PADANG (Arrahmah.com) – Provinsi Sumatera Barat (Sumbar) yang dikenal sebagai ”Serambi Madinah”, justru kondisinya semakin menjauh dari idealitas Madinah Al Munawwarah yang dibangun Rasulullah SAW. Marwah atau martabat Sumbar kini tergerus oleh penyakit-penyakit seperti pemurtadan, HIV/AIDS, kemiskinan, prostitusi, dan narkoba.
Demikian disampaikan Ketua Umum Dewan Da’wah Islamiyah Indonesia, Mohammad Siddik MA, dalam Diskusi Publik yang digelar Dewan Dakwah Sumbar pada Sabtu, 23 Juli 2016, di Komplek Asrama Haji Kota Padang.
Diskusi yang merupakan bagian dari Musyawarah Wilayah Dewan Dakwah Sumbar, itu dihadiri Pimpinan Pusat Dewan Da’wah, Pimpinan Wilayah Dewan Da’wah Sumbar, dan Pimpinan Daerah Dewan Da’wah Kabupaten/Kota Se-Sumatera Barat.
Muswil juga dihadiri oleh utusan lembaga mitra Dewan Da’wah, seperti Yarsi Sumbar, Yayasan budi Mulia, Universitas Mohammad Natsir, Perguruan Ar Risalah, serta lembaga pendidikan dan dakwah lainnya di Sumbar.
Siddik mengingatkan, Dewan Dakwah Sumbar adalah perwakilan Dewan Dakwah yang istimewa. Sebab, pengurus pertama Dewan Dakwah Sumbar dilantik langsung oleh Buya Mohamad Natsir pada 15 Juli 1968 di Gedung Nasional Bukittinggi, sebagai perwakilan pertama di luar DKI Jakarta. Acara ini dihadiri oleh ulama se-Sumatera Barat, para ninik mamak, pemangku adat, pemuka masyarakat serta warga dari desa-desa terpencil yang mengenal betul Buya Natsir.
”Oleh karena itu, Dewan Dakwah Sumbar harus lebih meningkatkan peran sertanya dalam dakwah untuk mengembalikan dan meningkatkan marwah sebagai Provinsi Serambi Madinah,” tegas Mohammad Siddik.
Dia kemudian memaparkan peta tantangan dakwah di Sumbar berdasarkan sumber-sumber aktual.
Kemiskinan. Dalam rentang September 2015-Maret 2016, angka kemiskinan di Sumbar naik 0,38%, dari 6,71 persen menjadi 7,09 persen. Hal ini dikemukakan Kepala BPS Provinsi Sumbar Dodi Herlanda di Padang, Senin (18/7/2016) sebagaimana dikutip situs berita gosumbar.
Jumlah penduduk miskin di Sumbar saat ini berjumlah 371.555 orang, tersebar di kota sebesar 5,54 persen dan di desa 8,16 persen.
Pemurtadan. Dalam Pelatihan Kristologi bagi Da’i dan Da’iyyah se-Sumbar di Hotel Bumi Minang, Sabtu, (31/1/2016), Ketua Komunitas Muslimah untuk Kajian Islam Sumbar, Hj Ratna Maida Hasyim Ning, mengutip riset Leo Suryadinata yang menyatakan angka pertumbuhan Kristen terbesar adalah di Kepulauan Riau sebesar 8% pertahun dan kedua di Sumbar, Jawa Barat, dan Yogyakarta sebesar 7% pertahun.
Tidak Islami. Meskipun lemah dari segi metodologi dan konsepsinya, hasil riset Maarif Institute yang menempatkan Kota Padang di peringkat dua terbawah dari daftar Kota Paling Islami, patut dijadikan bahan muhasabah. Penelitian yang dilakukan pada 2014 ini menunjukkan Denpasar, Jogyakarta, dan Bandung sebagai ”kota paling Islami” di Indonesia dari 29 kota yang diteliti. Indikator penelitian adalah tingkat keamanan, kesejahteraan, dan kebahagiaan masyarakat.
Kota Padang yang memiliki falsafah adat basandi syarak, syarak basandi kitabullah tercatat hanya memperoleh skor sebanyak 50 poin dan berada di peringkat ke 28, setingkat di atas Makassar.
Kota lain di Sumbar, yaitu Kota Padang Panjang, berada dua tingkat di atas Kota Padang.
Narkoba. Setidaknya ada 4 juta kasus narkoba di Indonesia dan 63 ribu kasus narkoba diantaranya terjadi di Sumatera Barat. Narkoba merupakan kejahatan serius dan luar biasa saat ini karena dari 63 ribu kasus yang terjadi di Sumbar merupakan usia produktif 15-24.
Hal ini terungkap pada peringatan Hari Anti Narkoba Internasional 2016 yang dilaksanakan di Kantor Gubernur Sumatera Barat, Minggu (26/6/2016).
