JAKARTA (Arrahmah.com) – Kadivhumas Polri Brigjen Pol Boy Rafli Amar mengatakan anggota Densus 88 yang terbukti bersalah dalam persidangan kode etik profesi terkait kasus kematian Siyono, dapat dijatuhi sanksi mulai dari harus meminta maaf hingga diberhentikan secara tidak hormat.
“Pertama dia harus meminta maaf kepada institusi (Polri) atas perbuatannya,” kata Brigjen Boy, di Mabes Polri, Jakarta, Senin (2/5/2016), lansir Antara.
Dia menyebut anggota Densus tersebut juga dapat terancam tidak bisa melanjutkan karirnya di Densus 88 atau bahkan bisa diberhentikan dengan tidak hormat dari Kepolisian.
Persidangan kode etik profesi terkait kasus kematian terduga teroris Siyono saat ini memasuki tahap pembelaan dari terduga pelanggar anggota Densus 88.
“Masih berlanjut, hari ini dan besok itu (agendanya) pembelaan,” katanya.
Sebelumnya, pihak kuasa hukum keluarga Siyono, Trisno Raharjo.menegaskan kasus yang menimpa Siyono tak hanya berhenti pada sidang kode etik, namun juga kepada tindak pidananya.
“Kami minta ada atau tidaknya putusan etik untuk segera ditindaklanjuti sebagai suatu perkara tindak pidana. Karena berdasarkan bukti forensik, Siyono meninggal di dalam kekuasaan atau kendali pihak kepolisian,” kata Trisno saat dikonfirmasi di Jakarta, Selasa, (19/4/), lansir viva.
Menurut Trisno, dia telah melayangkan surat kepada Kapolri Jenderal Polisi Badrodin Haiti, dan instansi pemerintah lainnya agar perkara tewasnya Siyono harus diusut masalah tindak pidananya.
“Kami sudah kirim surat ke kapolri, tembusan ke Presiden, menkopolhukam, Komisi III DPR, Komnas HAM (Komisi Nasional dan Hak Asasi Manusia), dan Komisi Kepolisian,” katanya.
Diketahui, berdasarkan hasil autopsi yang dilakukan oleh tim dokter forensik Indonesia kematian Siyono diakibatkan benda tumpul di bagian rongga dada, yaitu ada patah tulang. Pada iga bagian kiri ada lima. Luka patah sebelah kanan ada satu keluar, sedangkan tulang dada patah.
Selanjutnya, tulang patah ke arah jantung hingga mengakibatkan luka yang cukup fatal. Memang ada luka di bagian kepala, tetapi tidak menyebabkan kematian. Sebab, luka pada bagian tersebut tidak terlalu banyak mengeluarkan darah.
Dari seluruh rangkaian autopsi ini, tidak adanya perlawanan dari luka luka yang diteliti. Jadi, tidak ada perlawanan dari Siyono, tidak ada luka defensif dari Siyono
Autopsi dilakukan oleh 10 dokter. Sembilan dokter dari tim forensik dan satu dokter dari Polda Jateng. Kesepuluhnya sepakat dan tidak ada yang berbeda pendapat. Autopsi dilakukan sejak pukul 09.00 pagi hingga 12.00 siang, 3 April 2016.
(azm/arrahmah.com)