Oleh Ustadz Irfan S Awwas
Ketua Lajnah Tanfidziyah Majelis Mujahidin
(Arrahmah.com) – Ma’asyiral Muslimin Rahimakumullah
اَلْحَمْدُ لِلهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ ، وَالْعَاقِبَةُ لِلْمُتَّقِيْنَ ، وَلاَ عُدْوَانَ إِلاَّ عَلَى الظَّالِمِيْنَ . وَصَلِّ اللهم وَسَلِّمْ عَلَى سَيِّدِ الْأَوَّلِيْنَ وَالآخِرِيْنَ ، نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ عَلَيْهِ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَسَلَّمَ تَسْلِيْمًا كَثِيْراً .
اللهُ أَكْبَرُ ، اللهُ أَكْبَرُ ، اللهُ أَكْبَرُ ، لاَ إِلَهَ إِلاَّ الله ، اللهُ أَكْبَرُ ، اللهُ أَكْبَرُ ، وللهِ الحَمْدُ…
اللهُ أَكْبَرُ كَبِيْراً ، وَالْحَمْدُ لِلهِ كَثِيْراً ، وَسُبْحَانَ اللهِ بُكْرَةً وَأَصِيْلاً … وَبَعْدُ :
Ma’asyiral Muslimin Rahimakumullah
الله أكبر ، الله أكبر ، الله أكبر ، ولله الحمد …
Kita patut bersyukur kepada Allah Rabbul Alamin, yang dengan kasih sayang-Nya berkenan menjaga keimanan dan ke-Islaman kita, sehingga kita tetap terpilih sebagai pemeluk Islam, dan dapat menjalankan ibadah shalat Idul Adha 1435 H pada hari ini.
Tanpa penjagaan dari Allah Malikurrahman, bukan mustahil sewaktu-waktu iman dan Islam kita berubah sehingga kita menjadi orang munafik, karena tidak konsisten dengan aqidah dan syariah yang Allah perintahkan untuk dilaksanakan. Boleh jadi juga kita berubah jadi orang musyrik, karena ridha bertuhan pada selain Allah, menyembah thaghut, dan memuja patung ataupun berhala. Mungkin saja kita berubah jadi orang kafir, karena mengingkari semua aqidah dan syariah Islam. Segala kemungkinan yang kita sebutkan tadi, tentulah bukan harapan orang-orang beriman.
Kemudian, shalawat dan salam semoga dilimpahkan Allah kepada junjungan kita Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam, keluarganya, para shahabatnya, para tabi’in, dan tabi’ut tabi’in, serta siapa saja yang mengikuti petunjuk beliau hingga yaumul qiyamah. Hari yang tiada lagi bermanfaat harta dan anak bagi pemiliknya, kecuali bagi mereka yang datang menghadap Allah subhanahu wa ta’ala dengan hati yang ikhlas.
Kita ridha Islam sebagai agama dan Nabi Muhammad sebagai Rasul-Nya. Maka marilah kita bertaqwa agar kita menjadi makhluk yang paling mulia di sisi Allah, diampuni dosa-dosa kita, dan diberi-Nya jalan keluar terhadap problem kehidupan yang kita hadapi. Sesungguhnya Allah telah mengingatkan kita di dalam Al-Qur’an dengan firman-Nya:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللهِ وَقُولُوا قَوْلًا سَدِيدًا (70) يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَمَنْ يُطِعِ اللهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيمًا (71)
“Wahai orang-orang beriman, taatlah kepada Allah dan berkatalah dengan perkataan yang benar. Dengan begitu, niscaya semua yang kalian lakukan hasilnya akan menjadi baik dan dosa-dosa kalian akan diampuni Allah. Siapa saja yang taat kepada Allah dan Rasul-Nya, sungguh dia memperoleh kemenangan yang sangat besar.” (Qs. Al-Ahzab, 33: 70-71)
Ma’asyiral Muslimin Rahimakumullah
الله أكبر ، الله أكبر ، الله أكبر ، ولله الحمد …
Setiap kali umat Islam merayakan Idul Adha, kita merasakan kegembiraan yang lahir dari pantulan cahaya tauhid, cahaya iman, dan ketaatan kepada Allah subhanahu wa ta’ala. Pada hari ini kaum muslimin mewujudkan keimanan mereka dengan menunaikan rukun Islam ke lima, ibadah haji ke Baitullah, dan melaksanakan shalat Idul Adha kemudian dilanjutkan dengan penyembelihan hewan qurban untuk melestarikan sunah Nabi Ibrahim ‘alaihissalam.
