(Arrahmah.com) – Bencana alam tak henti-hentinya melanda bangsa kita. Belum lama kenangan buruk banjir bandang hilang dari ingatan, erupsi gunung Sinabung terjadi. Bencana erupsi belum berakhir, gempa bumi di Kebumen mengagetkan semua pihak. Saat masyarakat mulai bernafas lega, tiba-tiba gunung Kelud meletus dan dampak bencananya dirasakan oleh ratusan ribu jiwa.
Bencana alam yang silih-berganti melanda bangsa kita merupakan sebuah peringatan Allah bagi kita yang terlalu banyak dosa. Bagi masyarakat yang terkena langsung dampaknya, bencana-bencana tersebut merupakan panggilan untuk bersabar, ridha dan berserah diri kepada Allah semata. Selain tentunya peringatan untuk bertaubat dan memperbaiki diri.
Adapun bagi masyarakat yang merasakan langsung dampak dari bencana-bencana tersebut, bukan berarti mereka lebih suci dan lebih taat dari masyarakat yang terkena bencana. Bagi masyarakat yang tidak terkena langsung, bencana-bencana tersebut merupakan peringatan Allah agar mereka lebih banyak bersyukur dan menjaga nikmat-nikmat Allah dengan mempergunakannya dalam jalan ketaatan.
Di balik semua bencana tersebut terdapat ladang amal shalih yang sangat luas bagi masyarakat yang tidak terkena bencana. Inilah saatnya bagi masyarakat untuk meluangkan waktu, tenaga, fikiran, harta benda dan keahlian mereka guna membantu korban bencana. Makanan, minuman, obat-obatan, air bersih, pakaian, selimut, tenda, dan banyak hal mendesak lainnya dibutuhkan oleh ratusan ribu masyarakat yang terkena bencana.
Di sini Allah hendak menguji seberapa jauh kepedulian dan ketanggapan kita dalam menolong saudara kita yang sedang kesusahan. Sungguh banyak ayat Al-Qur’an dan hadits shahih yang memerintahkan kita untuk peduli dengan kesulitan hidup yang dirasakan oleh sesama manusia, terlebih sesama muslim. Berikut ini sebagian diantara ayat dan hadits shahih berkenaan dengan kepedulian kepada korban bencana.
Allah Ta’ala berfirman:
وَافْعَلُوا الْخَيْرَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ
“Dan kerjakanlah amal kebaikan agar kalian beruntung! (QS. Al-Hajj [22]: 77)
مَا سَلَكَكُمْ فِي سَقَرَ (42) قَالُوا لَمْ نَكُ مِنَ الْمُصَلِّينَ (43) وَلَمْ نَكُ نُطْعِمُ الْمِسْكِينَ (44)
“Apakah yang memasukkan kalian ke dalam neraka Saqar?” Mereka menjawab: “Kami dahulu tidak termasuk orang-orang yang mengerjakan shalat, dan kami tidak pula memberi makan orang miskin.” (QS. Al-Muddatsir [74]: 42-44)
فَلَا اقْتَحَمَ الْعَقَبَةَ (11) وَمَا أَدْرَاكَ مَا الْعَقَبَةُ (12) فَكُّ رَقَبَةٍ (13) أَوْ إِطْعَامٌ فِي يَوْمٍ ذِي مَسْغَبَةٍ (14) يَتِيمًا ذَا مَقْرَبَةٍ (15) أَوْ مِسْكِينًا ذَا مَتْرَبَةٍ (16) ثُمَّ كَانَ مِنَ الَّذِينَ آَمَنُوا وَتَوَاصَوْا بِالصَّبْرِ وَتَوَاصَوْا بِالْمَرْحَمَةِ (17) أُولَئِكَ أَصْحَابُ الْمَيْمَنَةِ (18)
Tetapi dia tiada menempuh jalan yang mendaki lagi sukar. Tahukah kamu apakah jalan yang mendaki lagi sukar itu? (Yaitu) memerdekakan budak, atau memberi makan pada hari kelaparan, kepada anak yatim yang ada hubungan kerabat, atau kepada orang miskin yang sangat fakir. Dan dia (tidak pula) termasuk orang-orang yang beriman dan saling berpesan untuk bersabar dan saling berpesan untuk berkasih sayang. Mereka (orang-orang yang beriman dan saling berpesan itu) adalah golongan kanan. (QS. Al-Balad [90]: 11-18)
