NEW YORK (Arrahmah.com) – Perdana Menteri “Israel” Naftali Bennett kemarin (27/9/2021) mengeluhkan bahwa Iran telah melewati “semua garis merah” dalam program nuklirnya dan bersumpah bahwa “Israel” tidak akan membiarkan Teheran memperoleh senjata pemusnah massal tersebut, lapor Reuters.
Dalam pidato pertamanya di hadapan Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa, Bennett mengatakan Iran berusaha mendominasi Timur Tengah di bawah “payung nuklir” dan mendesak upaya internasional yang lebih terpadu untuk menghentikan kegiatan nuklir Iran.
Namun dia juga mengisyaratkan potensi “Israel” untuk bertindak sendiri terhadap Iran, sesuatu yang telah berulang kali diancam di masa lalu.
“Program nuklir Iran telah mencapai titik kritis, dan begitu pula toleransi kami,” kata Bennett. “Kata-kata saja tak cukup.”
Bennett, seorang politisi sayap kanan yang mengakhiri 12 tahun pemerintahan Benjamin Netanyahu sebagai perdana menteri pada Juni, ingin Presiden AS Joe Biden mengeraskan pendiriannya terhadap Iran, musuh bebuyutan regional “Israel”. Dia menentang upaya pemerintah AS yang baru untuk menghidupkan kembali kesepakatan nuklir Iran 2015 yang ditinggalkan oleh pendahulu Gedung Putih Biden, Donald Trump, pada 2018.
Pembicaraan tidak langsung AS-Iran di Wina terhenti karena Washington menunggu langkah selanjutnya oleh Presiden baru Iran, Ebrahim Raisi.
Bennett memberikan nada yang kurang agresif di hadapan PBB daripada Netanyahu, yang sering mengandalkan alat peraga dan alat bantu visual untuk mendramatisasi tuduhannya terhadap Iran, sebuah pendekatan yang dicemooh oleh para kritikus sebagai aksi politik.
Tetapi Bennett sama bersikerasnya dengan Netanyahu dalam menjanjikan langkah yang diperlukan untuk mencegah Iran, yang dipandang “Israel” sebagai ancaman eksistensial, dari membangun senjata nuklir.
“Program senjata nuklir Iran berada pada titik kritis. Semua garis merah telah dilewati, inspeksi diabaikan,” keluh Bennett. “Mereka lolos begitu saja.” (Althaf/arrahmah.com)