JAKARTA (Arrahmah.com) – Berita deklarasi perdamaian rakyat dan islah (perdamaian) warga Sunni di Kabupaten Sampang, Madura yang mendatangi tempat pengungsian warga Syiah di rumah susun Puspa Agro, Kecamatan Taman, Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur, hari Senin (23/09/2013) mengagetkan ulama Madura, khususnya Ketua Majelis Ulama (MUI) Sampang, KH. Imam Bukhori Maksum.
Ia kaget, setelah beberapa ulama yang dihubungi juga tidak tahu-menahu acara sepenting ini. Maklum, sebelumnya, para ulama Madura telah menyusun sebuah rancangan untuk menyelesaikan masalah konflik Sunni-Syiah dengan sangat berhati-hati, bahkan sudah disampaikan dalam bentuk tertulis di hadapan presiden SBY saat datang ke Surabaya.
Namun betapa kagetnya, tiba-tiba banyak media memberitakan sebuah acara islah Sunni-Syiah, tanpa kesertaan ulama, umara dan tokoh-tokoh masyarakat.
Padahal menurut Kiai Bukhori Maksum, cara-cara seperti ‘menggunting dalam lipatan’ bukanlah watak dan kultur masyarakat Madura.
“Ibaratnya, jika ada daun-daun yang jatuh di Madura, ulamanya pasti tahu,” tambahnya.
Ada apa sebenarnya? Benarnya ini murni keinginan warga Sunni (NU) Madura, atau sebuah rekayasa? Inilah petikan wawancaranya.
Apa sikap MUI Sampang dengan peristiwa islah (perdamaian) Suni-Syiah Sampang kemarin?
Maaf, saya baru dengar berita itu dari para kiai. Dari media baru dari Anda. Saya jelaskan, tidak ada perwakilan masyarakat Sampang, khususnya dari Desa Blu’uran dan Karang Gayam Kecamatan Omben. Sudah dicek para kiai, itu koordinatornya Mujahroh, orang Kecamatan Pakong. Padahal yang konflik itu Kecamatan Karang Gayam. Mereka diajak rombongan membawa mobil 5. Jadi jelas itu rekayasan karena yang datang bukan masyarakat Blu’uran dan Karang Gayam.
Lantas, bagaimana Anda menanggapi berita islah ini?
Itu semua rekayasa alias manipulasi. Sebab orang yang hadir di sana tanpa sepengetahuan ulama.
Ibaratnya, jika ada daun-daun yang jatuh di Madura, ulamanya pasti tahu. Karena itulah sifat dan watak orang Madura. Ini kami tidak tahu-menahu. Ini jelas rekayasa.
Kenapa Kiai yakin itu rekayasa?
Ya apalagi? Karena ini seolah sudah ada yang meremote (mengontrol, red).
Apa tujuannya kalau begitu?
Apalagi jika tidak dengan tujuan seolah-olah ulama-ulama Madura tidak mau rekonsiliasi. Kalau yang seperti ini terus dilakukan, jadi panjang dampaknya.
Saya dan para ulama sudah menyampakan masalah ini, bahkan melalui ide tertulis kepada Presiden SBY saat datang ke Surabaya belum lama ini.
Kami lakukan (rekonsiliasi, red) dengan sangat berhati-hati. Kami bahkan meminta direhabilitasi dahulu, karena orang-orang ini dulunya adalah jamaah dan warga NU. Rekonsiliasi tak akan terjadi tanpa usaha-usaha serius dan dilakukan dengan cara baik-baik.
Bukannya Presiden SBY dahulu mengumpulan kita (para ulama, red) untuk kebaikan bersama. Lantas dianggap apa kami semua? Sampah?
Makanya, jika ada rekonsiliasi tanpa keikutsertaan ulama Madura, apa ini tidak disebut pelecehan?
Apa tindakan MUI?
Kami akan berkoordinasi dahulu. Kok bisa ada islah sementara wakil NU, ulama dan umara gak tau? Memangnya ulama, umara dan NU Madura dianggap Batu?
Kami dianggap apa? Janganlah melakukan sesuatu yang justru akan membuat usaha dan pintu rekonsiliasi makin tertutup.
Jadinya kami merasa gerah. Sesungguhnya yang tidak mau berdamai itu siapa?
Kami merasa, ini ada usaha-usaha yang meremote dari Jakarta dengan bersekongkol dengan LSM-LSM berhaluan liberal.
(azmuttaqin/hidayatullah/arrahmah.com)