أَرَأَيْتَ الَّذِي يُكَذِّبُ بِالدِّينِ (1) فَذَلِكَ الَّذِي يَدُعُّ الْيَتِيمَ (2) وَلَا يَحُضُّ عَلَى طَعَامِ الْمِسْكِينِ (3)
Tahukah kamu (orang) yang mendustakan hari pembalasan? Itulah orang yang menghardik anak yatim, dan tidak menganjurkan memberi makan orang miskin. (QS. Al-Ma’un [107]: 1-3)
Dalam hadits-hadits shahih dan hasan telah dijelaskan:
عَنْ النُّعْمَانِ بْنِ بَشِيرٍ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَثَلُ الْمُؤْمِنِينَ فِي تَوَادِّهِمْ وَتَرَاحُمِهِمْ وَتَعَاطُفِهِمْ مَثَلُ الْجَسَدِ إِذَا اشْتَكَى مِنْهُ عُضْوٌ تَدَاعَى لَهُ سَائِرُ الْجَسَدِ بِالسَّهَرِ وَالْحُمَّى
Dari Nu’man bin Basyir radhiyallahu ‘anhu berkata Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa salam bersabda: “Perumpamaan orang-orang mukmin dalam hal saling mencintai, saling menyayangi dan saling menyantuni adalah bagaikan satu tubuh; jika salah satu anggota tubuh merasakan sakit, niscaya seluruh anggota tubuh lainnya ikut merasakannya dengan tidak bisa tidur dan demam.” (HR. Bukhari dan Muslim)
عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنَ عُمَرَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ الْمُسْلِمُ أَخُو الْمُسْلِمِ لَا يَظْلِمُهُ وَلَا يُسْلِمُهُ وَمَنْ كَانَ فِي حَاجَةِ أَخِيهِ كَانَ اللَّهُ فِي حَاجَتِهِ وَمَنْ فَرَّجَ عَنْ مُسْلِمٍ كُرْبَةً فَرَّجَ اللَّهُ عَنْهُ كُرْبَةً مِنْ كُرُبَاتِ يَوْمِ الْقِيَامَةِ وَمَنْ سَتَرَ مُسْلِمًا سَتَرَهُ اللَّهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ
Dari Abdullah bin Umar radhiyallahu ‘anhuma berkata Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa salam bersabda: “Seorang muslim adalah saudara bagi muslim lainnya. Ia tidak akan menzaliminya dan tidak akan menyerahkannya kepada musuh. Barangsiapa mengurus kebutuhan saudaranya niscata Allah akan mengurus kebutuhan dirinya, barangsiapa menyingkirkan sebuah kesusahan hidup dari seorang muslim niscaya Allah akan menyusahkan kesulitan hidupnya pada hari kiamat kelak dan barangsiapa menutupi aib seorang muslim niscaya Allah akan menutupi aibnya pada hari kiamat.” (HR. Bukhari, Muslim dan Abu Daud)
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَنْ نَفَّسَ عَنْ مُؤْمِنٍ كُرْبَةً مِنْ كُرَبِ الدُّنْيَا نَفَّسَ اللَّهُ عَنْهُ كُرْبَةً مِنْ كُرَبِ يَوْمِ الْقِيَامَةِ وَمَنْ يَسَّرَ عَلَى مُعْسِرٍ يَسَّرَ اللَّهُ عَلَيْهِ فِي الدُّنْيَا وَالْآخِرَةِ وَمَنْ سَتَرَ مُسْلِمًا سَتَرَهُ اللَّهُ فِي الدُّنْيَا وَالْآخِرَةِ وَاللَّهُ فِي عَوْنِ الْعَبْدِ مَا كَانَ الْعَبْدُ فِي عَوْنِ أَخِيهِ
Dari Abdullah bin Umar radhiyallahu ‘anhuma berkata Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa salam bersabda: “Barangsiapa meringankan dari seorang mukmin salah satu kesusahan hidupnya di dunia niscaya Allah akan meringankan salah satu kesusahan hidupnya pada hari kiamat. Barangsiapa memberi kemudahan kepada orang yang kesulitan niscaya Allah akan memberi kemudahan baginya di dunia dan akhirat. Barangsiapa menutupi aib seorang muslim niscaya Allah akan menutupi aibnya di dunia dan akhirat. Dan Allah senantiasa menolong hamba-Nya selama hamba tersebut menolong saudaranya.” (HR. Muslim, Abu Daud, Tirmidzi, Nasai dan Ibnu Majah)
