KERALA (Arrahmah.id) — Organisasi-organisasi Muslim di negara bagian India, menentang rekomendasi Komite MA Khader untuk membuat waktu sekolah dari jam 8 pagi sampai jam 1 siang. Meskipun diakui ada dampak baik, tapi rencana ini disebut akan berdampak buruk untuk pendidikan agama, terutama bagi siswa Muslim.
Alasan utama dari organisasi Muslim yang menentang perubahan waktu sekolah adalah karena kekhawatiran akan mengganggu pendidikan agama yang diajarkan melalui madrasah di pagi hari. Hingga kini, ada ribuan madrasah yang memberikan pendidikan agama dan moral dari pukul 07.00 hingga 08.30 pagi.
Dilansir dari The Hindu (24/9/2022), meskipun organisasi-organisasi Muslim tidak mengeluarkan pernyataan eksplisit yang menentang rekomendasi tersebut, kekhawatiran mereka terlihat jelas. Mereka khawatir pendidikan agama akan semakin berkurang.
“Reformasi dipersilakan, tetapi mereka harus diimplementasikan sedemikian rupa untuk membantu semua orang mendapatkan manfaat darinya. Sisi praktis dari perubahan waktu sekolah harus dipelajari dengan mempertimbangkan tatanan sosial Kerala,” kata Jamal Karulai, mewakili umat Muslim.
Sementara itu, Sekretariat Jamaah Muslim meminta pemerintah menolak rekomendasi tersebut karena secara langsung akan merugikan pendidikan madrasah anak-anak Muslim di Negara tersebut. “Situasi di Kerala tidak menjamin perubahan waktu sekolah. Kami tidak harus meniru Barat dalam segala hal,” kata Sekretaris Jenderal Jamaah Muslim Syed Ibrahim Khaleel Bukhari.
Adapun Pemimpin Samastha Kerala Sunni Yuvaja Sangham Abdussamad Pookkottur melangkah lebih jauh dengan mengatakan bahwa perubahan waktu sekolah adalah bagian dari agenda untuk menghancurkan sistem pendidikan agama yang diberikan kepada anak-anak Muslim. Dia mengatakan, itu adalah agenda ateis untuk mengusir anak-anak dari pendidikan agama.
Meskipun perubahan waktu sekolah merupakan salah satu rekomendasi dari komite yang diketuai oleh MA Khader, mantan direktur Dewan Penelitian dan Pelatihan Pendidikan Negara, komite tersebut telah menawarkan prasyarat bahwa setiap rekomendasinya harus dilaksanakan hanya setelah mencapai konsensus atau melalui musyawarah. (hanoum/arrahmah.id)