidak pernah mengadzab suatu umat sebelum Kami utus seorang rasul kepada umat itu.” (Qs. Al-Isra’, 17: 15)
Ma’asyiral Muslimin Rahimakumullah
الله أكبر ، الله أكبر ، الله أكبر ، ولله الحمد
Allah Swt telah menurunkan Kitab Suci Al-Qur’an dan menjadikannya sebagai sarana efektif untuk menyajikan kehendak-kehendak-Nya, yang harus dipahami oleh seluruh manusia, dan wajib diamalkan dengan penuh ketaatan.
اتَّبِعُوا مَا أُنْزِلَ إِلَيْكُمْ مِنْ رَبِّكُمْ وَلَا تَتَّبِعُوا مِنْ دُونِهِ أَوْلِيَاءَ قَلِيلًا مَا تَذَكَّرُونَ (الاعراف 3)
“Wahai manusia, ikutilah Al-Qur‘an yang telah diturunkan kepada kalian dari Tuhan kalian, dan janganlah kalian menjadikan selain Al-Qur‘an sebagai panutan. Sungguh amat sedikit ajaran-ajaran Al-Qur‘an yang kalian jadikan pelajaran.” (Qs. Al-A’raf, 7: 3)
Ayat ini menuntut komitmen dan loyalitas umat Islam, supaya mengikuti tuntunan Al-Qur’an, tidak menyimpang dan tidak menjadikan apapun dan siapapun selain Al-Qur’an dan Nabi Muhammad Saw sebagai panutan. Apabila manusia tidak mengindahkan nasihat Al-Qur’an dalam menjalani kehidupan ini, dan tidak beramal mengikuti petunjuk Allah dalam segala urusannya, niscaya mereka akan tersesat dan syetan menjadi shahib karibnya. Perintah untuk berpegang teguh pada syari’at Islam tersebut dalam Al-Qur’anul Karim:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا ادْخُلُوا فِي السِّلْمِ كَافَّةً وَلَا تَتَّبِعُوا خُطُوَاتِ الشَّيْطَانِ إِنَّهُ لَكُمْ عَدُوٌّ مُبِينٌ فَإِنْ زَلَلْتُمْ مِنْ بَعْدِ مَا جَاءَتْكُمُ الْبَيِّنَاتُ فَاعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ عَزِيزٌ حَكِيمٌ
“Wahai kaum mukmin, ikutilah syari‘at Islam itu seluruhnya. Janganlah kalian mengikuti bujukan-bujukan setan. Setan itu adalah musuh kalian yang nyata-nyata merugikan kalian. Wahai kaum munafik, jika kalian tetap memilih kesesatan setelah datangnya Al-Qur‘an kepada kalian, maka ketahuilah bahwa Allah Mahaperkasa membinasakan kalian lagi Mahabijaksana menghukum kalian.” (Qs. Al-Baqarah, 2: 208-209)
Dalam ayat ini Allah Swt menginstruksikan hamba-Nya supaya melaksanakan syari’at Islam secara kaffah dan menjauhi rayuan syetan. Sebab, setiapkali larangan Allah dilanggar niscaya pelanggaran itu akan menjadi fasilitas setan untuk menjerumuskan manusia pada kemurkaan Allah.
Sababun nuszul ayat ini, mengenai sebagian orang Yahudi yang telah masuk Islam di masa Nabi Saw, mereka menghendaki selain melaksanakan ajaran Islam, mereka juga ingin melestarikan adat istiadat serta budaya jahiliyah yang biasa mereka lakukan ketika masih beragama Yahudi, seperti nyepi di hari Sabtu. Maka Allah memerintahkan supaya komitmen menegakkan syari’at Islam dan meninggalkan segala kebiasaan, adat istiadat serta budaya yang bukan ajaran Islam. Sikap beragama yang menyandingkan ajaran Islam dan budaya jahiliyah seperti itu dicela oleh Allah, dan dianggap mengikuti syetan dan hawa nafsu.
