JAKARTA (Arrahmah.com) – KH. Dr. Ali Musthofa Ya’qub M.A.,saat menjadi Imam Besar Masjid Istiqlal Jakarta, sangat tegas berbicara tentang kesesatan dan bahaya Syiah. Dia dikenal sebagai tokoh Umat yang sangat lugas dan tegas dalam membela Islam dan Umat Islam. Kiai juga tak segan mengingatkan bahaya Syiah bagi Umat dan NKRI. Dirinya mengaku kecolongan saat ada pendeta Syiah berbicara di Masjid Istiqlal.
Kiai Ali Musthofa pernah mengatakan ceramah pendeta Syiah di Masjid Istiqlal yang meresahan kaum Muslimin Ahlus Sunnah sudah masuk dalam kategori membahayakan NKRI.
“Memang benar, ada ulama Syi’ah dari Iran yang memberikan ceramah di masjid Istiqlal hari Jum’at Kemarin. Cuma yang mempunyai wewenang untuk memberikan izin itu bukan saya tetapi Badan Pelaksana Pengelola Masjid Istiqlal di bawah pengawasan Kementerian Agama,” kata Kiai Musthofa lansir hidayatullah.com, Sabtu (22/11/2014).
Menurutnya, ceramah salah satu pendeta Syi’ah asal Iran di Masjid Istiqlal hari Jum’at (21/11/2014) lalu telah membuat keresahan kalangan umat Islam, khususnya Ahlus Sunnah Wal Jama’ah.
Dia membenarkan bila acara itu diadakan di Masjid Istiqlal pada hari Jumat kemarin, di mana ketika itu dirinya sedang ada urusan ke Pontianak. Awalnya informasi yang dia terima ada dua tamu, satu imam Masjid Kubah (Madinah), satunya lagi dari Iraq. Rupanya setelah datang dari Pontianak dia baru faham jika yang ceramah itu justru dari Iran, bukan dari Iraq.
Kiai Ali Musthofa mengatakan dirinya sudah berulangkali memberikan masukan kepada Badan Pengelola Pelaksana Masjid Istiqlal untuk tidak memberikan kesempatan kepada ulama Syi’ah untuk berceramah di Masjid Istiqlal karena hal itu hanya akan menimbulkan kontroversi, kecuali hanya untuk melaksanakan shalat saja.
“Silahkan memberikan izin kepada tamu dari Iran (orang-orang Syi’ah,red) untuk melaksanakan shalat di masjid Istiqlal tapi jangan sampai memberikan kesempatan berceramah karena akan membahayakan umat Islam,” tegasnya mengulang nasehatnya yang diberikan kepada Badan Pelaksana Pengelola Masjid Istiqlal Jakarta.
Apalagi menurut Kiai sudah jelas bahwa Syi’ah sendiri merupakan ancaman terbesar yang membahayakan umat Islam, khususnya NKRI. Jadi jangan sampai memberikan kesempatan kepada orang-orang Syiah untuk angkat bicara berceramah di masjid Istiqlal.
Hanya saja nasehatnya sering tidak diindahkan. Apalagi, kewenangan memberikan izin tamu-tamu internasional untuk berceramah di masjid Istiqlal Jakarta dipegang oleh Ketua Badan Pengelola Pelaksana Masjid Istiqlal, langsung dalam pengawasan Kementerian Agama Republik Indonesia (Kemenag) RI, ujar Kiai.
Karena itu Syiah bergembira atas digantinya KH Ali Mustafa Yaqub sebagai Imam Besar Masjid Istiqlal. Hal itu dinyatakan lewat akun IJABI Pusat @ijabipp. KH Ali Mustafa Yaqub dicopot sebagai Imam Besar Masjid Istiqlal Jakarta. Jum’at, 22 Januari 2016, Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin mengukuhkan Nasaruddin Umar, pendukung Islam liberal sebagai imam besar Masjid Istiqlal Jakarta menggantikan KH Ali Mustafa Yaqub.
Bongkar liberal dan Syiah di PBNU
Kia Ali juga pernah mengungkapkan bahwa aliran sesat Syi’ah dan kelompok Islam Liberal (Islib) sudah masuk dan menyusup ke salah satu ormas Islam terbesar di Indonesia, yakni PBNU pimpinan Said Agil Siroj.
“Ada pengurus PBNU yang selalu membela Syi’ah dan selalu hadir dalam acara-acara Syi’ah. Paling tidak dia selalu hadir dalam acara Asyura dan selalu menjadi pembicara utama,” kata Ali Mustafa kepada bangsaomline.com, Jum’at (24/4/2015).
Menurutnya berbeda dengan Ahlu Sunnah Wal Jama’ah (Aswaja) yang toleran terhadap perbedaan, aliran sesat Syi’ah hanya memberi dua pilihan.
“Ikut saya atau saya bunuh,” ujar Ali Mustafa mencontohkan doktrin paham dan ajaran Syi’ah. Karena itu menurut dia, Syi’ah sangat bahaya jika berkembang di Indonesia.
Kiai Ali Mustafa mengungkapkan, indikasi aliran sesat Syi’ah sudah masuk ke dalam PBNU sangat jelas. “Dulu Jamiyatul Qurra Wal Huffadz (Jamqur) pernah kerjasama dengan Syi’ah, saya sempat baca MoU-nya. Tapi akhirnya ketahuan lalu dibatalkan,” ungkapnya.
MoU (Memorandum of Understanding) atau nota kesepahaman antara PBNU dengan Syi’ah ini sempat heboh. Banyak media online melansir berita MoU PBNU dengan Universitas al-Mustafa al-‘Alamiyah, Qom, Iran itu.
Dokumen kerjasama di bidang pendidikan, riset dan kebudayaan itu dilakukan tanpa sepengetahuan dan persetujuan Syuriah PBNU. Dokumen tertanggal 27 Oktober 2011 itu dibuat dalam dua bahasa, Persia dan Indonesia. KH Sahal Mahfudz yang saat itu menjabat sebagai Rais ‘Aam marah dan membatalkan MoU tersebut.
(azm/arrahmah.com)