(Arrahmah.com) – Ternyata bukan hanya Imam Samudera Cs yang produktif membuat buku di balik jeruji besi tahanan. Khairul Ghazali pun, yang sama-sama ustadz dan sama-sama terjerat undang-undang anti terorisme seperti Imam Samudera Cs membuat buku untuk kali keduanya. Tapi kalau yang ini berbeda, antara Khoirul Ghazali dengan Imam boleh sama-sama ustadz, dan juga boleh sama-sama berjenggot, tapi dengan bukunya jelas sekali berbeda bahkan bertolak belakang,.
Jika Imam membuat buku untuk menjelaskan betapa jihad yang dilakukan adalah Ibadah syar’i dan harus dihidupkan, tapi Ghazali justru memoderasi sebagai kegiatan yang salah dan berasal dari kesalahan memaknai jihad dan Islam.
Sebelumnya Ghazali pernah membuat sebuah buku pada Juli 2011 yang menohok kegiatan ia dan teman-temannya, yaitu Fa’i. Ia membuat sebuah buku yang berjudul “Aksi Perampokan Bukan Fai” di dalam buku itu Ia menjelaskan bahwa terjadi kesalahan dalam menafsirkan makna fa’i , yang kemudian dijadikan dalil untuk membenarkan tindakan melakukan perampokan, yang dibarengi tindakan kekerasan dan bahkan pembunuhan.
Padahal seharusnya tidak bisa begitu. Fa’i merupakan harta yang ditinggalkan pergi musuh sebagai dampak perang.
“Perampokan, penjarahan, pencurian bahkan pembunuhan, itu bukanlah fa’i, melainkan perbuatan fahsya atau keji dan mungkar,” kata Khairul.
Lima bulan kemudian, tepatnya 17 desember 2011 Ghazali meluncurkan kembali sekuel keduanya yaitu buku yang berjudul “Mereka Bukan thogut” sebuah judul yang bombastis dan lebih menohok secara ideologis.
Mengapa lebih menohok, karena entitas thogut merupakan sebuah musuh utama bagi kaum Muslimin, baik radikal ataupun moderat, baik ulama Mujahid maupun ulama penguasa., entitas thogut tetap akan dibenci mereka hingga kiamat tiba. Nah, persoalannya yang menjadi berbeda adalah ketika dua kelompok yang berseberangan ini membuat kategori siapa itu thogut.
Khoirul Ghazali menyadari, betapa pentingnya ia membuat penafsiran juga tentang apa dan siapa itu thogut, karena entitas thogut begitu berbahaya jika salah dialamatkan kepada pihak-pihak tertentu, apalagi kepada kekuasaan yang sedang estabhlished atau mapan yang kini membantunya membuat, menerbitkan, membiayai, dan memasarkan, sehingga mungkin nanti akan di filmkan juga seperti “Ayat-Ayat Cinta“.
Siapapun boleh membuat buku dengan judul dan ideologi apapun, serta menyerang lawan-lawan kepentingannya. Tetapi menjadi persoalan berbeda, ketika buku itu dibuat untuk menyerang teman-temannya sendiri setelah Ia menyatakan serangan kali pertama adalah paksaan pihak penguasa dan ia berlepas diri dari sikapnya menyerang teman-temannya tersebut.
Sekitar awal Maret 2011, jauh sebelum kedua bukunya diluncurkan Khoirul Ghazali membuat sebuah pernyataan tobat atas sikapnya yang menyerang teman-teman seperjuangannya yang kini mendekam ditahanan sel-sel Lembaga Pemasyarakatan di Medan.
“Saya mohon maaf dan bertaubat atas kesalahan menyatakan kepada penyidik bahwa Ustadz Abu mendapat 20 persen dari hasil CIMB. Itu tidak benar dan merupakan hasil tekanan, rekayasa dari pihak thoghut,” kata ustadz Ghazali dalam pengakuan tertulisnya yang dilansir oleh arrahmah.com.
“Pernyataan tersebut akibat teror, intimidasi, ancaman, dan janji-janji Densus 88,” tegas ustadz Ghozali.
Melihat hal ini, semua manusia bertanya mengapa Ghazali menjilat ludahnya sendiri?, bukannya mendekam di dalam tahanan Ia malah dibawa-bawa—-walaupun masih berstatus tahanan— untuk mengisi acara bedah bukunya di hotel-hotel dengan pengawal bersenjata dan disambut baik oleh mereka yang awalnya menyebut dirinya ‘teroris’.
Sikap Ghazali ini, menuai kecaman dari mantan teman-teman seperjuangan, adalah Marwan alias wak geng yang menyesalkan sikap Ghazali dan akan membuat buku tandingan membantah buku pertamanya.
Kekesalan terhadap Khairul Ghazali ditunjukkan marwan alias wak geng yang divonis 12 tahun penjara. Ghazali disebut Marwan menyakiti hati teman-temannya di penjara karena mendapat fasilitas laptop dan telepon genggam usai mengaku disiksa densus 88 lewat televise. (http://berita.liputan6.com/read/347056/tiga-terdakwa-divonis.)
“teman-temannya mendekam di penjara, Ia enak-enakan bersama thogut, kita akan bantah bukunya” lontar Marwan setelah divonis 12 tahu penjara (liputan 6 petang/ 2/8/2011)
Kita tidak bisa mengintervensi suratan takdir yang sudah terjadi, Inilah perjalanan kisah anak manusia, ada yang menonton, menjadi pemain, menjadi pengkhianat, dan menjadi komentator. Semua sudah tergaris dalam takdir, kita hanya bisa berharap, bahwa apa yang dikatakannya di dalam surat penyesalannya benar-benar direalisasikan, sebelum semua pertanggung jawaban berakhir di hadapan Allah Azza wa Jalla.
“Semoga permohonan maaf, ishlah, dan taubat ana ini diterima oleh ALLAH SWT. walaupun tidak disukai oleh orang-orang musyrik, dan semoga langkah yang sama hendaknya diikuti oleh orang-orang yang telah tergelincir dari dien ini,karena sesungguhnya ALLAH MAHA PENERIMA TAUBAT lagi MAHA PENYAYANG” Pungkas Ghazali. (baca lengkap berita pertaubatan Khairul Ghazali)
Tetapi, kita dapat mengkritisinya dengan tegas dan lugas, mau kemana Khoirul ghazali? Apakah dunia telah membuatmu ikut dalam barisan thogut? Apakah kamu melupakan teman-temanmu? Bukankah engkau sama dengan teman-temanmu, mereka disiksa engkaupun disiksa.
Sesungguhnya kekuasan itu Allah pergilirkan kepada manusia, sudah seharusnya kita tidak mengkhianati Allah dan para wali-Nya. InsyaAllah Islam sedikit lagi akan mendominasi dunia dengan keadilannya, Allah dan rasul-Nya telah menjanjikan bagi orang-orang yang beriman akan diwariskan bumi dan seisinya.
Sehingga tidak perlu kaum muslimin mengikuti jejak Khairul ghazali yang tak tentu arah ini. Apakah fisabilillah atau fi sabiliththoghut.
Wallahu ‘alam bisshowab.
(bilal/arrahmah.com)