Di zaman kita sekarang, tidak sedikit dari kalangan umat Islam yang beragama seperti gaya beragamanya orang-orang Yahudi. Selain ingin melaksanakan ajaran Islam, mereka juga melestarikan budaya syirik yang diwariskan nenek moyangnya. Selain ingin berpegang teguh pada syari’at Islam, mereka juga melaksanakan hukum thaghut, mengikuti cara dan gaya hidup jahiliyah, dengan menyandingkan Islam agar seiring sejalan dengan program syetan la’natullah.
Perwakilan syetan dari kalangan orang-orang kafir dan sekuler, menawarkan cara dan jalan hidup yang dianggap lebih baik, melalui propaganda media massa, membentuk opini publik yang diiringi fasilitas menggiurkan, seperti dijelaskan dalam firman Allah Swt:
وَقَالَ الَّذِينَ كَفَرُوا لِلَّذِينَ آَمَنُوا اتَّبِعُوا سَبِيلَنَا وَلْنَحْمِلْ خَطَايَاكُمْ وَمَا هُمْ بِحَامِلِينَ مِنْ خَطَايَاهُمْ مِنْ شَيْءٍ إِنَّهُمْ لَكَاذِبُونَ (لعنكبوت 12)
“Orang-orang kafir berkata kepada orang-orang mukmin: “Wahai orang-orang mukmin, ikutilah cara hidup kami. Kami akan menanggung segala dosa kalian selama kalian mengikuti kami”. Padahal sebenarnya orang-orang kafir itu tidak sedikitpun sanggup menanggung dosa-dosa mereka sendiri. Sungguh orang-orang kafir itu berdusta.“ (Qs. Al-Ankabut, 29: 12)
Supaya propaganda ideologi dan cara hidup kuffar itu diterima oleh orang Islam, maka diikuti pula dengan bantuan fasilitas, popularitas dan juga otoritas kekuasaan. Sarana kejahatan itu digerakkan dan dikendalikan oleh kekuatan raksasa, negara adidaya, dibiayai dan diarahkan sesuai dengan grand design yang jelas dan terarah. Kepada siapa saja yang mau mengikutinya disediakan berbagai fasilitas dan kesenangan berupa dana, prasarana dan kedudukan.
Di antara program setan la’natullah adalah menawarkan ajaran agama, lalu membandingkannya dengan ideologi sesat, seperti demokrasi, liberalisme, pluralisme, kesetaraan gender, dan komunisme yang kabarnya akan segera bangkit lagi di Indonesia, asalkan tidak dalam bentuk komunitas partai melainkan personal.
Sementara bujukan, provokasi dan intimidasi ke arah perbuatan jahat tak terhitung banyaknya. Berbagai halangan yang merintangi kebajikan sehingga orang-orang yang komitmen dan berpegang teguh pada syari’at Al-Qur’an seolah-olah memegang bara api. Bila tidak kuat menahan panas niscaya akan dilepaskannya dengan cara kasar dan marah. Badai kekufuran yang datang silih berganti, kadang dari penguasa negara, dari keluarga bahkan dari diri sendiri, bagai gelombang yang siap menumbangkan serta meluluhlantakkan pohon kebajikan itu.
Padahal sudah jelas, cara dan jalan hidup yang mereka tawarkan, terbukti gagal menciptakan ketertiban masyarakat beradab, keadilan sosial dan penegakan hukum. Bahkan reformasi NKRI di bawah bendera demokrasi, tidak saja gagal memperbaiki kondisi negeri ini, tapi juga menimbulkan kerusakan demi kerusakan dengan menyingkirkan agama dari pentas kehidupan. Terjadinya keserakahan sistemik di kalangan pejabat negara, kehancuran moral generasi muda, banyak masyarakat terjerumus pada paham sesat serta penentu kebijakan negara banyak yang kehilangan akal sehat, adalah akibatnya.
