(Arrahmah.com) – Di Eropa, namanya tercatat sebagai bajak laut kejam berjenggot merah penguasa samudera. Tapi dalam sejarah Islam, namanya harum mewangi sebagai laksamana penjaga wilayah Khilafah Utsmani yang perkasa.
Saat-saat itu kaum muslimin Andalusia memang sedang mengalami keruntuhan setelah pemerintahan Islam berhasil tegak megah selama tujuh abad di Eropa. Sedang kaum muslimin kala itu tinggal sedikit di bawah penguasa Bani Ahmar di Kota Granada. Dalam kondisi seperti ini, seluruh kerajaan Kristen bersatu menggalang kekuatan untuk mengusir kaum muslimin dari Spanyol selama-lamanya.
Pada akhirnya, Granada benar-benar runtuh, jatuh ke tangan kaum Salibis. Raja kecil Abu Abdullah menyerah kepada Raja Kristen Ferdinand dan Ratu Isabella. Kunci istana al Hambra dan Granada diserahkannya kepada pasukan Kristen pada bulan Rabiul Awwal, tahun 897H (1492M). Kaum muslimin yang tersisa di Spanyol mendapat perlakuan amat keji dari orang-orang Nashara.
Tak lama setelah berhasil mengusir kaum muslimin dari pijakan terakhimya di Granada, Spanyol, pada tahun 1492, orang-orang Portugis dan Spanyol, para conquistador1 yang haus kekuasaan ini, segera menyerbu pantai-pantai Afrika Utara. Raja-Raja Maghrib, Tunisia, dan sekitarnya yang lemah, tak punya cukup kemampuan dan kemauan untuk mengusir orang-orang Kristen yang penuh semangat dari tanah-tanah mereka. Orang-orang Spanyol merebut tempat-tempat strategis, seperti Ceuta di Maroko dan Aljir di Aljazair. Mereka membangun benteng yang menyulitkan penguasa Muslim setempat merebut kembali wilayah-wilayahnya.
***
Khairuddin atau Khizr, demikian orang Barat menyebutnya, saat itu masih menginjak 14 tahun usia. Tiba-tiba saja ia disergap perasaan dendam membara. Ia terkesima dengan situasi jiwanya. Selama ini dia adalah orang yang tak peduli dengan pertikaian antara kaum muslimin dengan Salibis di Andalusia. Barangkali berita-berita besar yang dibawa oleh para pelaut yang baru datang dari pesisir Afrika Utara itulah penyebabnya. Ia dengan seksama terus mengikuti berita-berita itu dari para pelaut yang mampir di kedai ayahnya di tepi pantai Lesbos, sebelah barat Asia kecil. Sungguh, berita itu langsung menggugah kepahlawanan Khairuddin remaja. Matanya bagai terbuka lebar-lebar dan telinganya menjadi peka atas berita pembantaian kaum muslimin secara kejam-keji-biadab di Andalusia. Di usia 14 tahun, ia dimatangkan oleh berita-berita tragis kaumnya. Berita runtuhnya kekuasaan Islam di Andalusia.
***
Khairuddin lahir pada tahun 1478 di pulau Lesbos2 di desa Palaiokipos. Ia memiliki dua orang saudara perempuan dan tiga saudara laki-laki. Ketiga saudara laki-lakinya bernama Ishak, Aruj, dan Ilyas. Mereka dilahirkan di Pulau Lesbos (Mytilene/Madlali) yang saat itu menjadi wilayah Turki Utsmani. Ayah mereka, Ya’kub bin Yusuf merupakan veteran perang pada masa kekuasaan Sultan Muhammad al-Fatih sedangkan ibu3 mereka merupakan penduduk asli pulau itu. Keluarga itu menetap di Lesbos tak lama setelah penaklukkan pulau itu oleh pasukan al-Fatih di tahun 1462. Ayah Khairuddin mengisi masa pensiunnya dengan membuka sebuah kedai dan membina keluarga. Keluarga itu tumbuh dalam budaya pesisir dan kelak muncul sebagai pelaut-pelaut yang tangguh, khususnya Aruj dan Khizr.
