KALIMANTAN TIMUR (Arrahmah.com) – Tertuturnya doa bernuansa politis dalam sesi pembukaan Musabaqah Tilawatil Quran (MTQ) ke 8 di Islamic Center Bukit Pelangi Sangatta menuai sorotan. Doa politik dinilai tidak etis disampaikan Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kutai Timur (Kutim) dalam ajang keagamaan yang diikuti delegasi dari seluruh kecamatan di Kutim.
Terlebih MUI adalah lembaga pengayom ummat yang independen dan tidak melibatkan diri dalam politik praktis. Demikian disampaikan Ketua MUI Provinsi Kalimantan Timur, KH Hamri Has, Jumat (2/3/2012).
“Yang jelas MUI adalah lembaga yang independen. MUI mengayomi semua kelompok, khususnya kaum Muslim. MUI juga tidak melibatkan diri dalam masalah politik praktis. Ini sudah menjadi komitmen MUI di mana-mana,” kata KH Hamri.
Hamri menyampaikan pandangannya secara umum, tidak semata terkait peristiwa di Kutim saja. Pasalnya, pernah terjadi peristiwa serupa di beberapa daerah. Termasuk penyampaian “khutbah politis” di atas mimbar.
“Terkadang ada tokoh yang tidak bisa memisahkan diri, antara posisinya sebagai pengurus MUI dengan perannya sebagai aktifis partai politik. Bisa saja karena posisi di partai sebagai pendukung, ada kalimat yang secara tidak sengaja terucap,” katanya.
Ia pun menghimbau kepada seluruh jajaran kepengurusan MUI di Kaltim pada berbagai tingkatan untuk memegang aturan AD/ART bahwa MUI merupakan lembaga independen yang tidak boleh terlibat politik praktis.
“MUI adalah lembaga independen yang mengayomi semua kelompok Muslim. Dalam AD/ART diatur agar tidak bisa melibatkan diri dalam politik praktis. Meskipun demikian, anggota MUI wajib mengerti politik,” katanya.
Peristiwa menjelang pilgub dinilainya rentan dengan maraknya kepentingan politis di berbagai lini. Karena itu MUI harus menempatkan diri sebagai pemersatu. “Kalau sifatnya pribadi silakan. Tapi jangan membawa-bawa nama MUI,” katanya.
Hamri menegaskan pula agar kepentingan politik praktis tidak dibawa-bawa ke masjid. Hal ini karena masjid harus steril dari kepentingan kampanye. “Masjid adalah perekat ukhuwah Islamiyah. Bukan justru dijadikan tempat kampanye.
Terkait peristiwa doa politik di Kutim, Hamri berharap peristiwa serupa tidak terulang pada berbagai kegiatan yang lain. Ia juga telah meminta Sekretaris MUI Kaltim untuk mengingatkan Ketua MUI Kutim secara lisan terkait permasalahan di pembukaan MTQ Kutim tersebut
Sementara itu, Ketua Panitia MTQ ke VIII Kaltim, Nanang Gazali, mengatakan panitia juga sudah menyampaikan masukan secara lisan. “Kami tidak berwenang untuk menegur. Hanya memberi masukan agar perisiwa serupa tidak terlang,” katanya.
Sebagaimana diwartakan, salah satu bagian doa bernuansa politis yang disampaikan H Sobirin Bagus, selaku Ketua MUI Kutim dalam pembukaan MTQ Kutim dinilai tidak patut. Kalimat tersebut disampaikan di waktu dan tempat yang tidak tepat oleh orang yang juga tidak tepat.
Pada salah satu kalimat doa yang dibacakan Sobirin, Selasa (28/2) malam, dituturkan bahwa pada bulan November 2013 mendatang akan digelar pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur Provinsi Kalimantan Timur. Sobirin kemudian memanjatkan doa agar Yang Maha Kuasa memberikan kesempatan kepada putera terbaik Kabupaten Kutai Timur untuk memimpin Provinsi Kalimantan Timur.
Lantas kalimat tersebut diikuti kata “Aamiin” yang lebih keras dari rata-rata, bahkan sebagian peserta MTQ bertepuk tangan. Tak ayal setelah sesi doa selesai, sebagian peserta berbisik-bisik mengapa bisa ada doa bernuansa politis di tengah acara keagamaan yang khidmat. (bilal/trib/arrahmah.com)