Ada orang yang menyandang predikat Muslim, tapi dia tidak shalat, tidak puasa, dan tidak mengerjakan ajaran yang diperintahkan Islam. Ada juga orang yang mengaku beragama Islam, tapi tidak malu melakukan perbuatan haram zina, minum khamer, berjudi, sehingga Islam hanya tinggal nama, menjadi Islam KTP. Mereka mengaku muslim dengan lisannya, tapi dalam tindakan politik, ekonomi, budaya mereka melakukan apa yang dilakukan orang kafir, yaitu korupsi, mengkonsumsi harta benda ribawi serta tidak peduli barang halal atau haram.
Ma’asyiral Muslimin Rahimakumullah
الله أكبر ، الله أكبر ، الله أكبر ، ولله الحمد
Dalam segala kondisi, Islam semestinya berperan optimal memperbaiki negeri ini. Berfungsi bagaikan pohon petunjuk yang besar dan rindang, cabang-cabangnya mengayomi semua penjuru umat. Akan tetapi, nasib kaum muslim yang termarjinalkan di panggung kekuasaan dan politik, tidak memungkinkan Islam menjalankan fungsi rahmatan lil alamin itu. Eksistensi umat Islam kini seperti pohon yang layu, sekujur batangnya dijalari virus dan kekeringan hingga bagian-bagiannya yang paling dalam.
Umat Islam tercerai berai menjadi beragam kelompok, dan masing-masing kelompok Islam bangga dengan kelompoknya sendiri. Bergerak dengan Islam yang dipahami, padahal kekuatan dan motivasi agama pada seorang Muslim adalah jaminan bagi keselamatan jiwanya, hartanya dan kehormatannya. Manakala kehidupan beragama melemah, mereka akan menjadi sasaran pertumpahan darah, sasaran rasialisme, kehormatan dan kekayaan mereka akan menjadi barang jarahan musuhnya.
Mengapa semua ini menimpa kita? Nasib negeri kita terpuruk, dan rakyatnya hidup sengsara. Rasulullah Saw telah menubuwahkan akan datangnya kondisi demikian, disebabkan pemahaman dan pengamalan keagamaan kita tidak selaras dengan petunjuk Allah dan bimbingan rasul-Nya.
Penyebab pertama: Beragama Untuk Kepentingan Duniawi, Tergantung Situasi dan Kondisi
Nabi SAW bersabda:
إِذَا كَانَ آخِرُ الزَّمَانِ كَانَ قِوَامُ دِيْنِ النَّاسِ وَدُنْيَاهُمْ الدَّرَاهِمَ وَالدَّنَانِيْرَ [رواه الطبراني]
“Kelak di akhir zaman agama dan keduniaan mereka dinilai berdasarkan berapa uang dirham dan dinar yang mereka miliki.” (HR. ath-Thabrani)
Kita menyaksikan betapa hebatnya prilaku hedonisme mempengaruhi manusia di zaman ini. Sehingga egoisme (ananiyyah) mengalahkan kemaslahatan dan keselamatan orang lain, dan pragmatisme serta keuntungan material mengalahkan akhlak. Tidak peduli nasib sengsara orang lain, bahkan mengorbankan hak dan kepentingan rakyat demi keuntungan pribadinya.
Parameter martabat seseorang ditentukan oleh harta yang mereka miliki. Keshalihan seseorang diukur atas dasar hartanya, popularitas dan kedudukannya. Sementara moral, ilmu, maupun keahlian sama sekali tidak menjadi ukuran. Karena itu tidak sedikit para tokoh agama, ustadz, kyai, ulama’, termasuk para pejabat negara berlomba-lomba untuk mendapatkan harta dan jabatan guna memperoleh kehormatan. Bahkan rela melakukan apa saja untuk mendapatkan harta sekalipun dengan cara korupsi, menjual ayat-ayat sebagai jimat, menjadi pawang jin bahkan menjadi komparador asing demi memperoleh kehormatan dan harta kekayaan. Sudah tertanam dalam mindset mereka, jabatan dan kehormatan identik dengan kemewahan. Maka, wajar saja bila para pejabat, tokoh agama, bahkan rakyat biasa kemudian saling berlomba untuk meraih jabatan dan mengumpulkan kekayaan sekalipun dengan cara yang tidak halal.
