Oleh: Abu Abdullah Yusuf Azzam
(Arrahmah.com) – Adalah contoh baik yang pernah dialami oleh Imam Al Auzaie, seorang ulama dari Suriah. Ketika Abdullah bin Ali dapat menalukkan Damaskus, sekitar 36.000 orang Islam dibunuh dalam satu jam. Kuda dan bigholnya memasuki masji agung Al-Amawi. Dengan cokaknya dia berkat kepada para menterinya, “Adakah orang yang akan menentang diriku. Mereka menjawab, kalaupun ada, dialah Al Auzaie. Seorang ahli hadis. Dia perintahkan agar Auzaie didatangkan. Para prajurit pergi menjemputnya. Ketika Auzaei didatangkan. Para prajurit pergi menjemputnya. Ketika Auzaie dibertahu agar mengahadap sang pemimpin, berliau berzikir Cukup bagi kami Allah sebagai pembela.
Para prajurit diminta menunggu sebentar, kemudian dia mandi dan menggunakan kain kafannya dibalik pakain, karena tahu bahwa dia sedang menghadapi mati. Sambil berkata kepada dirinya. Sekarang wahai Auzae kesempatanmu menyampaikan kebenaran, jangan takut kecuali Alllah. Sampai di tempat sultan, Auzaie harus melewati barisan prajurit yang sudah menghunuskan pedangnya, sehingga dia harus melewati di bawah kilatan pedang agar sampai di di tempat sultan. Didapat sang sultan duduk diatas ranjang dan mukanya tampak merah dan marah. Auzaie berkata, manakala aku melihatnya, demi Tuhan tiada Tuhan selain Dia, seakan aku berhadapan dengan lalat. Dia berucap lagi, “Cukup bagi kami Allah sebagai pembela.”
Aku, kata Auzaie tidak ingat lagi keluarga, harta dan istri yang terlintas hanyalah Arsy (singgasana) Allah yang menonjol disaat manusia menghadapi perhitungan. Sultan membelakkan matanya sambil marah bertanya, “Hai Auzaie bagaimana pendapatmu tentang darah yang kami tumpahkan? Dari Fulan..berkata Ibnu Masud bahawa Rasulullah shallalhu alaihi wa sallam bersabda, Tidak halal darah seorang muslim yang bersaksi tidak ada Tuhan selain Allah dan Aku Rasulullah melainkan karena 3 hal ; Janda yang berzina, Jiwa dengan jiwa dan meninggalkan agama berpisah dari jamaah (murtad) (HR Bukari, Mulsim, Nasai, Abu Dawud, Tirmidzi dan Ahmad)
Bila anda membunuh mereka karena salah satu dari tiga sebab itu, anda benar, kalau tidak maka darah mereka ada di leher anda, kata Auzaie. Sang sultan mengambil cambuk dan kuangkat surbanku menunggu pedangnya. Aku melihat para menteri sama mengangkat bajunya takut terciprat darah. Dia bertanya lagi, “Bagaimana pendapatmu tentang harta? Al Auzaie menjawab, jikalau halal, maka ada perhitungannya, tetapi jika haram maka ada siksaannya. Dia melemparkan kantong berisi emas. Auzaie mengembalikannya, “Saya tidak butuh harta jawabnya. Saat itu seorang menteri mendektiku agar kuambil kantong itu, karena dia ingin agar demikian sebab untuk membunuhku. Maka Auzaie mengambil kantong itu dan membagi-bagikannya kepada para prajuit dan meninggalkan ruangan sambil berucap, akhirnya aku keluar sambil membaca ayat, “Berkat nikmat dan rahmat Allah, orang-orang mukmin justru memproleh kemenangan. Mereka sama sekali tidak terjamah oleh luka, mereka mengikuti keridhaan Allah. Allah adalah Tuhan yang memiliki rahamat yang sangat besar.“ (QS Ali Imran [3]174)