Seperti diperintahkan di dalam Al-Qur’an, ibadah haji merupakan karunia Ilahy, tapi tidak semua orang bisa meraihnya karena berbagai alasan. Berapa banyak orang yang memiliki kecukupan harta, sehat fisik dan rohaninya, namun ia tidak berniat sungguh-sungguh berangkat ke baitullah al-haram, sehingga ia tidak dapat menyambut panggilan Allah itu. Sebaliknya, berapa banyak orang yang berniat haji, ingin berangkat ke tanah suci Makkah, namun tidak memiliki kemampuan harta atau sedang mengalami sakit yang menghalangi mereka menunaikan rukun Islam ke lima itu.
Bagi orang beriman, ibadah haji memiliki pesona dan daya tarik luar biasa, sehingga banyak orang yang sudah berhaji berkali-kali, ingin mengulanginya lagi dan lagi. Bahkan di negeri kita, seseorang yang begitu rindu memenuhi panggilan Ilahy namun tidak memiliki kemampuan harta, sehingga terpaksa menempuh jalan yang bagi kebanyakan orang tidak masuk akal, yang sekarang kita kenal dengan haji nunut. Subhanallah, Maha Benar Allah dengan firman-Nya:
وَأَذِّنْ فِي النَّاسِ بِالْحَجِّ يَأْتُوكَ رِجَالًا وَعَلَى كُلِّ ضَامِرٍ يَأْتِينَ مِنْ كُلِّ فَجٍّ عَمِيقٍ (27)
“Wahai Ibrahim, umumkanlah kepada semua manusia untuk beribadah haji, niscaya mereka akan datang memenuhi seruanmu dengan berjalan kaki dan mengendarai onta yang cekatan dari tempat-tempat yang jauh.” (Qs. Al-Hajj, 22: 27)
Ma’asyiral Muslimin Rahimakumullah
الله أكبر ، الله أكبر ، الله أكبر ، ولله الحمد …
Seruan untuk menunaikan ibadah haji dan menyembelih hewan qurban, yang dikumandangkan oleh Nabi Ibrahim telah berlangsung berabad-abad lamanya, dan disambut oleh berjuta-juta umat Islam di seluruh penjuru dunia.
Sebagai bagian dari umat Islam sedunia, bangsa Indonesia dengan jumlah penduduk muslim terbesar di dunia mendapatkan quota untuk jamaah haji sekitar 200 ribu orang. Jika dianalogikan sebuah Universitas, maka setiap tahun bangsa Indonesia menghasilkan alumni yang telah menunaikan rukun Islam ke lima sebanyak 200 ribu sarjana. Artinya, dari jumlah penduduk sekitar 200 juta lebih, ada 200 ribu orang yang dikaruniai Allah kemampuan untuk melaksanakan ibadah haji.
Secara ekonomi, kenyataan ini fantastik. Jika tahun ini ongkos naik haji (ONH) sekitar Rp 30 juta, maka peredaran uang dari aktifitas ini sekitar Rp. 6 trilyun, belum lagi adanya bisnis lain yang muncul akibat kegiatan ini. Dan secara politik, menunjukan bahwa kekuatan umat Islam di dalam negeri sangat besar, sehingga aktifitas haji seringkali menjadi obyek kepentingan partai politik, khususnya partai-partai yang menjual Islam sebagai jargon kampanyenya.