Khairuddin dan saudara-saudaranya tumbuh pada salah satu era paling menentukan dalam sejarah umat manusia. Mereka hidup di tengah benturan peradaban yang keras di wilayah Mediterania. Benturan peradaban antara Timur dan Barat, antara Islam dan Kristen. Hanya sekitar satu atau dua dekade sebelum kelahiran anak-anak ini, peradaban Islam terpenting saat itu, Turki Utsmani, di bawah pimpinan Muhammad al-Fatih pada tahun 1453, telah berhasil menaklukkan kota Konstantinopel. Kejatuhan kota yang merupakan ibukota Romawi Timur, Byzantium, sekaligus pusat Kristen Ortodoks itu menimbulkan jeritan putus asa dan kemarahan di belahan Eropa lainnya. Sebaliknya, hal itu meningkatkan semangat jihad dan kebanggaan di belahan dunia Islam mengingat Nabi Muhammad SAW sendiri telah meramalkan kejatuhan kota itu dalam haditsnya.
Keempat bersaudara itu menjadi pelaut, terlibat dalam urusan kelautan dan perdagangan laut internasional. Saudara laki-laki pertama yang terlibat dalam ilmu pelayaran adalah Aruj, yang bergabung dengan saudaranya Ilyas. Kemudian, setelah mendapatkan kapal sendiri, Khizr juga memulai karirnya di laut. Mereka pada awalnya bekerja sebagai pelaut, tapi di kemudian hari mereka menjadi ‘privateers‘ karena alasan tertentu. Kelompok ‘pejuang swasta’ penyerang kapal-kapal musuh. Orang Eropa kemudian menyebut mereka sebagai ‘Bajak Laut’.
Pada masa runtuhnya kekuasaan Islam di Granada (Andalusia) tahun 1492, tak ada penguasa Muslim yang berani melawan penguasa Kristen Spanyol Raja Ferdinand dan Ratu Isabella secara terbuka. Raja Kristen Eropa semakin percaya diri meluaskan invasi di kawasan Mediterania. Pasukan-pasukan Kristen kerap menganggu kapal para pedagang-pedagang muslim. Kenyataan getir itu tak mampu dihadapi oleh penguasa-penguasa Muslim, bahkan Turki Utsmani yang besar kekuasaannya saat itu setelah menguasai Konstantinopel pun tak berdaya. Di tengah ketidakberdayaan itu muncullah Aruj dan Khairuddin yang membentuk kelompok ‘pejuang swasta’ untuk tampil menghadapi ancaman penjajah Kristen Eropa.
Keputusan Aruj (kakak Khairuddin) menjadi privateer, bermula saat ia merasakan pengalaman buruk dengan pelaut-pelaut Kristen Eropa. Kapal dagang Aruj pernah dibajak oleh ordo militer Saint John dan ia sendiri tertawan oleh mereka. Namun, ia berhasil meloloskan diri setelah dibantu adiknya, Khairudin. Peristiwa itu menguatkan tekadnya untuk bangkit melawan orang-orang Eropa itu. Ia mengajak adiknya, Khizr (nama asli Khairuddin), untuk ikut serta dalam perjuangan itu. Aruj dan Khizr (Khairuddin) memulai ‘karir’ jihad mereka dengan sebuah kapal dan persenjataan terbatas. Namun, keterampilan keduanya menjadikan kekuatan mereka tumbuh semakin kuat dan muncul sebagai armada yang ditakuti di perairan Mediterania. Jenggot mereka yang berwarna merah kemudian membuat mereka lebih dikenal dengan nama yang menggetarkan: Barbarossa, Si Janggut Merah.4
Barbarossa Bersaudara perlahan tapi pasti, lama-kelamaan berkembang menjadi sosok yang menakutkan orang-orang Eropa. Kendati pada awalnya hanya berjuang dengan satu kapal dan tak mendapat dukungan dari pemerintahan Muslim mana pun, mereka mampu mengembangkan armada mereka menjadi sebuah kekuatan yang harus diperhitungkan di Mediterania, Laut Tengah.