Rasulullah shallalahu alaihi wa sallam bersabda, “Ketahuilah sesungguhnya ruh Islam itu berputar, maka berputarlah kalian bersama Islam kemana saja berputar. Ketahuilah Al-Quran bakal ditinggalkan orang, maka janganlah meninggkannya. Ketahuilah, akan datang kepada kalian pemimpin-pemimpin yang menyesatkan yang memutuskan perkara untuk kepentingan sendiri bukan untuk kepentingan kalian. Jika kalian mentaati mereka, kalian disesatkan mereka dan bila kalian melanggar mereka, kalian akan diperangi. Para sahabat bertanya, ‘Apakah yang dapat kami perbuat wahai Rasulullah? Sebagaimana yang diperbuat oleh pengikut-pengikut Isa as, mereka digerji dan disalib diatas papan kayu. Demi jiwa Muhammad yang berada di tangan-Nya, adalah mati dalam mentaati Allah lebih baik dari pada hidup bermaksiat kepada Allah (HR Abu Dawud)
Perintah Allah jelas: Menyuruh orang berbuat baik dan mencegah perbuatan yang mungkar. Pada suatu hari Rasulullahshallalahu alaihi wa sallam bersabda kepada para sahabatnya: “Kamu kini jelas atas petunjuk dari Robbmu, menyuruh kepada yang ma’ruf, mencegah dari yang mungkar dan berjihad di jalan Allah. Kemudian muncul di kalangan kamu dua hal yang memabukkan, yaitu kemewahan hidup (lupa diri) dan kebodohan. Kamu beralih kesitu dan berjangkit di kalangan kamu cinta dunia. Kalau terjadi yang demikian kamu tidak akan lagi beramar ma’ruf, nahi mungkar dan berjihad di jalan Allah. Di kala itu yang menegakkan Al Qur’an dan sunnah, baik dengan sembunyi maupun terang-terangan tergolong orang-orang terdahulu dan yang pertama-tama masuk Islam. (HR. Al Hakim dan Tirmidzi)
Bukanlah dari golongan Nabi orang yang tidak mau beramar ma’ruf nahi munkar
Rasulullah shallalahu alaihi wa sallam bersabda, “Bukanlah dari golongan kami orang yang tidak mengasihi dan menyayangi yang lebih muda, tidak menghormati orang yang lebih tua, dan tidak beramar ma’ruf dan nahi mungkar.” (HR. Tirmidzi)
Amar maruf adalah sedekah. “Abu Dzarr meriwayatkan, ada orang-orang yang berkata, “Rasulullah, orang-orang kaya telah pergi. Mereka telah membawa pahala. Mereka shalat seperti mereka puasa seperti kami puasa. Namun, mereka bersedekah dengan kelebihan harta yang mereka miliki. Rasulullah shallalahu alaihi wa sallam kemudian bersabda, “Bukankah Allah telah menjadikan untuk kalian apa-apa yang bisa kalian sedekahkan? Sesungguhnya setiap tasbih adalah sedekah. Setiap tahmid adalah sedekah. Setiap tahlil adalah sedekah. Menyuruh kebaikan adalah sedekah. Melarang dari yang mungkar adalah sedekah.” (HR Muslim).
Aisyah meriwayatkan Rasulullah shallalahu alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya manusia keturunan Bani Adam ini diciptakan dengan tiga ratus enam puluh persendian. Seseorang yang saat paginya diisi dengan bertakbir, bertahmid, bertahlil, bertasbih, minta ampunan kepada Allah, membuat duri atau tulang dari jalan umum, menyeru kebaikan dan mencegah dari kemungkaran sebanyak tiga ratus enam puluh, maka pada sore harinya itu dia akan dijauhkan dari neraka.” (HR Muslim).
Amar ma’ruf nahi munkar dan peran agama di ruang publik
Keberadaan amar ma’ruf nahi munkar menegaskan bahwa Agama Islam tidak terbatas hanya di ranah individu saja, sebagaimana dugaan beberapa orang sekuler. Orang-orang sekuler ini memahami bahwa agama hanyalah urusan individu sehingga memperbolehkan maksiat asalkan tidak merugikan masyarakat. Mereka juga memperbolehkan pelacuran dengan alasan demi kemaslahatan para pria hidung belang. Miss word dengan alasan buat mendongkrak ekonomi. Mereka juga memperbolehkan minum khamr di tempat-tertentu dengan alasan bahwa itu hak asasi manusia yang dilindungi undang-undang.
Padahal, seandainya Agama Islam memang hanya terbatas untuk individu-individu saja tentu tidak akan ada amar ma’ruf nahi munkar. Bukankah setiap manusia bertanggung jawab atas perbuatannya sendiri? Tapi, jelas bahwa Allah menjadikan kedua tugas ini sebagai fardhu kifayah.