وَمِنَ النَّاسِ مَنْ يَعْبُدُ اللَّهَ عَلَى حَرْفٍ فَإِنْ أَصَابَهُ خَيْرٌ اطْمَأَنَّ بِهِ وَإِنْ أَصَابَتْهُ فِتْنَةٌ انْقَلَبَ عَلَى وَجْهِهِ خَسِرَ الدُّنْيَا وَالْآَخِرَةَ ذَلِكَ هُوَ الْخُسْرَانُ الْمُبِينُ (الحَج : 11)
“Ada segolongan manusia yang selalu berubah-ubah pendiriannya dalam menyembah Allah. Apabila dalam menjalankan agamanya mendapatkan keuntungan dunia, hatinya senang. Apabila dalam menjalankan agamanya mendapatkan rintangan berat, dia menjadi kafir kepada Allah. Orang semacam itu rugi di dunia dan di akhirat. Kerugian di akhirat adalah kerugian yang sebenarnya.“ (Qs. Al-Haj, 22: 11)
Ayat ini menyindir orang-orang yang mengambang keyakinan agamanya, tidak memiliki komitmen terhadap Islam dan tidak punya loyalitas terhadap Allah dan rasul-Nya. Bahwa terdapat segolongan manusia yang menjalankan ajaran agamanya beradaptasi dengan situasi dan kondisi. Semangat keagamaannya mengalami fluktuasi, tergantung pendapatan. Bila dalam menjalankan ajaran agama, lalu kehidupannya membaik, pendapatan finansialnya meningkat, usaha dagangnya pesat, karier jabatannya meningkat, dia mengatakan inilah agama yang benar, relevan dengan kehidupan modern.
Sebaliknya, bila dalam menjalankan ajaran agama ia mendapatkan kesulitan, ditimpa musibah dan cobaan yang mengecewakan, sehingga mengalami kerugian material, maka agama disalahkan sebagai penyebab kegagalan dan membuatnya bernasib buruk. Lalu ibadah ia tinggalkan, semangat beragamanya memudar, tidak istiqamah, malah durhaka pada Allah Swt.
Benarlah ungkapan seorang shalih: “Ketika seseorang memuliakan agama di atas harta dunia, maka Allah Swt akan membuat dunia hina baginya. Tapi ketika harta dunia dimuliakan melebihi agama, maka agama akan hilang dari lubuk hatinya, dan para pencari dunia pasti akan mengalahkannya.”
Penyebab kedua: Budaya Munafiq Sebagai Pilihan
Nabi SAW bersabda:
لَنْ تَقُوْمَ السَّاعَةُ حَتَّىْ يَسُوْدَ كُلَّ قَبِيْلَةٍ مُنَافِقُهَا [رواه الطبراني]
“Tidak akan terjadi kiamat sebelum setiap kabilah dipimpin oleh orang-orang munafiq.” (HR. ath-Thabrani)
Sungguh tragis, di zaman penuh fitnah ini ada pimpinan ormas keagamaan maupun ketua-ketua partai, seakan tidak bisa tidur nyenyak sebelum mencerca dan mencaci sesama kaum muslim. Menggunakan otoritas keagamaan untuk menyerang ormas Islam dan membela ormas sesat. Tidak sedikit orang yang selama ini mengaku sebagai muslim tapi hatinya berkhianat pada Islam. Mereka para munafiq, mempropagandakan anti syari’at Islam atas nama Islam. Mereka berusaha menyembunyikan kekufuran yang bersemayam di hati mereka. Namun dengan menggunakan lisan mereka berusaha menampilkan diri sebagai orang beriman, sambil mencurahkan energi untuk melancarkan serangan berbisa terhadap Islam dan memfitnah kaum muslimin, dengan aneka ragam siasat dan tipu daya.