Negeri-negeri di Selatan Eropa, seperti Spanyol, Italia dan Yunani, membangun benteng-benteng pertahanan di wilayah pesisir mereka untuk mengantisipasi serangan Barbarossa. Orang-orang Italia menamai Barbarossa dengan sebutan Il Diavolo atau si Setan. Para ibu di Eropa menakut-nakuti anak mereka yang nakal dan sulit diatur dengan menyebut nama Barbarossa. Dan seorang penyair menggelarinya sebagai ‘pemilik segala kejahatan’ dan ‘perompak yang tak ada bandingannya di dunia’. Kenyataannya, Barbarossa bersaudara adalah pejuang-pejuang Muslim yang tidak menyerang kecuali kapal-kapal Eropa yang memerangi negeri-negeri Islam.
Kedua pejuang ini terus mengkonsolidasikan kekuatan mereka dan mulai menjalin hubungan dengan beberapa penguasa setempat. Mereka menjadikan beberapa pulau yang strategis di perairan Mediterania sebagai pangkalan rahasia mereka, di antaranya Pulau Jarbah di Teluk Gabes yang diberikan oleh Sultan Tunis dengan imbalan Kerajaan Tunis akan menerima seperlima dari rampasan perang Barbarossa bersaudara. Pulau Giglio di Barat Laut kota Roma juga disebut-sebut sebagai salah satu markas angkatan laut Barbarossa. Dari basis-basis pertahanan rahasia tersebut kedua bersaudara dan para anak buahnya berhasil mengacaukan pelayaran kapal-kapal Kristen di Mediterania serta menyerang wilayah-wilayah Afrika Utara yang mereka duduki. Sepanjang tahun 1510-an, armada di Janggut Merah berhasil membebaskan beberapa kota penting di pesisir Aljazair, seperti Aljir, Bajayah, dan Jaijil. Pada masa-masa ini mereka juga berhasil membantu orang-orang Andalus yang melarikan diri dari kekejaman orang- orang Spanyol. Tidak sedikit dari kaum pelarian ini yang kemudian bergabung dengan armada Barbarossa bersaudara.
Hubungan kedua bersaudara ini dengan para sultan Afrika Utara yang wilayahnya mereka bantu bebaskan tidak sepenuhnya mulus. Sebagian dari para sultan ini rupanya merasa terancam dengan kekuatan Barbarossa yang semakin lama semakin besar. Sultan Salim al-Toumy, penguasa Aljazair, mulai merasa terganggu dengan aktivitas Aruj dan Khairuddin dalam membebaskan Aljir dan beberapa kota pantai Aljazair lainnya. Sang Sultan kemudian mengusir Aruj dan anak buahnya dari Aljazair pada tahun 1516. Pengusiran tersebut menyebabkan Aruj mengambil sebuah keputusan penting. Ia menganggap Aljazair terlalu penting sebagai basis perjuangan melawan Spanyol dan para sekutunya, sementara sultan negeri itu tidak memiliki komitmen yang jelas terhadap kaum Muslimin. Maka ia pun menggulingkan Sultan al-Toumy dan bertindak sebagai penguasa Aljazair. Tahun ini menandai era baru perjuangan Barbarossa bersaudara, dari perjuangan yang sepenuhnya bersifat militer, kini mulai merambah wilayah politik dan kenegaraan.
Pada tahun yang sama di Eropa, cucu Ferdinand yang bernama Charles, diangkat menjadi Raja Spanyol. Walaupun pada saat itu usianya baru 16 tahun, ia segera akan menjadi penguasa terpenting di Eropa, sekaligus menjadi musuh utama Turki Utsmani dan Barbarossa bersaudara. Keadaan di Mediterania semakin memanas pada tahun-tahun berikutnya. Pada 1517, Sultan Salim mengirim pasukan Turki Utsmani memasuki Mesir dan merebut wilayah itu dari kekuasaan Dinasti Mamluk. Sementara itu, Barbarossa bersaudara mulai menjalin hubungan dengan pihak Turki dalam jihad mereka menghadapi orang-orang Eropa Barat.