Wahai kaum mukmin, hendaklah di antara kalian ada segolongan orang yang mengajak untuk mengikuti Allah dan Rasul-Nya, menyuruh berbuat baik dan mencegah kemungkaran. Mereka yang melakukan amal kebaikan itu adalah orang-orang yang beruntung di akhirat (QS Ali Imran [3] 104).
Ayat ini pun menjadi landasan bagi berdirinya ormas Islam atau jamaah seperti yang aktif dalam amar ma’ruf dan nahi munkar. Salah satunya dengan melakukan demontrasi. Seandainya tidak seorang pun melakukan aktivitas ini, niscaya Allah swt akan menimpakan adzabnya pada seluruh manusia.
“Sesungguhnya, apabila manusia melihat seorang yang melakukan kezhaliman, namun mereka tidak mencegahnya, atau ragu-ragu, maka Allah akan meratakan siksaan-Nya (menimpakan siksaan kepada mereka semua).”(HR Sunan Tirmidzi 2094).
Pelaksanaan amar ma’ruf nahi munkar bertingkat-tingkat
Rasul memerintahkan amar ma’ruf pada semua individu Muslim, baik dalam kondisi lemah atau kuat. “Barangsiapa di antara kamu melihat kemungkaran hendaklah ia mencegah kemungkaran itu dengan tangannya. jika tidak mampu, hendaklah mencegahnya dengan lisan, jika tidak mampu juga, hendaklah ia mencegahnya dengan hatinya. Itulah selemah-lemah iman.” (HR Shahih Muslim).
Kondisi terakhir mengingkari dengan hati berarti seseorang wajib membenci kemungkaran tersebut. Ini adalah kewajiban terendah yang tidak gugur terhadapnya. Setelah itu, tidak ada lagi yang rendah. Artinya, itulah batas terendah seseorang terhadap kemunkaran. Bagi yang tidak melakukannya mengingkari dengan hati maka binasalah dirinya.
Faktanya, saat ini ada banyak kemunkaran yang tidak mungkin lagi dihapuskan dengan tangan-tangan manusia biasa. Siapa yang bisa menutup produksi dan jalur distribusi khamr? Siapa yang bisa menghentikan lokalisasi pelacuran? Siapa yang bisa menghentikan orang-orang liberal dan sekuler terhadap Allah dan Rasul-Nya? Siapa yang bisa menghentikan peredaran riba dari bank-bank konvensional?
Tanpa disertai kekuasaan, tidak seorang pun yang sanggup. Apalagi jika kekuasaan itu ternyata di belakang mereka. Oleh karena itu, tuntutan aktivitas amar ma’ruf dan nahi munkar pun tidak sama. Wajar saja jika kewajiban terbesar ada di tangan para penguasa. Bahkan ada kewajiban tertentu yang hanya berlaku bagi mereka dan bagi selainnya.
Butuh kekuasaan untuk menyempurnakan amar ma’ruf nahi munkar
Di zaman Khulafaur Rasyidin, ada banyak riwayat bagaimana khalifah turun tangan langsung dalam mencegah kemunkaran. Khalifah bukan sekadar simbol yang cukup muncul di pembukaan acara dan peresmian gedung untuk kemudian kembali ke istananya. Khalifah adalah wakil umat yang akan menegakkan hukum Allah dan mengajak manusia dari penghambaan terhadap sesama manusia ke penghambaan kepada Allah Ta’ala.
Begitu pentingnya perkara ini sehingga Allah Ta’ala memerintahkan kita untuk memilih pemimpin paling layak, yang tidak diangkat atas dasar pertalian darah, kesukuan, atau nasionalismenya. Pemimpin yang layak haruslah dilihat dari pemahamannya dan ketaatannya pada Hukum Syariah.
Kekuasaan dalam perspektif Islam bukanlah ditujukan untuk meraih sebesar-besarnya keuntungan materi. Kekuasaan dalam perspektif Islam adalah jalan menuju penyempurnaan tegaknya Agama Allah. Sebagaimana yang dikatakan Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah:
Perlu anda ketahui bahwa asas kaidah amar ma’ruf nahi munkar adalah bahwa semua kekuasaan dalam Islam bertujuan agar ketaatan (ad-Dien) itu seluruhnya hanya milik Allah dan agar kalimat Allah berada di posisi tertinggi.
Dan sesungguhnya Kami telah mengutus rasul pada tiap-tiap umat (untuk menyerukan): “Sembahlah Allah (saja), dan jauhilah thaghut itu” (An Nahl: 36). (arrahmah.com)