KAIRO (Arrahmah.id) – Ketegangan berkobar di Kairo ketika otoritas Mesir memberlakukan larangan bagi aktivis dan anggota keluarga mengadakan pemakaman umum untuk Mohamed Salah, seorang wajib militer yang diduga terlibat dalam pembunuhan tiga tentara “Israel” yang telah membuat tegang hubungan Mesir-“Israel”.
Pihak berwenang Mesir pada Selasa malam (6/6/2023) melarang aktivis dan anggota keluarga wajib militer Mesir Mohamed Salah melakukan pemakaman umum di luar rumah almarhum di ibukota Kairo, karena khawatir dia dapat diperlakukan sebagai ‘syuhada’.
Salah, seorang anggota pasukan keamanan yang bertugas di sepanjang perbatasan Mesir dengan “Israel”, diyakini terlibat dalam pembunuhan tiga tentara “Israel” setelah ia memasuki wilayah “Israel” dan tewas dalam baku tembak pada Sabtu (3/6).
Pada Selasa (6/6), pasukan keamanan menutup jalan menuju rumah almarhum di lingkungan kelas menengah Ain Shams, timur laut Kairo, dan polisi dikerahkan di sekitar rumah.
Saksi mengatakan kepada The New Arab bahwa “aktivis pro-Palestina dan anggota kelompok oposisi yang berusaha mencapai lokasi melalui stasiun metro bawah tanah terdekat diburu oleh pasukan keamanan dan dipaksa untuk mundur.”
Beberapa koresponden yang bekerja untuk kantor berita Eropa di Kairo berhasil mencapai rumah tersebut dan berbicara dengan anggota keluarga.
“Tapi tak lama kemudian, para wartawan ditahan sebentar dan diinterogasi oleh petugas keamanan negara di kantor polisi setempat sebelum mereka diperingatkan dan diizinkan pergi dengan tangan kosong,” kata seorang sumber keamanan kepada TNA tanpa menyebut nama.
Kehadiran keamanan intensif di daerah itu tetap ada, dengan maksud untuk membatasi kemungkinan pertemuan publik untuk berkabung, menurut saksi.
Sebelumnya pada Senin (5/6), Salah dimakamkan di desa asalnya Al-Amar Al-Kubra di provinsi Al-Qalyubia Mesir di utara Kairo. Pemakaman hanya dihadiri oleh saudara laki-laki dan paman Salah, yang sebelumnya diinterogasi oleh otoritas Mesir.
Laporan awal penyelidikan yang sedang berlangsung menunjukkan bahwa Salah memotong pagar perbatasan dan menembus 1 km di dalam wilayah “Israel”, membawa amunisi dan pisau untuk “serangan terencana”, menurut klaim “Israel”.
Sementara Salah telah disebut oleh media dan pemerintah “Israel” sebagai “penyerang,” “teroris” atau “penembak”, aktivis media sosial Mesir dan Arab dan beberapa jurnalis, bahkan mereka yang setia kepada rezim, menggambarkannya sebagai “pahlawan” dan “syuhada”.
Mendiang presiden Mesir Anwar Sadat menormalisasi hubungan dengan “Israel” pada 1970-an. Pada tingkat diplomasi, Mesir memperlakukan “Israel” sebagai negara sahabat yang memiliki ikatan kuat di berbagai bidang, terutama keamanan dan ekonomi.
Namun demikian, rakyat Mesir telah berselisih dengan rezim berturut-turut Mesir atas normalisasi, karena banyak yang menganggap “Israel” sebagai penjajah Palestina sejak 1948, penindas rakyat Palestina dan bekas penjajah Semenanjung Sinai Mesir. (zarahamala/arrahmah.id)