Pertanyaannya, semakin banyak yang berangkat haji, apakah negeri kita semakin berdaulat dan bermartabat? Apakah grafik iman dan keshalihan masyarakat Indonesia semakin meningkat ataukah kian merosot? Apakah banyaknya jumlah orang bertitel haji berpengaruh bagi keadilan sosial, pemberantasan korupsi dan mengatasi dekadensi moral? Jawabannya sudah kita rasakan dan alami, sungguh memilukan sekaligus memalukan. Bahkan Departemen Agama yang punya kewenangan dalam penyelenggaraan ibadah haji justru dicap sebagai departemen paling korup di negara ini.
Kenyataan yang memprihatinkan ini, bisa disalah pahami oleh mereka yang lemah iman, seolah-olah ibadah kepada Allah, dan keterikatan pada ajaran agama tidak memiliki kontribusi dalam memperbaiki masyarakat. Sehingga tidak sedikit masyarakat yang apatis dan berfikir negatif, untuk apa shalat, puasa, haji, jika faktanya korupsi merajalela, kemaksiatan sudah beranak pinak, generasi muda kian rusak akal dan moralnya. Akibatnya, orang semakin malas beribadah kepada Allah, semakin cuek pada agama, bahkan berani menista agama menganggapnya sebagai sumber kekerasan rumah tangga, mencerca Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam, dan menghina Allah subhanahu wa ta’ala, seperti dilakukan mahasiswa UIN di Surabaya. Padahal segala kejahatan itu terjadi disebabkan pemahaman dan pengamalan ajaran agama yang salah, menyimpang dari tuntunan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Ma’asyiral Muslimin Rahimakumullah
الله أكبر ، الله أكبر ، الله أكبر ، ولله الحمد …
Berangkat dari kenyataan ini, bagaimanakah cara kita menumbuhkan keimanan pada Allah, dan meningkatkan keyakinan bahwa melaksanakan kebajikan yang diajarkan syariah Islam adalah solusi bagi segala problem kehidupan di dunia ini? Alangkah baiknya, jika momentum Idul Adha ini kita gunakan untuk mengoreksi sikap beragama kita selama ini. Di satu segi kita mengaku beragama Islam, tapi dalam kehidupan sehari-hari kita menolak aturan hidup yang sesuai dengan syariat Islam.
Oleh karena itu, sikap yang benar dalam beragana, menurut Islam adalah menaati Allah subhanahu wa ta’ala dan Rasul-Nya dalam segala urusan. Ketaatan kepada Allah dan Rasul-Nya akan mendatangkan keuntung dunia dan akhirat. Sunah Rasul itu bagaikan perahu di tengah gelombang, yang akan menyelamatkan penumpangnya hingga sampai ke tujuan. Perhatikanlah firman Allah:
وَمَنْ يُطِعِ اللهَ وَرَسُولَهُ وَيَخْشَ اللهَ وَيَتَّقْهِ فَأُولَئِكَ هُمُ الْفَائِزُونَ (52)
“Siapa saja yang menaati Allah dan Rasul-Nya, takut akan siksa Allah di akhirat, dan menjauhkan diri dari segala larangan-Nya, maka mereka itulah orang-orang yang benar-benar beruntung.” (Qs. An-Nur, 24: 52)
Keberuntungan hidup di dunia dan akhirat merupakan dambaan setiap mukmin. Kita ingin berjumpa dengan Allah dalam keadaan ridha dan diridhai. Deposito berharga yang dapat digunakan untuk menyelamatkan diri kelak di akhirat, ditunjukkan Allah subhanahu wa ta’ala yaitu mendermakan sebagaian harta, menebar ilmu dan memperbanyak amal shalih.
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
إِذَا مَاتَ الْإِنْسَانُ انْقَطَعَ عَمَلُهُ إِلَّا مِنْ ثَلَاثَةٍ : مِنْ صَدَقَةٍ جَارِيَةٍ ، وَعِلْمٍ يُنْتَفَعُ بِهِ ، وَوَلَدٍ صَالِحٍ يَدْعُو لَهُ .