Pada tahun 1518, Aruj dan pasukannya bergerak ke Tlemcen (Tilmisan) untuk menghadapi penguasa setempat yang berhasil dihasut oleh pihak Spanyol. Khairuddin, sang adik, diperintahkan oleh kakaknya untuk memimpin Aljir selama kepergiannya. Aruj dan anak buahnya berhasil merebut Tlemcen selama beberapa waktu, tapi mereka segera dikepung oleh tentara Spanyol dan penduduk wilayah itu. Aruj dan pasukannya berhasil meloloskan diri. Namun, pejuang yang biasa dipanggil Baba Aruj oleh anak buahnya ini akhirnya gugur sebagai syuhada dalam pertempuran menghadapi musuh di tempat yang tak terlalu jauh dari kota itu. Kini Khairuddin Barbarossa, sang adik, terpaksa memimpin armada dan pasukan yang telah mereka bangun selarna beberapa tahun tanpa sang kakak.
Ketiadaan Aruj ternyata tidak melemahkan Khairuddin. Ia segera memperlihatkan kepiawaiannya dalam memimpin. Sejak masa mudanya ia telah memperlihatkan kepribadian yang menonjol. Sebagaimana kakaknya, fisik Khairuddin sangat kuat. Ia berani sekaligus penuh perhitungan. Selain itu, ia juga cerdas dan mampu berbicara dalam berbagai bahasa yang biasa digunakan di Mediterania, seperti bahasa Turki, Arab, Yunani, Spanyol, Italia, dan Perancis. Setelah Aruj gugur di medan pertempuran, Khairuddin mempertimbangkan lebih serius hubungan dengan kesultanan Turki. Masyarakat Aljazair dan sekitarnya memang mengharapkan kehadiran Khairuddin dan pasukannya, tapi beberapa penguasa setempat cenderung memusuhinya. Maka ia meminta penduduk Aljazair untuk mengalihkan loyalitas mereka pada Sultan Turki. Masyarakat Aljazair setuju, dan suatu misi diplomatik pun diutus ke Istanbul. Misi tu berjalan dengan baik. Pada tahun 1519, Khairuddin Barbarossa secara resmi ditetapkan menjadi semacam gubernur Turki di Aljazair. Pada tahun berikutnya, Sultan Salim meninggal dan digantikan oleh Sulaiman The Magnificent yang kemudian dikenal sebagai salah satu sultan terbesar Turki Utsmani. Hubungan Barbarossa dengan Turki menjadi semakin erat pada masa Sulaiman yang memerintah selama empat puluh enam tahun.
Kendati telah ditetapkan sebagai penguasa Aljazair, Khairuddin Barbarossa lebih sering berjuang di lautan sebagaimana masa-masa sebelumnya. Ia dan armadanya sempat menyelamatkan tujuh puluh ribu Muslim Andalusia yang tertindas di bawah pemerintahan Charles V. Orang-orang Islam ini dipaksa masuk Kristen dan diancam dengan penyiksaan inkuisisi yang sangat kejam sehingga terpaksa melarikan diri ke gunung dan melakukan perlawanan. Kekuatan mereka jelas sangat tidak seimbang dibandingkan kekuatan pasukan Charles. Maka mereka pun meminta bantuan Barbarossa yang segera menolong dan memindahkan mereka secara bertahap ke Aljazair.
Pada tahun 1529, Khairuddin Barbarossa berhasil merebut kembali Pulau Penon yang terletak di seberang Aljir dan selama bertahun-tahun dikuasai oleh tentara Spanyol. Ia dan pasukannya membombardir benteng pulau itu selama dua puluh hari. Dua puluh ribu tentara Spanyol yang berlindung di balik benteng itu berhasil ditawan dan dipekerjakan untuk membangun benteng di pesisir Aljir. Tujuh kapal Spanyol yang kemudian datang untuk memberikan bantuan akhirnya juga jatuh ke tangan Barbarossa. Pada tahun yang sama, Sultan Sulaiman menyerang dan mengepung kota Wina, Austria, untuk yang kedua kalinya. Walaupun serangannya yang kedua ini juga gagal sebagaimana sebelumnya, hegemoni tentaranya di darat, bersama dengan kekuatan armada Barbarossa di Laut Tengah, telah menimbulkan tekanan dan kekhawatiran yang besar di Eropa Barat.
