DAMASKUS (Arrahmah.id) — Milisi Syiah Irak yang berafiliasi dengan Iran berubah pikiran. Sebelumnya mereka memutuskan membela Presiden Bashar al-Assad dari serangan kelompok perlawanan Suriah, namun kabar terbaru menurut pejabat dan komandan mereka, keberangkatan dibata.
Dilansir Middle East Eye (7/12/2024), para pemimpin milisi menyatakan takut akan pengulangan tragedi 2014, ketika kelompok militan Islamic State (ISIS) masuk ke wilayah utara dan barat Irak dari Suriah dimana saat itu puluhan ribu tentara dan milisi Syiah tewas dan terlantar.
Untuk antisipasinya, mereka mencegah infiltrasi dengan menyiapkan puluhan ribu penjaga perbatasan, tentara, dan anggota Hashd al-Shaabi di sepanjang perbatasan dengan Suriah. Selain itu, inspeksi ketat terhadap pendatang asing, terutama warga Suriah, dilakukan di berbagai provinsi Irak.
Permintaan Assad untuk pengiriman bantuan militer telah ditolak oleh para pemimpin milisi di Irak. Seorang komandan menjelaskan bahwa keputusan tersebut diambil karena kekhawatiran bahwa intervensi ke Suriah dapat menjadi perangkap yang memungkinkan Israel dan sekutunya menyerang mereka tanpa konsekuensi.
Sementara itu, pemerintahan Irak tetap memberikan dukungan politik, diplomatik, intelijen, dan bantuan kemanusiaan kepada Suriah. Namun, keputusan untuk tidak mengirim pasukan tempur dianggap final hingga pemberitahuan lebih lanjut.
Langkah ini juga bertujuan untuk menghindari tekanan internasional dan ancaman langsung dari Israel. Irak telah menerima surat resmi dari Israel yang berisi ancaman serangan terhadap sejumlah target militer dan sipil di Irak jika serangan terhadap Israel terus dilakukan.
Beberapa kelompok faksi Irak yang sudah berada di Suriah sebelum keputusan ini memilih memposisikan diri di wilayah timur sebagai garis pertahanan pertama sebelum perbatasan Irak. Meski demikian, bantuan logistik dan kemanusiaan tetap dikirim ke wilayah-wilayah yang terdampak konflik di Suriah.
Keputusan ini, menurut para pemimpin Irak, mencerminkan strategi untuk menjaga stabilitas nasional tanpa terjebak dalam konflik regional yang lebih luas. (hanoum/arrahmah.id)