“Jika seseorang meninggal dunia, maka terputuslah amalannya kecuali tiga perkara (yaitu): sedekah jariyah, ilmu yang dimanfaatkan, dan do’a anak yang sholeh.” (HR. Muslim no. 1631)
Hadits Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ini mengingatkan kita, bahwa jika manusia meninggal dunia, maka segala amalnya terputus, kecuali tiga perkara yang dapat menyelamatkan dirinya, yaitu:
Pertama, sadaqah jariyah, yaitu wakaf yang kita berikan selama hidup di dunia. Selain itu, ada infaq, shadaqah yang kita keluarkan, sehingga dapat bermanfaat bagi orang lain untuk beribadah dan menaati Allah subhanahu wa ta’ala.
Dalam kaitan ini Allah subhanahu wa ta’ala berfirman:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا أَنْفِقُوا مِمَّا رَزَقْنَاكُمْ مِنْ قَبْلِ أَنْ يَأْتِيَ يَوْمٌ لَا بَيْعٌ فِيهِ وَلَا خُلَّةٌ وَلَا شَفَاعَةٌ وَالْكَافِرُونَ هُمُ الظَّالِمُونَ (254)
“Wahai kaum mukmin, keluarkanlah derma dari sebagian harta yang Kami berikan kepada kalian sebelum datang hari kiamat. Pada hari kiamat tidak ada lagi tebusan dosa. Tidak ada teman yang dapat menolong orang-orang kafir, dan bagi mereka tidak ada pertolongan dari Allah. Orang-orang kafir itu benar-benar merugikan diri sendiri.” (Qs. Al-Baqarah, 2: 254)
Mendermakan harta di dunia sebagai persiapan menghadap Allah subhanahu wa ta’ala kelak di akhirat, merupakan sifat orang beriman. Sedangkan orang yang kikir mendermakan hartanya di jalan Allah adalah mentalitas orang-orang munafik, yang tidak pernah berniat mempersiapkan dirinya menghadap Allah. Adakalanya mereka mendermakan hartanya, tapi bukan untuk meraih keridhaan Allah, bukan untuk menjadikan dirinya semakin cinta pada kebenaran, melainkan untuk kepentingan dunia, mencari pujian dari orang lain agar disebut dermawan. Mereka memberi sumbangan pada orang lain untuk mendapatkan popularitas dan mendapatkan imbal balik dari mereka yang disumbangi.
Misalnya, ada orang memberi sumbangan supaya didukung sebagai anggota DPR/DPRD, sama sekali bukan untuk memperoleh keridhaan Allah. Ada juga orang yang mencalonkan diri jadi Gubernur, Bupati atau jabatan lainnya, tiba-tiba dia begitu dermawan, dan rela menghamburkan uang demi mendapatkan dukungan konstituen.