Pada tahun 1533, Khairuddin diundang ke Istanbul oleh Sultan Turki. Ia pun berangkat dengan 40 kapal, dan sempat berpapasan dan memenangkan pertempuran melawan armada Habsburg di perjalanan ke Istanbul. Setibanya di ibu kota Turki Utsmani itu ia disambut dengan meriah dan diangkat sebagai Kapudan Pasha (Grand Admiral), posisi tertinggi di angkatan laut Turki. Ia menyandang gelar itu hingga tahun kematiannya, 1546. Tentu saja ini merupakan sebuah puncak karir yang luar biasa untuk seorang ‘bajak laut’. Tapi Barbarossa memang dianggap sangat layak untuk posisi itu oleh para petinggi Turki Utsmani. Kemampuannya di bidang angkatan laut sangat diperlukan untuk membangun armada Turki yang tangguh. Bahkan seorang konsul Prancis menyatakan bahwa puncak kesuksesan Dinasti Umayah di lautan telah dimulai ketika Khairuddin menghentakkan kakinya di pelabuhan Istanbul.
Ketegangan dengan pihak Spanyol semakin serius setelah itu. Pasukan gabungan Spanyol yang sangat besar jumlahnya berhasil merebut Tunisia dari tangan Barbarossa pada tahun 1535. Barbarossa kemudian membalasnya dengan menyerang Puerto de Mahon di Kepulauan Baleares, Spanyol, dan merebut beberapa kapal Spanyol dan Portugis yang baru saja kembali dari benua baru Amerika dengan membawa emas dan perak yang telah mereka rampas dari penduduk setempat.
Tiga tahun setelah itu, terjadi sebuah pertempuran besar antara armada Kristen dan Muslim di Preveza, Yunani. Armada Kristen yang terdiri dari 600 kapal Spanyol, Holy Roman Empire, Venesia, Portugis, Genoa, Vatikan, Florence, Malta, dan negara-negara Eropa lainnya yang dipimpin oleh Andre Doria berusaha melumatkan armada Barbarossa yang jumlahnya hanya sepertiga dari kekuatan musuh. Setelah saling mengintai di perairan Ionian, Yunani, armada Barbarossa memasuki Selat Preveza yang sempit dan menunggu di teluk besar yang terdapat di bagian dalamnya, sementara musuh menunggu mereka di luar. Ini terjadi pada hari Jum’at, 27 September 1538. Barbarossa mengumpulkan pasukannya untuk mengatur strategi dan memutuskan untuk bergerak keluar dan menghadapi musuh secara langsung. Armadanya melintas keluar Selat Preveza pada hari Sabtu sebelum fajar. Kedua armada besar itu saling berhadap-hadapan pada saat matahari baru saja naik. Barbarossa dan armadanya berhasil menerapkan strategi perang secara jitu. Kendati jumlah kapal mereka lebih sedikit, tapi kapal-kapal mereka lebih lincah dan meriam-meriam mereka mampu menjangkau jarak yang lebih jauh. Setelah bertempur selama beberapa jam, armada Barbarossa mampu melumpuhkan separuh armada Kristen. Kekalahan telak yang tak disangka-sangka ini membuat armada pimpinan Andrea Doria itu terpaksa mengundurkan diri. Kaum Muslimin berhasil memenangkan pertempuran besar itu.
Setelah 1538, beberapa pertempuran masih terjadi antara pihak Kristen dan Muslim, dan lebih sering dimenangkan oleh pasukan Muslim. Ketika Charles V berusaha menguasai Aljazair dengan 200 kapal perangnya pada tahun 1541, mereka malah disergap badai di perairan Aljir, dan terpaksa kembali pulang dengan kerugian besar. Di tahun-tahun terakhir hidupnya, Barbarossa sempat ditugasi membantu pasukan Prancis yang pada masa itu bermusuhan dengan Spanyol di bawah kepemimpinan Charles dan memilih untuk bersekutu dengan Turki. Ia membantu Prancis merebut kota Nis pada tahun 1543, kemudian menetap di kota Toulon selama musim dingin, sebelum pergi ke Genoa untuk menegosiasikan pembebasan salah satu anak buah terbaiknya, Turgut Reis.