أَفْضَلُ الأَعْمَالِ إِدْخَالَ السُّرُورِ عَلَى اْلمُؤْمِنِ كَسَوْتَ عَوْرَتَهُ أَوْ أَشْبَعْتَ جَوْعَتَهُ أَوْ قَضَيْتَ لَهُ حَاجَةً
Dari Abdullah bin Umar radhiyallahu ‘anhuma berkata Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa salam bersabda: “Amalan yang paling utama adalah engkau membahagiakan seorang mukmin; engkau menutupi auratnya [memberikan pakaian], engkau mengenyangkan kelaparannya [memberikan makanan] atau engkau memenuhi kebutuhannya.” (HR. Ath-Thabarani. Dinyatakan hasan oleh Syaikh Al-Albani dalam Shahih At-Targhib wa At-Tarhib)
عَنِ ابْنِ عُمَرَ أَنَّ رَجُلا جَاءَ إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ , فَقَالَ: يَا رَسُولَ اللَّهِ , أَيُّ النَّاسِ أَحَبُّ إِلَى اللَّهِ؟ وَأَيُّ الأَعْمَالِ أَحَبُّ إِلَى اللَّهِ؟ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ:أَحَبُّ النَّاسِ إِلَى اللَّهِ تَعَالَى أَنْفَعُهُمْ لِلنَّاسِ , وَأَحَبُّ الأَعْمَالِ إِلَى اللَّهِ تَعَالَى سُرُورٌ تُدْخِلُهُ عَلَى مُسْلِمٍ , أَوْ تَكَشِفُ عَنْهُ كُرْبَةً , أَوْ تَقْضِي عَنْهُ دَيْنًا , أَوْ تَطْرُدُ عَنْهُ جُوعًا , وَلأَنْ أَمْشِيَ مَعَ أَخِ فِي حَاجَةٍ أَحَبُّ إِلَيَّ مِنْ أَنْ أَعْتَكِفَ فِي هَذَا الْمَسْجِدِ يَعْنِي مَسْجِدَ الْمَدِينَةِ شَهْرًا , وَمَنَ كَفَّ غَضَبَهُ سَتَرَ اللَّهُ عَوْرَتَهُ , وَمَنْ كَظَمَ غَيْظَهُ وَلَوْ شَاءَ أَنْ يُمْضِيَهُ أَمْضَاهُ مَلأَ اللَّهُ قَلْبَهُ رَجَاءً يَوْمَ الْقِيَامَةِ , وَمَنْ مَشَى مَعَ أَخِيهِ فِي حَاجَةٍ حَتَّى يَتَهَيَّأَ لَهُ أَثْبَتَ اللَّهُ قَدَمَهُ يَوْمَ تَزُولُ الأَقْدَامِ.
Dari Abdullah bin Umar radhiyallahu ‘anhuma bahwasanya ada seorang laki-laki datang kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa salam dan bertanya: “Wahai Rasulullah, siapakah manusia yang paling dicintai Allah?” Beliau menjawab: “Manusia yang paling dicintai Allah adalah manusia yang paling bermanfaat bagi sesama manusia. Amalan yang paling dicintai Allah adalah engkau membahagiakan seorang muslim; engkau menghilangkan kesusahan hidupnya, atau engkau melunasi hutangnya, atau engkau menghilangkan kelaparannya. Aku berjalan bersama saudaraku untuk memenuhi kebutuhannya itu adalah lebih aku sukai daripadai aku melakukan i’tikaf di Masjid Nabawi ini selama sebulan penuh. Barangsiapa menahan marahnya padahal seandainya ia mau, ia bisa meluapkan kemarahannya tersebut, pastilah Allah akan memenuhi dadanya pada hari kiamat dengan keridhaan. Dan barangsiapa berjalan bersama saudaranya dalam sebuah kebutuhan saudaranya itu sehingga ia bisa memenuhi kebutuhan saudaranya, niscaya Allah akan meneguhkan telapak kakinya pada hari dimana telapak-telapak kaki tergelincir [hari kiamat].” (HR. Ibnu Abi Dunya, Al-Asbahani, Ibnu Asakir, Abu Ishaq Al-Muzakki dan Ath-Thabarani. Dinyatakan hasan oleh Syaikh Al-Albani dalam Shahih At-Targhib wa At-Tarhib dan Silsilah Al-Ahadits Ash-Shahihah)
Wallahu a’lam bish-shawab.
(muhib al majdi/arrahmah.com)