Sebagaimana orang kafir, menyumbang, memberi bantuan kemanusiaan dengan tujuan menjauhkan manusia dari jalan Allah. Mereka bangun pabrik bir, mengadakan festival gay dan lesbian, mereka tak ragu menghanburkan uang. Mereka juga membantu Negara lain supaya pemerintahnya bersedia membuat aturan dan UU sesuai agenda mereka, yaitu menjauhkan masyarakat dari syariat Allah. Begitulah faktanya, seperti firman Allah:
إِنَّ الَّذِينَ كَفَرُوا يُنْفِقُونَ أَمْوَالَهُمْ لِيَصُدُّوا عَنْ سَبِيلِ اللهِ فَسَيُنْفِقُونَهَا ثُمَّ تَكُونُ عَلَيْهِمْ حَسْرَةً ثُمَّ يُغْلَبُونَ وَالَّذِينَ كَفَرُوا إِلَى جَهَنَّمَ يُحْشَرُونَ (36)
“Kaum kafir mendermakan harta mereka untuk menyesatkan manusia dari agama Allah. Kaum kafir yang telah mendermakan hartanya untuk menyesatkan manusia, mereka kelak akan menyesal. Kemu dian di medan perang, kaum kafir akan dikalahkan oleh kaum mukmin. Dan orang-orang kafir di akhirat kelak akan dikumpulkan di neraka Jahannam.” (Qs. Al-Anfal, 8: 36)
Kedua, ilmun yuntafa’u bihi, yaitu ilmu yang bermanfaat yang diajarkan pada masyarakat, dan tetap bermanfaat setelah meninggal. Seperti dikatakan Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib:
Ilmu akan menjaga kita, sedangkan harta sebaliknya, kitalah yang harus menjaganya. semakin banyak ilmu seseorang semakin banyak orang yang menyayangi dan menghormatinya. Sedangkan semakin banyak harta, semakin banyak musuh dan orang yang iri kepadanya. Ilmu jika diamalkan akan semakin bertambah, sedangkan harta jika digunakan akan semakin bekurang. Pemilik ilmu akan diberi syafaat (pertolongan) di hari akhir kelak, sedangkan pemilik harta akan dihisab diusut asal muasal hartanya oleh Allah subhanahu wa ta’ala.
Ketiga, waladun shalih, yaitu anak yang shalih. Kita meninggalkan anak-anak yang shalih, baik anak itu mendo’akan kita setiap saat atau tidak, tapi keshalihan anak itu saja sudah menambah pahala yang terus menerus bagi orang tuanya hingga yaumul qiyamah. Maka jangan biarkan anak-anak kita berkubang dalam kehidupan pergaulan bebas, yang mengabaikan agama dan menuruti hawa nafsu belaka.
فَخَلَفَ مِنْ بَعْدِهِمْ خَلْفٌ أَضَاعُوا الصَّلَاةَ وَاتَّبَعُوا الشَّهَوَاتِ فَسَوْفَ يَلْقَوْنَ غَيًّا (59) إِلَّا مَنْ تَابَ وَآمَنَ وَعَمِلَ صَالِحًا فَأُولَئِكَ يَدْخُلُونَ الْجَنَّةَ وَلَا يُظْلَمُونَ شَيْئًا (60)
“Sepeninggal para Nabi datanglah generasi baru yang mengabaikan shalat dan mengikuti hawa nafsunya. Karena itu mereka pasti ditimpa kebinasaan. Kecuali mereka yang bertobat, beriman dan beramal shalih. Mereka akan diberi pahala surga, mereka tidak sedikitpun akan diperlakukan dzalim.” (Qs. Maryam, 19: 59-60)
Oleh karena itu, penting bagi orang tua Muslim untuk mendidik anak-anaknya, menghantarkan mereka berangkat dewasa dalam ketaatan kepada Allah subhanahu wa ta’ala. Hendaknya setiap keluarga Muslim berusaha keras mendidik dan menjadikan anaknya sebagai aset dunia-akhirat. Sehingga, suatu saat nanti di negeri kita, muncul sarjana ekonomi sekaligus ahli fiqih dan hafal Al-Qur’an. Seorang profesor di bidang tata Negara sekaligus ahli hadits dan hafal Al-Qur’an. Seorang doktor di bidang politik, ahli tafsir dan hafidz Al-Qur’an. Seorang panglima tentara, ahli strategi dan hafal Al-Qur’an. Seorang Presiden yang alim, shalih dan hafal Al-Qur’an, sehingga memerintah negerinya dengan adil dan beradab di bawah naungan Al-Qur’an dan sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.