Khairuddin Barbarossa meninggal dunia di Istanbul pada Juli tahun 1546. Ia tetap dikenang sebagai seorang pejuang lautan yang tangguh dan seorang mujahid kendati orang Eropa menyebutnya sebagai ‘Bajak Laut’. Selama masa hidupnya, sebagian besar wilayah Afrika Utara berhasil dibebaskan dari penjajahan Eropa dan perairan Mediterania berhasil diamankan. Setelah wafatnya, kedudukan Khairuddin Barbarossa sebagai Kapudan Pasha dipegang oleh Turgut Reis hingga yang terakhir ini syahid pada tahun 1565 dalam pertempuran menghadapi ordo Saint John di Pulau Malta.
Footnote:
1. Kelompok tentara, penjelajah, dan petualang yang melayani Kerajaan Spanyol dan Kerajaan Portugis dalam usaha penaklukan wilayah Semenanjung Iberia yang telah dikendalikan oleh berbagai negara Muslim Mereka berlayar di luar Eropa, untuk menaklukkan wilayah dan membuka rute perdagangan, dan membuka wilayah penjajahan untuk Spanyol dan Portugal.
2. Pulau Lesbos saat ini merupakan sebuah pulau di Yunani yang terletak di Laut Aegea. Pulau ini terletak 320 km dari pantai barat Yunani. Pada tahun 2001, pulau ini memiliki jumlah penduduk 90.643 jiwa dan memiliki luas wilayah 1.632 km².
Istilah “lesbian” yang mendunia berasal dari pulau Lesbos ini. Itu bermula dari kisah dewi dan penyair dari mitologi Yunani, Sappho. Kata “lesbian” diambil dari kata Lesbos, tempat kelahiran penyair Sappho. Ia banyak menulis syair-syair cinta terhadap sesama perempuan pada abad ketujuh sebelum Masehi. Kata-katanya yang penuh luapan emosi dinyanyikan, dengan iringan kecapi. Di zaman Yunani purba sangatlah jarang seorang perempuan menulis puisi. Lebih jarang lagi seorang perempuan menulis puisi, apalagi mengungkapkan perasaan terhadap sesama perempuan. Konon, Shappo, kala itu, dipuji-puji oleh pemikir Yunani seperti Plato yang menyebutnya ‘dewi kesenian kesepuluh’. Dari cerita ini, tiba-tiba Shappo diyakini sebagai cikal-bakal lahirnya kelainan seksual dan penyuka sesama jenis. Munculnya istilah “lesbian” tak lain mengambil nama tempat di mana Shappo lahir dan tinggal, yakni Pulau Lesbos. Sejak itu hingga kini, Pulau Lesbos menjadi semacam menjadi tempat ziarah bagi kaum perempuan menyimpang penganut sesama jenis, lesbian.
3. Menurut sebuah sumber, ibu Khairuddin merupakan wanita muallaf Yunani lokal dari Mytilene, yang sebelumnya memeluk Kristen. Ia janda seorang pendeta Kristen Ortodoks. Kakek Khairuddin dari jalur ibunya bernama Vardari Yakup Aga yang disebut sebagai pemberontak Yunani dari Mytilene.
4. Nama Barbarossa sering diidentikkan dalam stigma negatif oleh Barat dalam cerita-cerita modern. Dalam film Pirates of Caribean, ada sosok fiktif Barbarossa yang menjadi tokoh antagonis. Ia diperlihatkan sebagai bajak laut yang ganas dan kejam. Di Komik Asterix dan Obelix, Barbarossa juga digambarkan sebagai bajak laut perampok. Nama “Barbarossa” lain juga biasa digunakan untuk menyebut julukan bagi kaisar Jerman Friedrich I yang tewas dalam Perang Salib abad ke-12. Nama Barbarossa terakhir kemudian dijadikan sebagai nama operasi militer Hitler dalam salah satu operasi militernya.
(fath/muslimdaily/arrahmah.com)