وَمِنَ النَّاسِ مَنْ يَقُولُ آَمَنَّا بِاللَّهِ فَإِذَا أُوذِيَ فِي اللَّهِ جَعَلَ فِتْنَةَ النَّاسِ كَعَذَابِ اللَّهِ وَلَئِنْ جَاءَ نَصْرٌ مِنْ رَبِّكَ لَيَقُولُنَّ إِنَّا كُنَّا مَعَكُمْ أَوَلَيْسَ اللَّهُ بِأَعْلَمَ بِمَا فِي صُدُورِ الْعَالَمِينَ (العنكبوت 10)
“Orang-orang munafik berkata: “Kami beriman kepada Allah”. Ketika mereka mendapatkan tekanan-tekanan orang kafir dalam menjalankan agama Allah, mereka menganggap tekanan-tekanan itu sebagai adzab dari Allah, sehingga mereka tidak berani melaksanakan agama Allah. Wahai Muhammad, ketika Allah memberikan kemenangan kepadamu, mereka berkata: “kami selalu bersamamu”. Tidakkah mereka menyadari bahwa Allah lebih mengetahui siapa yang munafik dan siapa yang mukmin?” (Qs. Al-Ankabut, 29: 10)
Inilah mentalitas kaum munafik, sikap oportunis yang tertera dalam Al-Qur’an. Mengaku muslim, namun bersikap plin-plan dengan keimanannya. Apabila mereka mendapat gangguan dan penganiayaan dari orang kafir dalam menjalankan syari’at Islam, mereka menganggapnya pertanda kemurkaan Allah dan meninggalkan keyakinannya. Begitupun, bila dalam memperju- angkan Islam ia dituduh radikal, ekstrim, maka ia ketakutan, tidak pede, dan terbelenggu oleh stigmatisasi orang kafir. Kemudian mereka menggalang persekongkolan global, untuk menodai dan memperburuk citra Islam, dengan membuat propaganda-propaganda anti Islam atas nama memerangi radikalisme.
Oleh karena itu, pekerjaan besar umat Islam khususnya para ulama, da’i dan muballigh dewasa ini haruslah diprioritaskan kepada dua hal. Pertama, menumbuhkan rasa hormat kaum Muslimin terhadap Syari’ah Islam. Sebab jika kaum Muslimin menolak diberlakukannya Syari’ah Islam dalam kehidupan pribadi, masyarakat dan negara berarti mereka tidak menghormati Allah menurut penghormatan yang semestinya. Kedua, menumbuhkan kepercayaan di kalangan umat Islam, bahwa solusi bagi problema kehidupan manusia di muka bumi ini hanya dengan memberlakukan Syari’ah Islam saja, tanpa ragu dan tanpa rasa takut.