الله أكبر ، الله أكبر ، الله أكبر ، ولله الحمد …
Setiap orang tua yang beriman kepada Allah tentulah mengharapkan putra-putrinya menjadi anak yang shalih dan shalihah, dan kelak bersama keluarganya berkumpul di surga. Lalu apa yang harus dilakukan orang tua untuk meraih harapannya, agar generasi setelahnya lebih baik bahkan dari orang tuanya sendiri? Inilah yang penting, bagaimana para orang tua mengoptimalkan amal shalihnya agar memiliki keturunan yang baik, hidup dengan rezki yang halal dan bersikap dermawan pada saudara muslim lainnya.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
إِنَّ اللهَ عَزَّ وَجَلَّ لَيَرْفَعُ ذُرِّيَّةَ الْمُؤْمِنِ إِلَيْهِ فِي دَرَجَتِهِ ، وَإِنْ كَانُوا دُونَهُ فِي الْعَمَلِ ، لِيَقَرَّ عَنْهُمْ عَيْنَهُ . قَالَ : ثُمَّ قَرَأَ : [ وَالَّذِينَ آمَنُوا وَاتَّبَعَتْهُمْ ذُرِّيَّتُهُمْ بِإِيمَانٍ أَلْحَقْنَا بِهِمْ ذُرِّيَّتَهُمْ وَمَا أَلَتْنَاهُمْ مِنْ عَمَلِهِمْ مِنْ شَيْءٍ كُلُّ امْرِئٍ بِمَا كَسَبَ رَهِينٌ (21) ] [الطور : 21] . مَا نَقَصْنَا الآبَاءَ مِمَّا أَعْطَيْنَا الْبَنِينَ .
“Sesungguhnya Allah mengangkat derajat anak-anak orang-orang mukmin ke derajat orang tuanya, walaupun amal shalih mereka tidak seperti amalan orang tuanya, agar orang tua senang dan gembira berkumpul dengan anak-anaknya.” Kemudian Rasulullah membacakan Al-Qur’an surat At-Thuur ayat 21:“Orang-orang mukmin berada di dalam surga disusul anak keturunan mereka yang beriman. Kami kumpulkan orang-orang mukmin bersama dengan anak keturunan mereka. Kami tidak mengurangi sedikitpun pahala atas amal mereka. Setiap orang mendapatkan pahala sesuai amal shalih yang ia lakukan di dunia.” (HR. Imam Al-Bazzaar)
Nampaknya anjuran Hadist Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan ayat Al-Qur’an di atas sederhana, tapi dalam praktik kehidupan beragam akab melahirkan dampak positif, sebagai pondasi membangun peradaban manusia yang diridhai Allah. Semoga kandungan khutbah ini dapat memotivasi keluarga Muslim bersungguh-sungguh mendidik generasi muslim yang cerdas otaknya, mulia akhlaknya, demi menyelamatkan negeri ini dari musibah dan kerusakan yang lebih parah.
Munajat
الله أكبر ، الله أكبر ، الله أكبر ، ولله الحمد …
Mengakhiri khutbah ini, marilah munajat pada Allah Rabbul Alamin, dengan meluruskan niat, membersihkan hati dan menjernihkan pikiran, Semoga Allah berkenan mengijabah do’a hamba-Nya yang ikhlas.
اَللَّهُمَّ اقْسِمْ لَنَا مِنْ خَشْيَتِكَ مَاتَحُوْلُ بِهِ بَيْنَتَا وَبَيْنَ مَعْصِيَتِكَ ، وَمِنْ طَاعَتِكَ مَاتُبَلِّغُنَا بِهِ جَنَّتَكَ ، وَمِنَ الْيَقِيْنِ مَا تُهَوِّنُ بِهِ عَلَيْنَا مَصَآئِبَ الدُّنْياَ .
اَللَّهُمَّ مَتِّعْنَا بِأَسْمَاعِنَا وَأَبْصَارِنَا وَقُوَّتِنَا مَاأَحْيَيْتَنَا ، وَاجْعَلْهُ الْوَارِثَ مِنَّا ، وَاجْعَلْ ثَأْرَنَا عَلَى مَنْ ظَلَمَنَا ، وَانْصُرْنَا عَلَى مَنْ عَادَانَا ، وَلاَتَجْعَلْ مُصِيْبَتَنَا فِى دِيْنِنَا ، وَلاَتَجْعَلِ الدُّنْياَ أَكْبَرَ هَمِّنَا ، وَمَبْلَغَ عِلْمِنَا ، وَلاَتُسَلِّطْ عَلَيْنَا مَنْ لاَ يَرْحَمُنَا .