Jumlah angka pengguna narkoba di Sumatera Barat tahun 2015 yang disampaikan pada Januari 2016 berada diurutan 23 dari 34 Provinsi di Indonesia.
Dari jumlah penduduk Sumbar yang berumur 10-59 tahun yakni 3.664.900 jiwa, terdapat 63.352 jiwa yang terkena narkoba. Rinciannya: pekerja (negeri dan swasta) mencapai angka 22.174 jiwa, sedangkan pelajar dan mahasiswa 20.906 jiwa, serta pengangguran dan Ibu Rumah Tangga 20.272 jiwa.
HIV/AIDS. Menurut data Dinas Kesehatan Provinsi Sumbar, terdapat 1.346 Orang dengan HIV/AIDS (Odha) di Sumbar dalam kurun 2002-2015. Sebanyak 173 orang diantara jumlah itu telah meninggal. Sedangkan untuk laporan dari 19 kabupaten dan kota yang ada di Sumbar, Kota Padang menjadi tempat terbanyak temuan Odha ini, terdata sebanyak 499 orang. Selanjutnya disusul oleh kota Bukittinggi dengan 171 temuan. Seterusnyanya, di Kabupaten Agam dengan 87 temuan, Kabupaten Padang Pariaman dengan 51 temuan dan sisa daerah lain di bawah 50 temuan.
Walaupun jumlah temuan di Kota Padang jauh melampaui Bukittinggi, secara case rate Bukittinggi menjadi daerah dengan kepadatan temuan tertinggi di Sumbar.
Seperti dilansir harianhaluan.com (12/4/2016), Laporan Ditjen PP&P Kemenkes RI pada Februari 2016 menyebutkan kasus kumulatif HIV/AIDS di Sumbar per 31 Desember 2015 berjumlah 7.747 yang terdiri atas 5.290 HIV dan 2.457 AIDS. Jumlah ini menempatkan Sumbar pada peringkat 8 secara nasional dalam jumlah kasus kumulatif HIV/AIDS.
Penularan HIV/AIDS melalui: (1) melalui hubungan seksual tanpa memakai kondom, di dalam dan di luar nikah, dengan perempuan yang berganti-ganti di Sumbar dan di luar Sumbar, (2) melalui hubungan seksual tanpa memakai kondom dengan perempuan yang sering berganti-ganti pasangan seperti pekerja seks komersial (PSK) di Sumbar dan di luar Sumbar.
Dalam berita disebutkan di Kota Padang ada 861 LSL (Lelaki Suka Seks Lelaki), 133 waria, dan 389 PSK yang tersebar di 203 titik. Di Kota Bukittiggi ada 432 LSL di 51 hotspot, dan di Kota Solok 522 LSL di 19 titik.
Suku Terasing Mentawai. Fotografer profesional Mohammed Saleh Bin Dollah dari Mail Online Malaysia, mengemukakan, berdasarkan tinjauannya ke lapangan masih terdapat sekitar 64.000 orang Mentawai yang masih terasing dan terbelakang. Mereka tinggal di Uma, dan hidup tergantung alam.
Potensi persatuan Ormas
Walaupun tantangan dakwah semakin demikian berat, Ketua Umum Dewan Dakwah optimis masa depan Sumbar akan lebih baik melalui kiprah dakwah organisasi kemasyarakatan (ormas) setempat.
Terdapat sedikitnya 30 organisasi kemasyarakatan (Ormas) di Sumatera Barat yang aktif berdakwah dengan fokus dan metode masing-masing. Namun mereka kompak menanggapi isu seperti pemurtadan dan komunisme.
Misalnya pada 19 Mei 2016, perwakilan ormas-ormas Sumbar termasuk Dewan Dakwah, menerbitkan pernyataan bersama menolak kebangkitan dan pemaafan pada komunisme.
Pernyataan ini diteken antara lain wakil dari: MUI, LKAAM, PWNU, PW Muhammadiyah, Tarbiyah Islamiyah, PERTI, Dewan Da’wah, Pepabri, LVRI, FKPPI, PPM, PP, DHD Angkatan 45, DPW Angkatan 66, IARMI, PPAD, HMI, Forhati, KNPI, PW GPII, PW KAMMI, BKPRMI, KB PII, GUPPI, Forum Bela Negara, Ikatan Muballigh, KAHMI, PW PII, PPI, HIMMAH, dan GBN (Gerakan Bela Negara).
Sebelumnya, pada 2013, ormas-ormas Islam Sumbar sepakat menolak pembangunan Super Block Lippo Group yang ilegal, tidak ramah lingkungan, memperlebar kesenjangan sosial, memicu konsumtivisme, dan mengandung misi kristenisasi terselubung berkedok bisnis, rumah sakit, hotel, maupun universitas.
(azmuttaqin/*/arrahmah.com)