Munajjat
Ma’asyiral Muslimin Rahimakumullah
الله أكبر ، الله أكبر ، الله أكبر ، ولله الحمد
Kini, saat kita bersimpuh di haribaan Ilahy, marilah kita muhasabah, meluruskan aqidah dan memperbaiki akhlak, sekaligus koreksi total atas dosa serta kesalahan pemahaman dan pengamalan Islam kita. Di hari yang penuh barakah ini, wahai kaum Muslimin, marilah kita buktikan bahwa Umat Nabi Muhammad Saw. belum mati di negeri ini, dengan menegakkan Qur’an dan sunnah beliau dalarn kehidupan pribadi, keluarga, masyarakat dan Negara, sembari kita bermunajat kepada Allah Azza wajalla:
اللَّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ وَالْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ اْلأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَاْلأَمْوَاتِ اِنَّكَ سَمِيْعٌ قَرِيْبٌ مُجِيْبُ الدَّعْوَاتِ. اَللَّهُمَّ أَصْلِحْ لَنَا دِيْنَناَ الَّذِى هُوَ عِصْمَةُ أَمْرِنَا وَأَصْلِحْ لَنَا دُنْيَانَ الَّتِى فِيْهَا مَعَاشُنَا وَأَصْلِحْ لَنَا آخِرَتَنَا الَّتِى فِيْهَا مَعَادُنَا وَاجْعَلِ الْحَيَاةَ زِيَادَةً لَنَا فِى كُلِّ خَيْرٍ وَاجْعَلِ الْمَوْتَ رَاحَةً لَنَا مِنْ كُلِّ شرٍّ
Ya Allah, ampunilah dosa kaum muslimin dan muslimat, mu’minin dan mu’minat, baik yang masih hidup maupun yang telah meninggal dunia. Sesungguhnya Engkau Maha Mendengar, Dekat dan Mengabulkan doa.
Ya Allah, perbaikilah agama kami untuk kami, karena ia merupakan benteng bagi urusan kami. Perbaiki dunia kami untuk kami yang ia menjadi tempat hidup kami. Perbaikilah akhirat kami yang menjadi tempat kembali kami. Jadikanlah kehidupan ini sebagai tambahan bagi kami dalam setiap kebaikan dan jadikan kematian kami sebagai kebebasan bagi kami dari segala kejahatan.
اَللَّهُمَّ اقْسِمْ لَنَا مِنْ خَشْيَتِكَ مَاتَحُوْلُ بَيْنَنَا وَبَيْنَ مَعْصِيَتِكَ وَمِنْ طَاعَتِكَ مَا تُبَلِّغُنَابِهِ جَنَّتَكَ وَمِنَ الْيَقِيْنِ مَاتُهَوِّنُ بِهِ عَلَيْنَا مَصَائِبَ الدُّنْيَا. اَللَّهُمَّ مَتِّعْنَا بِأَسْمَاعِنَا وَأَبْصَارِنَا وَقُوَّتِنَا مَا أَحْيَيْتَنَا وَاجْعَلْهُ الْوَارِثَ مِنَّا وَاجْعَلْهُ ثَأْرَنَا عَلَى مَنْ عَاداَنَا وَلاَ تَجْعَلْ مُصِيْبَتَنَا فِى دِيْنِنَاوَلاَ تَجْعَلِ الدُّنْيَا أَكْبَرَ هَمِّنَا وَلاَ مَبْلَغَ عِلْمِنَا وَلاَ تُسَلِّطْ عَلَيْنَا مَنْ لاَ يَرْحَمُنَا رَبَّنَا اَتِنَا فِى الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِى الأَخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ.
Ya Allah, anugerahkan kepada kami rasa takut kepada-Mu yang membatasi antara kami dengan perbuatan maksiat kepadamu dan berikan ketaatan kepada-Mu yang mengantarkan kami ke surga-Mu dan anugerahkan pula keyakinan yang akan menyebabkan ringan bagi kami segala musibah di dunia ini. Ya Allah, anugerahkan kepada kami kenikmatan melalui pendengaran, penglihatan dan kekuatan selama kami masih hidup dan jadikanlah ia warisan bagi kami. Dan jangan Engkau jadikan musibah atas kami dalam urusan agama kami dan janganlah Engkau jadikan dunia ini cita-cita kami terbesar dan puncak dari ilmu kami dan jangan jadikan berkuasa atas kami orang-orang yang tidak mengasihi kami.
Ya Allah, anugerahkanlah kepada kami kehidupan yang baik di dunia, kehidupan yang baik di akhirat dan hindarkanlah kami dari azab neraka.
Wasslamu’alaikum Warahmatullah Wabarahkatuh…
Oleh : Ustadz Irfan S. Awwas
Khutbah ‘Idul Fithri 1433 H