اَللَّهُمَّ الْعَنِ الْكَفَرَةَ مِنْ أَهْلِ الْكِتَابِ وَالْمُشْرِكِيْنَ الَّذِيْنَ يَصُدُّوْنَ عَنْ سَبِيْلِكَ ، وَيُكَذِّبُوْنَ رُسُلَكَ ، وَيُقَاتِلُوْنَ اَوْلِيَآءَكَ .
اَللَّهُمَّ اَلِّفْ بَيْنَ قُلُوْبِنَا ، وَأَصْلِحْ ذَاتَ بَيْنِنَا ، وَاهْدِنَا سُبُلَ السَّلاَمِ ، وَنَجِّنَا مِنَ الظُّلُمَاتِ إِلَى النُّوْرِ ، وَبَارِكْ لَنَا فِى أَسْمَاعِنَا وَاَبْصَارِنَا وَقُلُوْبِنَا وَأَزْوَاجِنَا وَذُرِّيَّاتِنَا ، وَتُبْ عَلَيْنَا إِنَّكَ أَنْتَ التَّوَّبُ الرَّحِيْمِ . وَصَلَّى اللهُ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ اَجْمَعِيْنَ . وَالْحَمْدُ للهِ رَبِّ العَالَمِيْنَ .
Ya Allah, ya Tuhan kami, bagi-bagikanlah kepada kami demi takut kepada-Mu apa yangdapat kiranya menghalangi antara kami dan maksiat kepada-Mu; dan (bagi-bagikan juga kepada kami) demi taat kepada-Mu apa yang sekiranya dapat menyampaikan kami ke surga-Mu; dan (bagi-bagikan juga kepada kami) demi taat kepada-Mu dan demi suatu keyakinan yang kiranya meringankan beban musibah dunia kami.
Ya Allah, ya Tuhan kami senangkanlah pendengaran-pendengaran kami, penglihatan-penglihatan kami dan kekuatan kami pada apa yang Engkau telah menghidupkan kami, dan jadikanlah ia sebagai warisan dari kami, dan jadikanlah pembela kami terhadap orang-orang yang menzhalimi kami serta bantulah kami dari menghadapi orang-orang yang memusuhi kami; dan jangan kiranya Engkau jadikan musibah kami mengenai agama kami, jangan pula Engkau jadikan dunia ini sebagai cita-cita kami yang paling besar, juga sebagai tujuan akhir dari ilmu pengetahuan kami; dan janganlah Engkau kuasakan atas kami orang-orang yang tidak menaruh sayang kepada kami.
Ya Allah, laknatilah orang-orang kafir ahli kitab dan orang-orang musyrik yang menghalang-halangi jalan-Mu, mendustakan Rasul-rasulMu, dan membunuh kekasih-kekasih-Mu
Ya Allah, persatukanlah hati-hati kami dan perbaikilah keadaan kami dan tunjukilah kami jalan-jalan keselamatan dan entaskanlah kami dari kegelapan menuju cahaya yang terang. Jauhkanlah kami dari kejahatan yang tampak maupun tersembunyi dan berkatilah pendengaran-pendengaran kami, penglihatan-penglihatan kami, hati-hati kami dan isteri-isteri serta anak keturunan kami dan ampunilah kami. Sesungguhnya Engkaulah yang maha pengampun lagi Maha Penyayang. Shalawat atas Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam dan ahli keluarga serta sahabat-sahabat beliau semuanya. Segala puji bagi Allah Rabb semesta alam.
(Ukasyah/arrahmah.com)